• Rabu, 19 Maret 2025

Percepatan Pengangkatan CPNS-PPPK, Pengamat: Transparansi dan Kepastian Hukum Jadi Kunci

Rabu, 19 Maret 2025 - 11.34 WIB
44

Pengamat Hukum yang juga Dosen FH Universitas Bandar Lampung (UBL), Anggalana. Foto: Ist.

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Pemerintah Pusat memutuskan mempercepat pengangkatan calon pegawai negeri sipil (CPNS) atau CPNS (CASN) dan calon pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menyatakan pengangkatan CPNS 2024 itu akan dilakukan paling lambat pada Juni 2025.

Terkait hal itu, Pengamat Hukum Universitas Bandar Lampung (UBL), Anggalana memberikan pandangannya yakni menekankan pentingnya transparansi dan kepastian hukum dalam pelaksanaannya.

Menurut Anggalana, kebijakan percepatan pengangkatan CPNS dan PPPK yang diusung oleh Presiden Prabowo Subianto sah secara hukum.

"Dalam perspektif hukum administrasi negara, kebijakan ini bisa dilakukan selama memenuhi tiga alasan: mencegah stagnansi pemerintahan, sesuai kewenangan, dan memenuhi prinsip pertanggungjawaban," kata Anggalana, saat dikonfirmasi, Rabu (19/3/2025).

Namun, Anggalana mengingatkan bahwa kebijakan ini harus dijalankan dengan hati-hati. "Pengangkatan CPNS direncanakan pada Juni 2025, sementara anggaran untuk hak-hak pegawai belum dianggarkan dalam APBN 2025. Ini bisa menimbulkan ketidakpastian hukum terkait pembayaran gaji dan tunjangan pegawai," jelasnya.

Anggalana juga menyorot masalah tenaga honorer yang masih menjadi persoalan klasik. Meski pemerintah pusat telah mengeluarkan moratorium pengangkatan tenaga honorer, banyak daerah dan instansi yang masih melakukan rekrutmen honorer baru.

"Ini menyebabkan tenaga honorer terus menumpuk, sementara kemampuan pemerintah untuk memenuhi hak-hak mereka terbatas," ujarnya.

Kebijakan percepatan pengangkatan CPNS dan PPPK, menurut Anggalana, bisa menjadi solusi afirmasi terakhir untuk mengakomodir tenaga honorer yang memenuhi syarat, terutama yang masuk dalam kategori K2.

"Ini upaya untuk menghindari diskriminasi terhadap tenaga honorer yang sudah lama mengabdi tetapi belum diangkat," tambahnya.

Anggalana menekankan pentingnya transparansi dalam proses rekrutmen CPNS dan PPPK. Meski rekrutmen CPNS dinilai sudah cukup transparan dengan menggunakan sistem Computer Assisted Test (CAT), proses rekrutmen PPPK masih sering ditemukan tidak memenuhi prinsip akuntabilitas.

"Banyak kasus di lapangan di mana peserta PPPK dari skema K2 tidak memenuhi syarat, seperti masa pengabdian yang belum cukup, tetapi lolos seleksi. Ini perlu diatasi dengan membuka proses seleksi untuk uji publik," tegasnya.

Terkait perbedaan jadwal pengangkatan CPNS (Juni 2025) dan PPPK (Oktober 2025), Anggalana menilai hal ini tidak akan terlalu mempengaruhi efektivitas kerja di instansi pemerintah.

"Pemerintah memiliki manajemen yang kuat untuk mengatur sumber daya manusia dan anggaran. Pengangkatan bertahap ini justru bisa menjadi strategi untuk menghindari shock budgeting," ujarnya.

Anggalana menyarankan agar pemerintah melakukan inventarisasi kebutuhan sumber daya manusia secara mendetail sebelum melakukan pengangkatan.

"Dengan mengetahui kebutuhan yang sesungguhnya, pemerintah bisa menentukan skala prioritas pengangkatan, sehingga tidak terjadi penumpukan pegawai di satu instansi sementara instansi lain kekurangan," jelasnya.

Anggalana berharap, kebijakan percepatan pengangkatan CPNS dan PPPK ini dapat dilaksanakan dengan transparan dan akuntabel.

"Prinsip utama yang harus dijaga adalah kepastian hukum bagi pegawai yang diangkat dan transparansi dalam proses rekrutmen. Dengan begitu, kebijakan ini bisa memberikan manfaat maksimal tanpa menimbulkan masalah baru," pungkasnya.

Dengan adanya kebijakan ini, diharapkan pemerintah dapat memenuhi kebutuhan sumber daya manusia sekaligus memberikan kepastian hukum bagi para pegawai yang diangkat. (*)