• Kamis, 10 April 2025

Dampak Tarif Trump Pengaruhi Ekspor Lampung ke AS, Pemerintah Diminta Segera Bertindak

Senin, 07 April 2025 - 09.09 WIB
92

Wakil Ketua Umum Bidang Rantai Pasok Kadin Lampung, Ahmad Jares Mogni. Foto: Ist

Sri

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, baru-baru ini mengumumkan kebijakan tarif baru sebesar 10% untuk hampir semua barang impor yang masuk ke AS. Tidak hanya itu, kebijakan ini juga mencakup penerapan 'Tarif Timbal Balik' terhadap sejumlah negara, termasuk Indonesia, dengan tarif impor sebesar 32%.

Kebijakan ini jelas akan memberikan dampak besar, tidak hanya bagi perekonomian Indonesia, tetapi juga bagi sejumlah sektor industri di daerah, termasuk Lampung, yang merupakan salah satu provinsi penghasil komoditas ekspor unggulan.

Wakil Ketua Umum Bidang Rantai Pasok Kadin Lampung, Ahmad Jares Mogni, menjelaskan bahwa Amerika Serikat merupakan salah satu tujuan ekspor utama bagi produk-produk dari Lampung.

Nilai ekspor produk Lampung ke AS mencapai lebih dari USD 80 juta setiap bulan, dengan komoditas unggulan seperti udang beku, seafood, kopi, CPO, dan nanas. Namun, dengan penerapan tarif sebesar 32% pada produk Indonesia, termasuk yang berasal dari Lampung, Ahmad memperkirakan akan ada dampak negatif yang cukup besar bagi para eksportir di daerah tersebut.

“Penerapan tarif AS ini tentu akan mengurangi daya saing produk Indonesia, khususnya dari Lampung, di pasar AS. Komoditas seperti udang beku, seafood, kopi, dan CPO mungkin akan mengalami penurunan permintaan, yang berdampak pada volume ekspor kita,” ujar Ahmad. Senin (7/4/2025).

Lebih lanjut, Ahmad mengungkapkan adanya potensi banjir impor dari negara lain yang mencoba mencari alternatif pasar ekspor selain AS. Negara-negara tersebut kemungkinan besar akan mengalihkan pengiriman produk mereka ke negara-negara dengan tarif yang lebih rendah, termasuk Indonesia. Dampaknya, Indonesia bisa menghadapi situasi yang lebih sulit dalam menjaga keseimbangan perdagangan internasional.

“Meningkatnya impor dari negara lain yang mencari pasar ekspor baru akan berpotensi memperburuk neraca perdagangan Indonesia. Hal ini tentu dapat memperburuk defisit perdagangan yang sudah terjadi sebelumnya,” jelasnya.

Selain itu, nilai dolar yang semakin tinggi juga diprediksi akan memperburuk keadaan. Menurut Ahmad, hal ini akan meningkatkan beban bagi sektor industri Indonesia yang bergantung pada impor bahan baku dan barang modal.

"Maka dalam hal ini pentingnya kebijakan pemerintah untuk menjaga stabilitas rupiah dan menciptakan kebijakan ekonomi yang mendukung sektor ekspor dan impor, " ucapnya.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), beberapa komoditas ekspor Indonesia yang paling sering diekspor ke AS dan diperkirakan akan terdampak oleh kebijakan tarif ini adalah mesin dan perlengkapan elektrik (HS 85) yang nilainya mencapai 4,18 miliar dolar AS, pakaian dan aksesorinya (rajutan) (HS 61) dengan nilai 2,48 miliar dolar AS, serta kopi dan teh (HS 09) yang nilainya 455,77 juta dolar AS.

Selain itu, produk seperti alas kaki (HS 64), kimia dasar organik (HS 29), serta kendaraan dan aksesori (HS 87) juga akan merasakan dampak dari kebijakan tarif impor tersebut. Pakaian dan aksesori pakaian yang tidak dirajut atau dikait (HS 62) yang nilainya mencapai 2,1 miliar dolar AS, menjadi salah satu komoditas lain yang diperkirakan bakal mengalami penurunan volume ekspor.

Dalam menghadapi kebijakan tarif ini, pemerintah Indonesia diharapkan dapat segera merumuskan langkah-langkah strategis untuk menjaga daya saing produk Indonesia di pasar global.

Selain mencari alternatif pasar ekspor lain, seperti di kawasan Asia atau Eropa, penting juga untuk memperkuat sektor domestik dan menjaga stabilitas ekonomi di dalam negeri.

“Pemerintah harus segera merespons situasi ini dengan kebijakan yang dapat menjaga stabilitas rupiah dan mendorong ekspor ke pasar lain yang lebih terbuka. Selain itu, perlu ada langkah untuk menanggulangi dampak negatif terhadap sektor-sektor yang sangat bergantung pada pasar AS,” ujar Ahmad. (*)