• Kamis, 17 April 2025

Soroti Kisruh Malahayati, Pengamat Ingatkan Rektor Harus Dipilih Berdasarkan Kompetensi Bukan Kedekatan Keluarga

Selasa, 08 April 2025 - 14.23 WIB
122

Pengamat Pendidikan dari Universitas Lampung (Unila), Prof. Undang Rosidin. Foto: Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Universitas Malahayati Bandar Lampung tengah mengalami ketegangan internal setelah adanya penolakan terhadap pelantikan rektor baru yang diusung Ketua Yayasan Musa Bintang untuk menggantikan Khadafi. Penolakan ini diduga kuat akibat adanya dualisme kepemilikan aset di internal yayasan.

Menanggapi hal tersebut, Pengamat Pendidikan dari Universitas Lampung (Unila), Prof. Undang Rosidin, menilai bahwa konflik tersebut merupakan persoalan yayasan yang berkaitan dengan masalah keluarga.

“Ini persoalan yayasan dengan permasalahan keluarga,” ujar Prof. Undang kepada Kupastuntas.co, Selasa (8/4/2025).

Ia mengatakan, apabila sebuah yayasan mengedepankan prinsip profesionalisme, mestinya pemilihan rektor dilakukan secara objektif. Sebagai perbandingan, ia mencontohkan IBI Darmajaya yang juga dimiliki oleh yayasan keluarga, namun rektornya saat ini berasal dari pihak eksternal.

“Kalau memang dengan prinsip profesionalisme, sebenarnya yang saya ketahui di IBI Darmajaya itu yayasan keluarga tapi rektornya dari pihak eksternal, bukan keluarga,” kata dia.

Karena itu, menurutnya, konflik yang terjadi di Universitas Malahayati hendaknya tidak sampai mengganggu proses belajar mengajar di kampus.

“Saya berpikir, jangan sampai konflik internal ini mengganggu kenyamanan. Di situ ada mahasiswa, ada dosen yang benar-benar berkomitmen meningkatkan kualitas pendidikan. Jadi harus secara bijaksana mendamaikan antara dua kubu atau beberapa kubu yang berkonflik agar segera diselesaikan. Saya kira ini bisa diselesaikan seperti yang diharapkan,” jelasnya.

Prof. Undang juga menekankan pentingnya menjaga situasi internal yayasan agar tidak menimbulkan friksi yang merugikan dunia pendidikan.

“Saya kira yayasan itu sebaiknya tidak terlalu menunjukkan friksi di dalamnya, sehingga betul-betul harus kondusif soal keberadaan posisi rektor,” lanjutnya.

Ia menegaskan bahwa posisi rektor seharusnya dipilih berdasarkan kompetensi dan profesionalisme, bukan karena kedekatan keluarga.

“Karena rektor itu pelaksana yang memimpin perguruan tinggi. Penunjukan rektor harus berdasarkan kompetensi dan kemampuan profesional, itu yang harus jadi tolak ukur. Jadi tidak lagi karena ada hubungan keluarga, penunjukan rektor harus dilakukan secara objektif tanpa intervensi apa pun,” tandasnya. (*)