• Rabu, 12 Maret 2025

Polemik Harga Singkong, Pansus Sebut Perusahan Besar Tidak Patuhi Ketetapan Kementan

Selasa, 11 Maret 2025 - 11.49 WIB
68

Rapat Dengar Pendapat (RDP) Pansus Tata Niaga Singkong dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Provinsi Lampung, di ruang rapat Komisi DPRD setempat. Selasa, 11 Maret 2025. Foto: Yudha/Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Ketua Pansus Tata Niaga Singkong DPRD Provinsi Lampung, Mikdar Ilyas, menyebut terdapat dua kategori perusahaan singkong, yaitu menengah ke atas dan menengah ke bawah. Terdapat perbedaan sikap antara kedua kategori perusahaan singkong tersebut atas keputusan Kementrian Pertanian (Kementan) soal harga singkong.

Anggota DPRD Fraksi Gerindra ini menjelaskan, Kementan telah menetapkan harga Rp1.350 per kilogram singkong yang dibeli perusahaan. Namun, perusahaan besar seperti PT Bumi Waras (BW) dan PT Sinar Laut tidak menuruti, sedangkan yang mengikuti aturan justru perusahaan kecil.

"Pabrik menengah ke bawah sudah mengakomodasi surat edaran dari Dirjen Kementan walaupun tidak sepenuhnya karena masih ada potongan kotor, potongan bonggol, dan sebagainya, tapi mereka tetap buka," jelas Mikdar Ilyas saat dimintai keterangan di Kantor DPRD Lampung, Selasa, 11 Maret 2025.

"Kondisi perusahaan yang buka-tutup ini terjadi pada PT Sinar Laut dan PT BW sebagai dua perusahaan besar menengah ke atas. Ketika PT BW dan PT Sinar Laut tutup, maka hasil kebun petani singkong tidak tertampung dan menjadi kendala," tambahnya.

Mikdar mengatakan, dirinya telah menerima surat dari petani terkait kebijakan PT BW dan PT Sinar Laut yang tidak sesuai dengan edaran Kementan. Dua perusahaan itu tetap mengacu pada hitungan mereka sendiri.

"Yang kita inginkan ini adalah Dirjen Kementan agar kebijakan tersebut dihargai. Walaupun mungkin tidak ada kekuatan hukum, tetap ada dampaknya jika membangkang. Pemerintah daerah ini adalah perpanjangan dari pusat. Perlu disadari juga, pabrik ini membutuhkan pemerintah daerah maupun pusat," tuturnya.

"Kita berharap semua pihak saling menjaga. Saat ini, perusahaan tidak perlu mengambil untung terlalu besar, yang penting petani senang. Masalahnya, harga sudah ditetapkan baik oleh Pj Gubernur maupun Kementan. Masyarakat awam patuh terhadap aturan ini, tapi kita khawatir ketidaktahuan masyarakat bisa menimbulkan hal yang tidak diinginkan," sambungnya.

Menindaklanjuti permasalahan ini, Mikdar mengatakan bahwa Pansus Tata Niaga Singkong hari ini memanggil Organisasi Perangkat Daerah (OPD), perusahaan singkong, serta Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Lampung.

"Hari ini kami memanggil OPD terkait serta KPPU. Tujuannya, kita ingin mengetahui apakah selama ini ada hal baru yang ditemukan, terutama dari KPPU terkait dengan impor tapioka. Selain itu, kita ingin mengetahui kendala OPD selama edaran Kementan ini diterapkan dan informasi dari pabrik. Semua ini nantinya akan diramu sebagai bahan pendalaman," jelasnya.

Menurutnya, permasalahan yang terjadi adalah banyak perusahaan singkong tutup dan harga edaran tidak berlaku. Sementara itu, masyarakat mengacu pada surat edaran dari Kementan sebagai dasar harga, sedangkan pabrik tidak mau mengikuti aturan tersebut dan tetap menggunakan hitungan sendiri.

"Argumen dari petani adalah mereka berpegang pada surat edaran Kementan yang telah dikeluarkan, jadi wajar jika mereka berpikir demikian. Sementara pabrik, jika mengacu pada surat itu, mereka memilih tutup karena setiap produksi merugi. Inilah yang akan kami gali bersama supaya ada titik temu," katanya lagi.

Dia berharap, seluruh pabrik tapioka dapat beroperasi, sehingga petani bisa menjual singkong dengan harga yang wajar, dan pabrik dapat mengolah hasil singkong petani agar bisa bersaing dengan barang impor.

Selain itu, Pansus Tata Niaga Singkong akan bekerja hingga 15 April 2025 dan menghasilkan rekomendasi kepada Gubernur Lampung.

"Nanti akhirnya adalah rekomendasi Pansus yang akan kita sampaikan di forum paripurna agar menjadi perhatian Gubernur Lampung," tuturnya.

Terdapat beberapa poin rekomendasi Pansus yang telah dirancang, kata Mikdar. Poin tersebut mencakup berbagai aspek.

"Diantaranya, kami meminta agar semua pabrik harus bermitra dengan para petani supaya ada rasa tanggung jawab. Jangan petani terus yang disalahkan, sementara mereka tidak pernah dibina," ujarnya.

Pansus juga akan merekomendasikan zona wilayah singkong untuk menekan ongkos pengiriman.

"Kita minta zonasi wilayah, misalnya hasil singkong dari Lampung Utara harus dijual di Lampung Utara, jangan ke wilayah lain," ujarnya.

Selain itu, Pansus juga akan menyarankan agar pemerintah daerah, pusat, atau pabrik menyediakan bibit unggul supaya petani dapat meningkatkan produksi mereka.

"Jangan semua diserahkan kepada petani, tiba-tiba perusahaan menyatakan singkong yang dihasilkan tidak bagus dan menyalahkan petani. Padahal mereka tidak tahu. Inilah yang harus menjadi perhatian dinas terkait serta pabrik," katanya.

Pansus juga akan merekomendasikan pencarian investor baru untuk mengolah singkong, tidak hanya menjadi tapioka, tetapi juga produk turunannya seperti etanol dan sebagainya.

"Menurut tenaga ahli, singkong ini bisa menjadi gula pengganti gula tebu, jadi banyak turunannya. Sehingga harga bisa lebih bagus. Kami akan merekomendasikan hal itu," tutupnya. (*)