• Kamis, 13 Maret 2025

Prof Nairobi: Pembatasan Truk Selama Lebaran 2025 Jangan Sampai Rugikan Pengusaha

Kamis, 13 Maret 2025 - 11.52 WIB
20

Pengamat ekonomi Universitas Lampung (Unila) Prof. Nairobi. Foto: Ist

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Pemerintah menerapkan kebijakan pembatasan operasional kendaraan angkutan barang selama 16 hari pada masa arus mudik dan balik Lebaran 2025. Kebijakan ini tertuang dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) yang bertujuan mengurangi kepadatan lalu lintas dan meningkatkan kelancaran perjalanan masyarakat. Namun, kebijakan ini menuai beragam tanggapan dari pelaku usaha dan pengamat ekonomi.

Pengamat ekonomi Universitas Lampung (Unila) Prof. Nairobi menilai kebijakan ini memiliki dampak yang cukup signifikan terhadap berbagai sektor, terutama industri logistik dan perdagangan. Ia mengatakan bahwa pembatasan truk dapat menghambat distribusi barang, menyebabkan keterlambatan pengiriman, hingga berpotensi menimbulkan kenaikan harga di pasaran.

"Pengusaha yang bergantung pada transportasi darat untuk distribusi produk pasti akan terdampak. Keterlambatan pengiriman bisa menyebabkan kelangkaan barang di beberapa daerah dan pada akhirnya memengaruhi harga di pasar," ujar Nairobi saat dihubungi di Kota Bandar Lampung, Kamis (13/3/2025).

Selain itu lanjutnya, pengusaha transportasi juga menghadapi tantangan besar akibat pembatasan ini. Pengurangan jumlah perjalanan dalam kurun waktu 16 hari bisa berdampak pada pendapatan mereka. Namun, Nairobi menyebut bahwa kebijakan ini juga berpotensi memberikan dampak positif jika diimbangi dengan solusi yang tepat.

"Jika pengusaha transportasi bisa menyesuaikan jadwal pengiriman atau mencari alternatif seperti moda transportasi kereta dan kapal, dampak negatifnya bisa diminimalisir," lanjutnya.

Untuk mencapai solusi yang lebih optimal, Nairobi mengusulkan beberapa langkah yang dapat diambil oleh pemerintah dan pelaku usaha.

Pertama, penjadwalan pengiriman barang sebelum periode pembatasan diberlakukan perlu dioptimalkan. Pemerintah dapat memberikan insentif bagi pengusaha yang mengatur pengiriman lebih awal guna menghindari gangguan distribusi.

Kedua, pemanfaatan moda transportasi alternatif seperti kereta dan kapal laut harus diperluas. Dengan demikian, distribusi barang tetap berjalan meskipun truk dibatasi di jalan raya.

Ketiga, perusahaan logistik dapat menyediakan layanan penyimpanan sementara bagi barang yang tidak bisa dikirim selama periode pembatasan. Hal ini bertujuan agar barang tetap tersedia di pasar tanpa harus menunggu distribusi kembali normal.

"Keempat, komunikasi yang efektif antara pemerintah, pengusaha, dan masyarakat sangat diperlukan agar kebijakan ini berjalan dengan baik. Informasi terkait jadwal pembatasan dan alternatif pengiriman harus disosialisasikan lebih awal agar semua pihak dapat beradaptasi," tuturnya.

Terakhir, Nairobi menilai pentingnya pemberian insentif bagi pengusaha transportasi yang beroperasi di luar periode pembatasan. Hal ini bisa berupa penyesuaian tarif atau dukungan operasional lainnya untuk mengompensasi potensi kerugian akibat pembatasan truk.

"Yang terpenting adalah bagaimana kebijakan ini tidak hanya memprioritaskan kelancaran arus mudik, tetapi juga mempertimbangkan dampaknya terhadap sektor ekonomi secara keseluruhan. Jika semua pihak terlibat dalam diskusi dan ada solusi yang tepat, kita bisa mencapai titik keseimbangan yang menguntungkan semua," pungkasnya. (*)