• Senin, 17 Maret 2025

Mahyudin Sebut Banyak Pihak Lain Ikut Nikmati Aliran Dana Korupsi Insentif Satpol PP Lamsel

Senin, 17 Maret 2025 - 16.20 WIB
569

Salah satu terdakwa Mahyudin saat memberikan kesaksian di sidang Tipikor Tanjungkarang, Senin (17/3/25). Foto: Paulina/Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi insentif anggota Satpol PP Lampung Selatan kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Tanjungkarang pada Senin (17/3/2025). Agenda persidangan kali ini adalah pemeriksaan terdakwa, di mana para terdakwa saling memberikan kesaksian terkait perkara yang menjerat mereka. 

Dalam persidangan, salah satu terdakwa, Mantan Kepala Bidang Ketertiban Umum (Kabid Tibum) Sat Pol PP Kabupaten Lampung Selatan Mahyudin, memberikan keterangannya di hadapan majelis hakim. Ia menyatakan bahwa praktik pemotongan insentif ini telah berlangsung sejak tahun 2018, jauh sebelum dirinya dan dua terdakwa lainnya terlibat dalam pengelolaan dana tersebut. Menurutnya, ada pihak lain yang juga bertanggung jawab atas aliran dana insentif yang diduga diselewengkan. 

“Jangan hanya kami bertiga yang bertanggung jawab dalam kasus ini. Kegiatan ini sudah berlangsung sejak 2018, dan banyak pihak lain yang ikut menerima uang tersebut,” ujar Mahyudin dalam persidangan. 

Agus Lispandi, selaku Kasubag Keuangan yang juga terdakwa, turut memberikan kesaksian. Ia mengaku hanya menjalankan perintah atasan dan tidak memiliki kewenangan untuk mengubah sistem yang telah berjalan. “Saya hanya menjalankan tugas sesuai dengan arahan atasan. Saya tidak punya kuasa untuk menentukan besaran pemotongan atau alokasi dana,” kata Agus. 

Sementara itu, Intan Melcondona, terdakwa lainnya yang menjabat sebagai Bendahara, menyatakan bahwa dirinya hanya bertugas mencatat dan mendistribusikan dana sesuai dengan instruksi yang diberikan. “Saya hanya melakukan pencatatan dan pembagian dana berdasarkan surat perintah yang ada. Saya tidak terlibat dalam proses pengambilan keputusan,” ujar Intan. 

Pernyataan para terdakwa diperkuat dengan keterangan saksi yang dihadirkan dalam sidang. Saksi menyebut bahwa pemotongan insentif dilakukan secara sistematis selama bertahun-tahun, dengan jumlah penerima manfaat yang lebih luas dari hanya tiga terdakwa saat ini. Beberapa nama yang disebut dalam persidangan disebut-sebut menerima uang dalam kisaran Rp3 juta hingga Rp12 juta per orang. 

Heri, kuasa hukum Mahyudin, menegaskan bahwa kliennya hanya menjalankan sistem yang telah berlangsung sejak lama dan tidak memiliki kewenangan utama dalam menentukan kebijakan tersebut.

“Dari keterangan saksi, dapat kita lihat bahwa praktik ini sudah berjalan sejak 2018 dan tidak ada perintah langsung dari klien kami untuk melakukan pemotongan dana insentif. Artinya, ada struktur yang lebih besar dalam kasus ini,” ujar Heri di luar persidangan. 

Selain itu, Heri juga meminta agar proses hukum tidak berhenti pada tiga terdakwa saja. Ia berharap majelis hakim dan jaksa dapat mengembangkan kasus ini lebih luas agar seluruh pihak yang terlibat bisa dimintai pertanggungjawaban. 

Dalam persidangan ini, terungkap bahwa total saksi yang telah memberikan keterangan berjumlah 29 orang. Namun, dari jumlah tersebut, hanya tiga orang yang dijadikan terdakwa. Hal ini memunculkan pertanyaan mengenai kemungkinan adanya aktor lain yang lebih besar di balik kasus ini. 

Sidang berjalan cukup dinamis dengan perbedaan keterangan antara para terdakwa dan saksi. Majelis hakim terus menggali informasi untuk mendapatkan gambaran lebih jelas mengenai aliran dana serta pihak-pihak yang turut menikmati insentif yang tidak semestinya. 

Dengan selesainya pemeriksaan terdakwa, sidang selanjutnya dijadwalkan akan memasuki tahap pembacaan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) pekan depan. Kasus ini masih menjadi sorotan publik, terutama terkait bagaimana hukum akan menindak pihak-pihak lain yang disebut turut menikmati dana tersebut. (*)