• Senin, 21 April 2025

BI: Inflasi Lampung Maret 2025 Naik Jadi 1,96 Persen, Dipicu Tarif Listrik dan Harga Pangan

Rabu, 09 April 2025 - 11.26 WIB
39

Bank Indonesia perwakilan Lampung. Foto: Ist

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Provinsi Lampung mencatat inflasi sebesar 1,96 persen secara bulanan month-to-month (mtm) pada Maret 2025, meningkat signifikan dibanding Februari yang mengalami deflasi sebesar 0,66 persen. Capaian ini lebih tinggi dari rata-rata nasional yang tercatat sebesar 1,65 persen (mtm).

Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Lampung, Achmad P. Subarkah, mengatakan bahwa secara tahunan, inflasi Lampung mencapai 1,58 persen year-on-year (yoy). “Secara tahunan, inflasi di Lampung kembali masuk dalam kisaran target inflasi 2025, yaitu sebesar 2,5 persen plus minus 1 persen,” ujar Achmad dalam siaran pers, Selasa (8/4/2025).

Ia menjelaskan, salah satu faktor utama penyumbang inflasi adalah kenaikan tarif listrik setelah berakhirnya program diskon dari PLN. “Berakhirnya diskon 50 persen tarif listrik bagi pelanggan rumah tangga dengan daya 450VA hingga 2.200VA sangat memengaruhi lonjakan harga,” jelasnya.

Selain tarif listrik, beberapa bahan pangan juga menjadi penyumbang utama inflasi bulan Maret. “Bawang merah, bawang putih, telur ayam ras, dan bayam mencatat kenaikan harga, terutama karena faktor musiman dan distribusi,” terang Achmad.

Menurutnya, harga bawang merah naik akibat berakhirnya musim panen di sentra produksi Jawa Barat. Sedangkan kenaikan harga bawang putih dipicu tertundanya realisasi impor. “Permintaan tinggi selama Ramadan dan menjelang Idulfitri juga memperkuat tekanan harga pangan,” tambahnya.

Meski begitu, sejumlah komoditas justru mengalami penurunan harga dan menahan laju inflasi lebih tinggi. “Harga cabai merah dan cabai rawit turun karena sedang musim panen. Tiket pesawat juga menurun karena adanya insentif PPN yang ditanggung pemerintah,” paparnya.

Bank Indonesia memperkirakan inflasi di Lampung tetap akan terkendali sepanjang 2025, namun tetap ada risiko yang perlu diantisipasi. “Risiko berasal dari naiknya permintaan karena kenaikan UMP, ketidakpastian global yang dorong harga emas, serta program makan bergizi gratis yang picu lonjakan permintaan bahan makanan,” ujar Achmad.

Ia menambahkan, risiko lainnya juga datang dari musim kemarau yang dimulai Juni, yang dapat memengaruhi hasil panen, terutama beras. “Kami waspadai dampaknya terhadap produksi gogo dan distribusi pangan di masa mendatang,” katanya.

Untuk menjaga stabilitas harga, BI dan TPID Lampung terus memperkuat strategi pengendalian inflasi melalui pendekatan 4K, yaitu keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, dan komunikasi efektif.

“Kami pastikan koordinasi lintas sektor tetap terjaga agar dinamika harga tidak berdampak besar pada masyarakat,” pungkas Achmad. (*)