• Rabu, 19 Maret 2025

75.219 Anak di Lampung Putus Sekolah

Rabu, 19 Maret 2025 - 11.55 WIB
26

75.219 Anak di Lampung Putus Sekolah. Foto: Ist.

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Jumlah anak putus sekolah pada jenjang pendidikan SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA di Provinsi Lampung tahun 2024 mencapai 75.219 anak.

Berdasarkan Pusat Data dan Teknologi Informasi Kementerian Pendikan Dasar dan Menengah yang dikutip melalui website data.dikdasmen.go.id, Rabu (19/3/2025), jumlah tersebut terdiri dari anak putus sekolah jenjang SD/MI yang sebanyak 22.028 anak.

Dijelaskan bahwa banyaknya anak yang tidak bersekolah pada jenjang SD/sederajat karena tidak mampu menyelesaikan pendidikan atau dikeluarkan dari satuan pendidikan, dan anak yang telah lulus SD/sederajat namun tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang SMP/sederajat.

Berikutnya, jumlah anak putus sekolah jenjang SMP/MTs sebanyak 41.857 anak. Banyaknya anak yang tidak bersekolah pada jenjang SMP/sederajat karena tidak mampu menyelesaikan pendidikan atau dikeluarkan dari satuan pendidikan, dan anak yang telah lulus SMP/sederajat namun tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA/sederajat.

Sementara jumlah anak putus sekolah jenjang SMA/MA sebanyak 11.334 anak. Banyaknya anak yang tidak bersekolah pada jenjang SMA/sederajat karena tidak mampu menyelesaikan pendidikan atau dikeluarkan dari satuan pendidikan.

Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen), Fajar Riza UI Haq mengatakan, salah satu upaya menekan angka putus sekolah dengan mengenalkan program relawan mengajar.

"Kita melihat mungkin ada sekitar 4 jutaan anak putus sekolah yang ada di Indonesia, itu menjadi konsen pemerintah. Salah satu terobosan yang kami tawarkan adalah dengan melalui mengintensifkan pembelajaran di luar kelas karena kita memahami yang penting bukan schooling, tapi learning-nya," kata Fajar.

"Jadi proses kayak di PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat), di masyarakat, itu bisa menolong untuk mengurangi angka putus sekolah. Karena kami sekarang menerjemahkan bahwa belajar itu tidak harus di sekolah, maka yang kita terapkan adalah learning-nya bukan schooling-nya. Maka, pendidikan-pendidikan nonformal itu akan menjadi salah satu alternatif untuk mengurangi angka putus sekolah termasuk juga nanti kami di kementerian akan mengenalkan namanya program relawan mengajar," sambung Fajar.

Relawan mengajar tersebut, kata Fajar, datang dari masyarakat yang punya komitmen terhadap pendidikan dan bisa memberikan layanan pendidikan ketika ada keterbatasan SDM dari pemerintah.

"Misalnya di daerah-daerah 3T (daerah tertinggal, terdepan, terluar) di daerah-daerah yang marginal di mana akses pendidikan susah, terbatas, maka kita akan memberdayakan kelompok-kelompok masyarakat yang ada di situ. Bisa di musala, bisa di masjid, bisa di gereja, misalnya kalau di Indonesia Timur kan. Jadi, kita akan mengintensifkan pembelajaran di luar sekolah," kata Fajar.

"(Relawan mengajar) Diutamakan warga lokal. Kami, kemarin baru bertemu dengan teman-teman di Papua. Contohnya di Papua dan kita sedang membicarakan bahwa yang menjadi guru adalah masyarakat setempat. Memang ada problem keterbatasan soal kompetensi yang nggak bisa disamakan yang di Jawa, tapi itu bisa kita atasi," terangnya.

"Kita akan bekali mereka dengan kemampuan pedagogik. Yang penting anak-anak di sana, daerah 3T dapat mengenyam pembelajaran yang baik, standar minimal. Nah salah satu caranya kita akan mengefektifkan tadi tokoh-tokoh masyarakat, aktivis-aktivis masyarakat," pungkasnya. (*)