• Jumat, 18 April 2025

Petani Jual Gabah ke Tengkulak 5.800 per Kilogram, Tengkulak Lebih Aktif Turun Langsung ke Sawah

Jumat, 11 April 2025 - 08.11 WIB
64

Panen raya tiba, sejumlah petani di Lampung mulai memetik hasil jerih payah mereka. Foto: Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Belum semua petani di Provinsi Lampung menjual gabahnya ke Badan Urusan Logistik (Bulog). Masih cukup banyak petani menjual gabah ke tengkulak maupun penggilingan padi dengan harga lebih murah dibandingkan jika menjual ke Bulog.

Sejumlah petani di Kota Metro lebih memilih menjual gabah kepada tengkulak dengan harga murah berkisar Rp5.800 per kilogram. Alasannya, jika menjual gabah ke Bulog uangnya tidak bisa langsung diterima dan ada pembatasan kuota.  

"Gabah petani di sini dibeli oleh tengkulak dengan harga Rp5.800 per kilogram. Kalau Bulog informasinya terima gabah itu Rp6.500. Tapi dalam prosesnya kita tetap harus suruh bayar kuli sendiri, bayar mobil angkutan sendiri dan di sana kena potongan kotor yang hitungannya berapa persen," kata Ketua Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) Kelurahan Tejosari, Kecamatan Metro Timur, Sukardi, Kamis (10/4/2025).

Sukardi mengatakan, selama ini Bulog tidak pernah hadir langsung ke lapangan untuk membeli gabah petani. Sehingga penyerapan gabah dilakukan oleh tengkulak yang punya modal besar dan bisa menanggung biaya operasional lebih dahulu sebelum pembayaran cair.

"Kalau Bulog tidak pernah turun ke tempat kita, kalau kita jual lewat tengkulak semua. Dari dulu tidak ada Bulog masuk, jadi tengkulak itu yang setor ke Bulog. Tapi mungkin tengkulak-tengkulak yang punya duit. Kalau gak punya duit dobel ya gak bisa setor ke Bulog, karena dari petani itu langsung bayar. Kalau Bulog kan menunggu 3 sampai 4 hari baru cair," ungkapnya.

Sukardi mengatakan, kebutuhan uang yang mendesak membuat petani tidak bisa menunggu pembayaran dari Bulog.

"Selama ini yang terima tengkulak langsung. Bulog mah gak pernah masuk. Rata-rata semua seperti itu. Saya juga jual gabahnya ke tengkulak," ucapnya.

Ia mengatakan, selain kendala pembayaran yang tidak bisa langsung diterima, proses birokrasi yang rumit dan kuota yang dibatasi juga menjadi penyebab petani malas menjual gabah ke Bulog.

"Kalau petani mau jual ke Bulog itu harus mengisi prosedur data dulu. Kemudian Bulog itu menargetkan ke mitra, biasanya cuma minta dua mobil. Misalnya saya diminta dua mobil ya cuma bisa setor dua mobil itu saja. Jadi kalau kita punya tiga mobil, yang satu mobil kita bingung mau setor kemana lagi," jelasnya.

Menurut Sukardi, petani Tejosari sebenarnya ingin menjual gabahnya ke Bulog, asal syaratnya dipermudah dan dibayarkan secara cepat.

Agus, petani lainnya di Metro mengatakan, pemerintah daerah dan instansi terkait tidak pernah ada upaya pendampingan atau memfasilitasi agar petani bisa menjual gabah ke Bulog.

"Karena dari dinas juga gak ada yang berupaya, malah menyarankan suruh terima saja jual harga Rp5.800 yang penting di babat. Petani-petani inikan butuh duitnya cepat, maka ketika dapat harga segitu ya dikasih saja akhirnya," ujarnya.

Petani di Desa Karanganyar, Kecamatan Labuhan Maringgai, Lampung Timur, juga lebih banyak menjual gabah ke tengkulak. Penyebab mereka belum dapat menjual gabah ke Perum Bulog karena belum adanya nota kesepahaman (MoU) dengan pihak Bulog.

"Petani di desa kami belum bisa menjual gabah ke Bulog karena belum ada kerjasama. Jadi kalau ingin menjual ke Bulog harus menitipkan melalui desa lain yang sudah memiliki MoU dengan Bulog," kata Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Karang Rahayu Desa Karanganyar, Bowo, Kamis (10/4/2025).

Bowo mengatakan, untuk bisa menjalin kerjasama dengan Bulog, kelompok tani harus memiliki surat rekomendasi dari Dinas Pertanian. Padahal, kata dia, para petani sebenarnya sangat berharap dapat menjual gabahnya ke Bulog karena harga yang ditawarkan lebih tinggi yakni Rp6.500 per kilogram. Sementara jika dijual ke tengkulak, harganya hanya sekitar Rp5.900 per kilogram.

"Kalau dijual ke Bulog memang harganya Rp6.500 per kilogram, tapi biaya untuk tenaga kerja saat menaikkan gabah ke truk ditanggung oleh petani," katanya.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Lampung Timur, Tri Wibowo, membenarkan belum semua petani di Lampung Timur dapat menjual gabah ke Bulog karena keterbatasan kuota dari pihak Bulog.

"Nanti kalau Bulog memberikan instruksi penambahan kuota, kami juga akan menambah jumlah petani yang bisa menjual ke Bulog," kata Tri.

Sejumlah petani di Kabupaten Pringsewu juga memilih menjual gabah hasil panennya kepada tengkulak dan pabrik penggilingan padi daripada ke Bulog dengan alasan lebih praktis.

Sri Hidayati (53), petani di Podomoro, Pringsewu, menuturkan selama ini gabah hasil panen miliknya dijual ke tengkulak atau pabrik penggilingan padi.

"Hasil panen saya kali ini ada sekitar 6 ton, sebagian sudah saya jual ke tukang bakul (tengkulak). Untuk harga gabah kering Rp7.200 per kg dan gabah basah Rp6.200 per kg," kata Sri Hidayati, Kamis (10/4/2025).

Sri mengungkapkan, alasannya menjual gabah ke tengkulak daripada ke Bulog karena lebih praktis. "Lokasi Bulog jauh, kemudian di sana partai besar. Sedangkan kami jual gabah antara 1 kwintal sampai 1 ton saja," ungkapnya.

Sagito (48), petani asal Bulurejo, Kecamatan Gadingrejo, juga mengatakan menjual gabah basah miliknya ke tengkulak dengan harga Rp6.000 per kilogram.

"Kalau jual ke Bulog repot, selisih harganya juga tidak begitu jauh," kata Sagito.

Ia mengatakan, alasannya lebih memilih menjual gabah basah karena butuh modal untuk biaya kerja. "Gabah basah bisa dijual langsung, kalau gabah kering butuh waktu dua hari untuk mengeringkan," ungkapnya.

Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Pringsewu, Siti Litawati, menyarankan sebaiknya para petani menjual gabahnya ke Bulog melalui Gapoktan (gabungan kelompok tani).

"Hal itu sudah kami sosialisasikan mulai dari tingkat pekon hingga kecamatan. Jadi jika petani menjual gabah 1 kwintal boleh lewat Gapoktan atau bisa lewat mitra Bulog terdekat," kata Siti.

Beberapa petani padi di Kabupaten Pesawaran juga lebih memilih menjual gabahnya kepada tengkulak atau pengusaha penggilingan padi dibandingkan ke gudang Bulog.

"Kalau ke Bulog cuma dihargai Rp6.500 per kilogram. Sedangkan jual gabah ke tengkulak bisa dapat Rp7.200 per kilogram. Jelas kami pilih yang lebih tinggi," kata Sukiman, seorang petani di Kecamatan Gedong Tataan, Kamis (10/4/24).

Menurut Sukiman, harga gabah yang ditawarkan oleh tengkulak dan pengusaha penggilingan padi masih lebih mahal dibandingkan Bulog.

“Petani tetap senang dengan adanya patokan harga dari Bulog. Itu jadi pegangan kami agar tidak ditekan harga saat panen raya. Tapi faktanya tengkulak kasih harga lebih tinggi, ya kami pilih yang lebih menguntungkan,” katanya.

Selain pertimbangan harga, banyak petani di Pesawaran juga telah menjalin kerja sama dengan pengusaha penggilingan padi lokal.

“Dalam kesepakatan yang sudah dibuat, petani tidak hanya mendapatkan harga jual yang lebih kompetitif, tetapi juga keuntungan tambahan berupa upah giling jika memproses padinya di tempat tersebut,” ungkapnya.

"Kalau kami bawa ke penggilingan, gabah bisa langsung digiling dan dijual dalam bentuk beras, dan kami dapat tambahan dari upah giling. Jadi lebih menguntungkan," ujarnya

Untuk diketahui di Kabupaten Pesawaran luas lahan persawahan tercatat 12.926.02 hektar yang tersebar di 11 kecamatan.  (*)

Berita ini telah terbit di SKH Kupas Tuntas edisi Jumat 11 April 2025 dengan judul “Petani Jual Gabah ke Tengkulak 5.800 per Kilo”