Petani Jual Gabah ke Tengkulak 5.800 per Kilogram, Tengkulak Lebih Aktif Turun Langsung ke Sawah

Panen raya tiba, sejumlah petani di Lampung mulai memetik hasil jerih payah mereka. Foto: Kupastuntas.co
Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Belum semua petani di Provinsi Lampung
menjual gabahnya ke Badan Urusan Logistik (Bulog). Masih cukup banyak petani
menjual gabah ke tengkulak maupun penggilingan padi dengan harga lebih murah
dibandingkan jika menjual ke Bulog.
Sejumlah petani di Kota Metro lebih memilih menjual gabah kepada tengkulak
dengan harga murah berkisar Rp5.800 per kilogram. Alasannya, jika menjual gabah
ke Bulog uangnya tidak bisa langsung diterima dan ada pembatasan kuota.
"Gabah petani di sini dibeli oleh tengkulak dengan harga Rp5.800 per
kilogram. Kalau Bulog informasinya terima gabah itu Rp6.500. Tapi dalam
prosesnya kita tetap harus suruh bayar kuli sendiri, bayar mobil angkutan
sendiri dan di sana kena potongan kotor yang hitungannya berapa persen,"
kata Ketua Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) Kelurahan Tejosari, Kecamatan
Metro Timur, Sukardi, Kamis (10/4/2025).
Sukardi mengatakan, selama ini Bulog tidak pernah hadir langsung ke
lapangan untuk membeli gabah petani. Sehingga penyerapan gabah dilakukan oleh
tengkulak yang punya modal besar dan bisa menanggung biaya operasional lebih
dahulu sebelum pembayaran cair.
"Kalau Bulog tidak pernah turun ke tempat kita, kalau kita jual lewat
tengkulak semua. Dari dulu tidak ada Bulog masuk, jadi tengkulak itu yang setor
ke Bulog. Tapi mungkin tengkulak-tengkulak yang punya duit. Kalau gak punya
duit dobel ya gak bisa setor ke Bulog, karena dari petani itu langsung bayar.
Kalau Bulog kan menunggu 3 sampai 4 hari baru cair," ungkapnya.
Sukardi mengatakan, kebutuhan uang yang mendesak membuat petani tidak bisa
menunggu pembayaran dari Bulog.
"Selama ini yang terima tengkulak langsung. Bulog mah gak pernah
masuk. Rata-rata semua seperti itu. Saya juga jual gabahnya ke tengkulak,"
ucapnya.
Ia mengatakan, selain kendala pembayaran yang tidak bisa langsung diterima,
proses birokrasi yang rumit dan kuota yang dibatasi juga menjadi penyebab
petani malas menjual gabah ke Bulog.
"Kalau petani mau jual ke Bulog itu harus mengisi prosedur data dulu.
Kemudian Bulog itu menargetkan ke mitra, biasanya cuma minta dua mobil.
Misalnya saya diminta dua mobil ya cuma bisa setor dua mobil itu saja. Jadi
kalau kita punya tiga mobil, yang satu mobil kita bingung mau setor kemana
lagi," jelasnya.
Menurut Sukardi, petani Tejosari sebenarnya ingin menjual gabahnya ke
Bulog, asal syaratnya dipermudah dan dibayarkan secara cepat.
Agus, petani lainnya di Metro mengatakan, pemerintah daerah dan instansi
terkait tidak pernah ada upaya pendampingan atau memfasilitasi agar petani bisa
menjual gabah ke Bulog.
"Karena dari dinas juga gak ada yang berupaya, malah menyarankan suruh
terima saja jual harga Rp5.800 yang penting di babat. Petani-petani inikan
butuh duitnya cepat, maka ketika dapat harga segitu ya dikasih saja akhirnya,"
ujarnya.
Petani di Desa Karanganyar, Kecamatan Labuhan Maringgai, Lampung Timur,
juga lebih banyak menjual gabah ke tengkulak. Penyebab mereka belum dapat
menjual gabah ke Perum Bulog karena belum adanya nota kesepahaman (MoU) dengan
pihak Bulog.
"Petani di desa kami belum bisa menjual gabah ke Bulog karena belum
ada kerjasama. Jadi kalau ingin menjual ke Bulog harus menitipkan melalui desa
lain yang sudah memiliki MoU dengan Bulog," kata Ketua Gabungan Kelompok
Tani (Gapoktan) Karang Rahayu Desa Karanganyar, Bowo, Kamis (10/4/2025).
Bowo mengatakan, untuk bisa menjalin kerjasama dengan Bulog, kelompok tani
harus memiliki surat rekomendasi dari Dinas Pertanian. Padahal, kata dia, para
petani sebenarnya sangat berharap dapat menjual gabahnya ke Bulog karena harga
yang ditawarkan lebih tinggi yakni Rp6.500 per kilogram. Sementara jika dijual
ke tengkulak, harganya hanya sekitar Rp5.900 per kilogram.
"Kalau dijual ke Bulog memang harganya Rp6.500 per kilogram, tapi
biaya untuk tenaga kerja saat menaikkan gabah ke truk ditanggung oleh
petani," katanya.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Lampung Timur, Tri
Wibowo, membenarkan belum semua petani di Lampung Timur dapat menjual gabah ke
Bulog karena keterbatasan kuota dari pihak Bulog.
"Nanti kalau Bulog memberikan instruksi penambahan kuota, kami juga
akan menambah jumlah petani yang bisa menjual ke Bulog," kata Tri.
Sejumlah petani di Kabupaten Pringsewu juga memilih menjual gabah hasil
panennya kepada tengkulak dan pabrik penggilingan padi daripada ke Bulog dengan
alasan lebih praktis.
Sri Hidayati (53), petani di Podomoro, Pringsewu, menuturkan selama ini
gabah hasil panen miliknya dijual ke tengkulak atau pabrik penggilingan padi.
"Hasil panen saya kali ini ada sekitar 6 ton, sebagian sudah saya jual
ke tukang bakul (tengkulak). Untuk harga gabah kering Rp7.200 per kg dan gabah
basah Rp6.200 per kg," kata Sri Hidayati, Kamis (10/4/2025).
Sri mengungkapkan, alasannya menjual gabah ke tengkulak daripada ke Bulog
karena lebih praktis. "Lokasi Bulog jauh, kemudian di sana partai besar.
Sedangkan kami jual gabah antara 1 kwintal sampai 1 ton saja," ungkapnya.
Sagito (48), petani asal Bulurejo, Kecamatan Gadingrejo, juga mengatakan
menjual gabah basah miliknya ke tengkulak dengan harga Rp6.000 per kilogram.
"Kalau jual ke Bulog repot, selisih harganya juga tidak begitu
jauh," kata Sagito.
Ia mengatakan, alasannya lebih memilih menjual gabah basah karena butuh
modal untuk biaya kerja. "Gabah basah bisa dijual langsung, kalau gabah
kering butuh waktu dua hari untuk mengeringkan," ungkapnya.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Pringsewu, Siti Litawati, menyarankan
sebaiknya para petani menjual gabahnya ke Bulog melalui Gapoktan (gabungan
kelompok tani).
"Hal itu sudah kami sosialisasikan mulai dari tingkat pekon hingga
kecamatan. Jadi jika petani menjual gabah 1 kwintal boleh lewat Gapoktan atau
bisa lewat mitra Bulog terdekat," kata Siti.
Beberapa petani padi di Kabupaten Pesawaran juga lebih memilih menjual
gabahnya kepada tengkulak atau pengusaha penggilingan padi dibandingkan ke
gudang Bulog.
"Kalau ke Bulog cuma dihargai Rp6.500 per kilogram. Sedangkan jual
gabah ke tengkulak bisa dapat Rp7.200 per kilogram. Jelas kami pilih yang lebih
tinggi," kata Sukiman, seorang petani di Kecamatan Gedong Tataan, Kamis
(10/4/24).
Menurut Sukiman, harga gabah yang ditawarkan oleh tengkulak dan pengusaha
penggilingan padi masih lebih mahal dibandingkan Bulog.
“Petani tetap senang dengan adanya patokan harga dari Bulog. Itu jadi
pegangan kami agar tidak ditekan harga saat panen raya. Tapi faktanya tengkulak
kasih harga lebih tinggi, ya kami pilih yang lebih menguntungkan,” katanya.
Selain pertimbangan harga, banyak petani di Pesawaran juga telah menjalin
kerja sama dengan pengusaha penggilingan padi lokal.
“Dalam kesepakatan yang sudah dibuat, petani tidak hanya mendapatkan harga
jual yang lebih kompetitif, tetapi juga keuntungan tambahan berupa upah giling
jika memproses padinya di tempat tersebut,” ungkapnya.
"Kalau kami bawa ke penggilingan, gabah bisa langsung digiling dan
dijual dalam bentuk beras, dan kami dapat tambahan dari upah giling. Jadi lebih
menguntungkan," ujarnya
Untuk diketahui di Kabupaten Pesawaran luas lahan persawahan tercatat
12.926.02 hektar yang tersebar di 11 kecamatan. (*)
Berita ini telah terbit di SKH Kupas Tuntas edisi Jumat 11 April 2025
dengan judul “Petani Jual Gabah ke Tengkulak 5.800 per Kilo”
Berita Lainnya
-
Teknokrat dan UNIS Tangerang Jalin Kerja Sama Tingkatkan Tridharma Perguruan Tinggi
Jumat, 18 April 2025 -
Kementan Perkuat Ketahanan Pangan Nasional Lewat Brigade Pangan
Jumat, 18 April 2025 -
Polisi Siapkan Rekayasa Lalin Saat Demo Bela Palestina di Tugu Adipura Besok
Jumat, 18 April 2025 -
Universitas Teknokrat dan SMAN 2 Natar Teken MoU, Dorong Peningkatan Mutu Pendidikan
Jumat, 18 April 2025