• Jumat, 21 Maret 2025

Kata Pengamat Soal 2 Oknum TNI Terduga Penembak Polisi di Lampung Masih Berstatus Saksi

Kamis, 20 Maret 2025 - 15.53 WIB
112

Pengamat hukum sekaligus dosen Fakultas Hukum Universitas Bandar Lampung (UBL), Dr. Benny Karya Limantara, S.H., M.H. Foto: Dok.

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Status 2 oknum TNI yang diduga terlibat dalam kasus penembakan anggota Polri di Way Kanan masih menjadi perbincangan publik. Hingga kini, meskipun alat bukti telah dikumpulkan, oknum tersebut masih berstatus saksi.

Menanggapi hal itu, Pengamat hukum sekaligus dosen Fakultas Hukum Universitas Bandar Lampung (UBL), Dr. Benny Karya Limantara, S.H., M.H., mengatakan, penetapan tersangka harus berdasarkan alat bukti yang sah.

"Sesuai Pasal 184 ayat (1) KUHAP, alat bukti yang sah meliputi keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Dalam kasus ini, beberapa alat bukti seperti hasil forensik dan balistik sudah ada," ujarnya.

Namun, Benny menegaskan bahwa untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka, dibutuhkan minimal dua alat bukti yang sah.

"Jika alat bukti sudah cukup, seharusnya status saksi bisa ditingkatkan menjadi tersangka. Tidak ada alasan untuk menunda jika bukti telah memenuhi syarat," tegasnya.

Ia juga menyoroti pentingnya transparansi dalam proses hukum agar tidak menimbulkan kecurigaan di masyarakat.

"Proses penyelidikan harus dilakukan secara cepat, profesional, dan sesuai aturan. Penyidik harus memastikan bahwa tidak ada intervensi dalam penegakan hukum," kata Benny.

Baca juga : Tragedi Tewasnya Tiga Polisi di Way Kanan, 1 Warga Sipil Jadi Tersangka 2 Oknum TNI Masih Saksi

Menurutnya, alasan mengapa oknum TNI tersebut masih berstatus saksi bisa jadi karena proses penyelidikan yang masih berjalan.

"Tim satgas gabungan dari TNI dan Polri mungkin masih mendalami alat bukti sebelum menetapkan status tersangka. Ini bisa menjadi langkah kehati-hatian agar tidak terjadi kesalahan dalam proses hukum," jelasnya.

Terkait dengan hukum yang berlaku bagi anggota TNI yang terlibat dalam tindak pidana, Benny mengatakan bahwa sanksi pidana tetap berlaku sesuai KUHP.

"Pasal 338 atau 340 KUHP tentang pembunuhan tetap diterapkan. Yang membedakan hanya tempat peradilannya. Jika pelaku adalah warga sipil, kasusnya akan ditangani pengadilan negeri, sementara jika anggota TNI, kasusnya diproses di pengadilan militer," paparnya.

Ia juga menambahkan bahwa masyarakat berhak untuk terus mengawal jalannya proses hukum. "Kasus ini sudah menjadi perhatian publik, dan itu penting agar proses hukum berjalan transparan. Jika ada kejanggalan, masyarakat bisa menuntut kejelasan melalui mekanisme hukum yang ada," ucapnya.

Benny menyarankan agar keluarga korban menggunakan jalur hukum jika merasa ada ketidakadilan dalam penyelidikan.

"Keluarga korban dapat mengajukan gugatan praperadilan jika merasa bahwa status tersangka tidak kunjung ditetapkan meskipun alat bukti telah cukup," katanya.

Ia berharap agar proses hukum dalam kasus ini dapat berjalan transparan dan adil. "Hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu. Kepastian hukum harus diberikan kepada masyarakat, terutama keluarga korban yang menuntut keadilan," tutupnya. (*)