Polemik Harga Singkong, Pansus Sebut Perusahan Besar Tidak Patuhi Ketetapan Kementan

Rapat Dengar Pendapat (RDP) Pansus Tata Niaga Singkong dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Provinsi Lampung, di ruang rapat Komisi DPRD setempat. Selasa, 11 Maret 2025. Foto: Yudha/Kupastuntas.co
Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Ketua Pansus Tata Niaga Singkong DPRD
Provinsi Lampung, Mikdar Ilyas, menyebut terdapat dua kategori perusahaan
singkong, yaitu menengah ke atas dan menengah ke bawah. Terdapat perbedaan
sikap antara kedua kategori perusahaan singkong tersebut atas keputusan
Kementrian Pertanian (Kementan) soal harga singkong.
Anggota DPRD Fraksi Gerindra ini menjelaskan, Kementan telah menetapkan
harga Rp1.350 per kilogram singkong yang dibeli perusahaan. Namun, perusahaan
besar seperti PT Bumi Waras (BW) dan PT Sinar Laut tidak menuruti, sedangkan
yang mengikuti aturan justru perusahaan kecil.
"Pabrik menengah ke bawah sudah mengakomodasi surat edaran dari Dirjen
Kementan walaupun tidak sepenuhnya karena masih ada potongan kotor, potongan
bonggol, dan sebagainya, tapi mereka tetap buka," jelas Mikdar Ilyas saat
dimintai keterangan di Kantor DPRD Lampung, Selasa, 11 Maret 2025.
"Kondisi perusahaan yang buka-tutup ini terjadi pada PT Sinar Laut dan
PT BW sebagai dua perusahaan besar menengah ke atas. Ketika PT BW dan PT Sinar
Laut tutup, maka hasil kebun petani singkong tidak tertampung dan menjadi
kendala," tambahnya.
Mikdar mengatakan, dirinya telah menerima surat dari petani terkait
kebijakan PT BW dan PT Sinar Laut yang tidak sesuai dengan edaran Kementan. Dua
perusahaan itu tetap mengacu pada hitungan mereka sendiri.
"Yang kita inginkan ini adalah Dirjen Kementan agar kebijakan tersebut
dihargai. Walaupun mungkin tidak ada kekuatan hukum, tetap ada dampaknya jika
membangkang. Pemerintah daerah ini adalah perpanjangan dari pusat. Perlu
disadari juga, pabrik ini membutuhkan pemerintah daerah maupun pusat,"
tuturnya.
"Kita berharap semua pihak saling menjaga. Saat ini, perusahaan tidak
perlu mengambil untung terlalu besar, yang penting petani senang. Masalahnya,
harga sudah ditetapkan baik oleh Pj Gubernur maupun Kementan. Masyarakat awam
patuh terhadap aturan ini, tapi kita khawatir ketidaktahuan masyarakat bisa
menimbulkan hal yang tidak diinginkan," sambungnya.
Menindaklanjuti permasalahan ini, Mikdar mengatakan bahwa Pansus Tata Niaga
Singkong hari ini memanggil Organisasi Perangkat Daerah (OPD), perusahaan
singkong, serta Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Lampung.
"Hari ini kami memanggil OPD terkait serta KPPU. Tujuannya, kita ingin
mengetahui apakah selama ini ada hal baru yang ditemukan, terutama dari KPPU
terkait dengan impor tapioka. Selain itu, kita ingin mengetahui kendala OPD
selama edaran Kementan ini diterapkan dan informasi dari pabrik. Semua ini
nantinya akan diramu sebagai bahan pendalaman," jelasnya.
Menurutnya, permasalahan yang terjadi adalah banyak perusahaan singkong
tutup dan harga edaran tidak berlaku. Sementara itu, masyarakat mengacu pada
surat edaran dari Kementan sebagai dasar harga, sedangkan pabrik tidak mau mengikuti
aturan tersebut dan tetap menggunakan hitungan sendiri.
"Argumen dari petani adalah mereka berpegang pada surat edaran
Kementan yang telah dikeluarkan, jadi wajar jika mereka berpikir demikian.
Sementara pabrik, jika mengacu pada surat itu, mereka memilih tutup karena
setiap produksi merugi. Inilah yang akan kami gali bersama supaya ada titik
temu," katanya lagi.
Dia berharap, seluruh pabrik tapioka dapat beroperasi, sehingga petani bisa
menjual singkong dengan harga yang wajar, dan pabrik dapat mengolah hasil
singkong petani agar bisa bersaing dengan barang impor.
Selain itu, Pansus Tata Niaga Singkong akan bekerja hingga 15 April 2025
dan menghasilkan rekomendasi kepada Gubernur Lampung.
"Nanti akhirnya adalah rekomendasi Pansus yang akan kita sampaikan di
forum paripurna agar menjadi perhatian Gubernur Lampung," tuturnya.
Terdapat beberapa poin rekomendasi Pansus yang telah dirancang, kata
Mikdar. Poin tersebut mencakup berbagai aspek.
"Diantaranya, kami meminta agar semua pabrik harus bermitra dengan
para petani supaya ada rasa tanggung jawab. Jangan petani terus yang
disalahkan, sementara mereka tidak pernah dibina," ujarnya.
Pansus juga akan merekomendasikan zona wilayah singkong untuk menekan
ongkos pengiriman.
"Kita minta zonasi wilayah, misalnya hasil singkong dari Lampung Utara
harus dijual di Lampung Utara, jangan ke wilayah lain," ujarnya.
Selain itu, Pansus juga akan menyarankan agar pemerintah daerah, pusat,
atau pabrik menyediakan bibit unggul supaya petani dapat meningkatkan produksi
mereka.
"Jangan semua diserahkan kepada petani, tiba-tiba perusahaan
menyatakan singkong yang dihasilkan tidak bagus dan menyalahkan petani. Padahal
mereka tidak tahu. Inilah yang harus menjadi perhatian dinas terkait serta
pabrik," katanya.
Pansus juga akan merekomendasikan pencarian investor baru untuk mengolah
singkong, tidak hanya menjadi tapioka, tetapi juga produk turunannya seperti
etanol dan sebagainya.
"Menurut tenaga ahli, singkong ini bisa menjadi gula pengganti gula
tebu, jadi banyak turunannya. Sehingga harga bisa lebih bagus. Kami akan
merekomendasikan hal itu," tutupnya. (*)
Berita Lainnya
-
Pansus Singkong DPRD Lampung Temukan 61 Pabrik Tapioka Tidak Terdaftar di Sinas
Selasa, 11 Maret 2025 -
Hingga Sidang Perdana, Oknum PNS Litbang Lampung Terdakwa Kasus Penganiayaan Terhadap Murid SD Belum Ditahan
Selasa, 11 Maret 2025 -
Ikuti Jejak BJ Habibie, Mentan Amran Raih Penghargaan Tertinggi dari Universitas Sebelas Maret
Selasa, 11 Maret 2025 -
Berenang di Sungai! Bocah di Kedamaian Bandar Lampung Temukan Mayat Bayi
Selasa, 11 Maret 2025