• Selasa, 18 Maret 2025

Pelayanan Tenaga Medis Kurang Ramah, Walikota Metro Tegur Direktur RSUD Sumbersari Bantul

Selasa, 18 Maret 2025 - 13.29 WIB
229

Walikota Metro, H. Bambang Iman Santoso, bersama Wakil Walikota Metro, Dr. M. Rafieq Adi Pradana, saat melakukan Sidak ke RSUD Sumbersari Bantul. Foto: Arby/kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Metro - Inspeksi mendadak (Sidak) yang dilakukan Walikota Metro, H. Bambang Iman Santoso, bersama Wakil Walikota, Dr. M. Rafieq Adi Pradana, di RSUD Sumbersari Bantul, mengungkap sejumlah permasalahan serius dalam pelayanan rumah sakit. Salah satu sorotan utama adalah kurangnya keramahan tenaga medis dalam melayani pasien.

Namun, yang lebih mencengangkan adalah sikap Direktur RSUD Sumbersari Bantul, dr. Anita, yang justru menolak untuk diwawancarai wartawan terkait temuan dalam sidak tersebut. Sikap tertutup ini menimbulkan pertanyaan besar, ada apa sebenarnya di balik dinding rumah sakit di ujung selatan Metro tersebut?

Dalam sidaknya, Walikota Metro didampingi Wakil Walikota, Sekda, dan jajaran pejabat lainnya. Mereka menelusuri berbagai ruangan rumah sakit, mencermati fasilitas, dan berinteraksi dengan tenaga medis serta pasien.

Dari hasil inspeksi tersebut, Bambang Iman Santoso menyoroti beberapa kekurangan, terutama terkait kualitas pelayanan.

"Tentunya ini demi kebaikan dalam pelayanan kesehatan untuk masyarakat. Kami juga menyarankan agar terkait masalah pelayanan, terutama tentang keramahan," kata Bambang, dalam wawancara usai sidak tersebut, Selasa (18/3/2025).

Ia menambahkan bahwa keramahan menjadi faktor penting dalam meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap rumah sakit. Bahkan, ia secara langsung meminta Direktur RSUD untuk meningkatkan aspek ini.

"Kami sudah melihat banyak hal. Saya didampingi bapak Wakil Walikota, Pak Sekda, dan seluruh asisten. Kami mengecek RSUD Sumbersari Bantul ini. Setelah kami adakan pengecekan dan masuk ke berbagai ruangan, kami mungkin akan memiliki pemikiran-pemikiran baru," jelasnya.

Bambang bahkan menyoroti sepinya pasien di RSUD tersebut, yang diduga akibat pelayanan yang kurang ramah. Walikota meminta Direktur untuk meningkatkan kualitas pelayanan.

"Yang paling penting adalah keramahan. Jika dikatakan RSUD Bantul ini agak sepi dan lain sebagainya, maka kita perlu memikirkan apakah itu disebabkan oleh layanan yang diberikan kurang ramah. Karena itu, saya menyampaikan kepada Bu Direktur tadi, ayo jika mungkin pelayanan belum ramai, maka keramahan dalam melayani masyarakat harus ditingkatkan," tandasnya.

Namun, ketika awak media berupaya menggali lebih dalam soal pelayanan dan langkah perbaikan yang akan diambil, dr. Anita memilih bungkam.

Aktivis Gerakan Transparansi Rakyat (Getar) Kota Metro, Toma Alfa Edison, menilai bahwa sikap tertutup seorang pejabat publik dalam menghadapi pertanyaan media tentu bukan hal yang bisa dianggap sepele.

Menurutnya, rumah sakit adalah fasilitas pelayanan publik yang seharusnya transparan dalam memberikan informasi terkait layanan kesehatan.

"Penolakan wawancara yang dilakukan dr. Anita justru memunculkan spekulasi liar. Apakah ada masalah internal yang ingin ditutupi? Apakah rumah sakit memang menghadapi krisis manajemen yang lebih besar dari sekadar isu keramahan tenaga medis? Ini yang sekarang menjadi pertanyaan mendasar," ungkapnya saat dikonfirmasi Kupastuntas.co melalui sambungan telepon.

Toma bahkan menyebut bahwa ketertutupan tersebut menimbulkan kekhawatiran terkait akuntabilitas pengelolaan rumah sakit. Jika seorang direktur rumah sakit enggan berkomentar atas kritik yang disampaikan langsung oleh kepala daerah, bagaimana dengan keluhan pasien yang mungkin tak terdengar?

"Dalam sistem pemerintahan yang demokratis, transparansi menjadi elemen kunci dalam pelayanan publik. RSUD Sumbersari Bantul sebagai rumah sakit daerah seharusnya menjadikan kritik sebagai bahan evaluasi dan menunjukkan keterbukaan dalam perbaikan layanan," ungkapnya.

Aktivis senior di Metro tersebut juga menyoroti bahwa sikap Direktur yang menutup akses informasi bagi media sama saja dengan mengabaikan hak masyarakat untuk mengetahui bagaimana pelayanan kesehatan dijalankan.

"Ini bisa menjadi preseden buruk bagi rumah sakit daerah lainnya. Sikap Direktur RSUD yang menolak wawancara bisa dianggap sebagai bentuk ketidaksiapan menerima kritik, atau bahkan lebih buruk, ada sesuatu yang memang sengaja disembunyikan dari publik," bebernya.

Kini, bola ada di tangan Pemerintah Kota Metro. Jika kritik dari Wali Kota dan jajaran tidak ditindaklanjuti dengan perbaikan nyata, maka masyarakat akan semakin skeptis terhadap komitmen Pemkot dalam memperbaiki layanan kesehatan.

"Apakah sikap tertutup Direktur RSUD ini akan ditoleransi, ataukah Pemkot Metro akan turun tangan lebih jauh untuk memastikan transparansi dan peningkatan kualitas layanan? Publik menanti langkah konkret, bukan sekadar wacana," tandasnya. (*)