• Minggu, 16 Maret 2025

HUT ke-61 Pemprov Lampung, Pengamat Ekonomi Sorot Defisit APBD

Minggu, 16 Maret 2025 - 13.26 WIB
34

Pengamat ekonomi dari Universitas Lampung, Prof. Nairobi. Foto: Ist.

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung akan merayakan hari jadinya yang ke-61 pada 18 Maret 2025. Namun, di tengah peringatan tersebut, Pemprov menghadapi tantangan dalam pengelolaan keuangan daerah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2025.

Hal itu bukan tanpa sebab, Pemprov Lampung mengalami defisit pada APBD 2024.

Saat ini, Pemprov Lampung masih memiliki utang dana bagi hasil kepada 15 kabupaten/kota sebesar Rp235 miliar, serta utang pajak kendaraan bermotor (PKB) yang mencapai Rp1,4 triliun. Kondisi ini menjadi perhatian serius bagi berbagai pihak, termasuk para pengamat ekonomi.

Pengamat ekonomi dari Universitas Lampung, Prof. Nairobi, menilai bahwa pemerintah daerah perlu mengambil langkah strategis untuk mengatasi defisit tersebut.

Menurutnya, ada beberapa kebijakan yang dapat diterapkan, di antaranya penghematan anggaran, peningkatan pendapatan asli daerah (PAD), serta efisiensi pengelolaan keuangan.

"Pemprov harus melakukan evaluasi belanja dan memangkas anggaran untuk kegiatan yang tidak mendesak. Selain itu, optimalisasi pajak daerah dan diversifikasi sumber pendapatan juga bisa menjadi solusi," ujar Prof. Nairobi, Minggu (16/3/2025).

Selain itu, ia menekankan pentingnya digitalisasi dan transparansi dalam pengelolaan keuangan daerah guna meningkatkan efisiensi dan mencegah kebocoran anggaran. Audit keuangan juga perlu dilakukan secara berkala untuk memastikan akuntabilitas.

Menurutnya, Pemprov Lampung harus mulai menjajaki pendanaan berbasis proyek melalui skema kemitraan publik-swasta (PPP) serta mencari sumber pendanaan alternatif dari lembaga donor internasional.

"Restrukturisasi utang dengan melakukan negosiasi ulang juga bisa menjadi solusi untuk meringankan beban pembayaran," katanya.

Pemprov juga lanjutnya, harus memprioritaskan program yang benar-benar berdampak pada kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi.

"Reformasi kebijakan juga diperlukan agar pengelolaan keuangan daerah lebih efisien dan berkelanjutan," tutupnya. (*)