Pedagang Keluhkan Harga Kelapa Melonjak, Harap Intervensi Pemerintah

Salah satu pedagang kelapa menjajakan dagangannya di Pasar Pasir Gintung. Foto: Paulina/Kupastuntas.co
Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Harga kelapa di Pasar Gintung terus
merangkak naik, membuat pedagang dan konsumen mengeluh. Kenaikan ini diduga
akibat tingginya ekspor kelapa ke luar negeri, terutama ke Tiongkok. Akibatnya,
stok kelapa di pasaran berkurang, sementara permintaan terus meningkat pada
saat bulan Ramadan.
Salah seorang pedagang, Winda, menyebut harga kelapa kini mencapai Rp20.000
per kilogram, padahal sebelumnya hanya Rp15.000. Kenaikan ini juga berdampak
pada harga santan yang kini dijual Rp20.000 per kilogram. Menurutnya, stok memang
masih tersedia, tetapi harga yang tinggi membuat pedagang kesulitan mendapatkan
keuntungan yang layak.
"Stok ada, tapi mahal. Untung paling Rp1.000-Rp2.000 saja. Soalnya
kelapa banyak diekspor ke luar negeri, makanya naik," ujar Winda saat
ditemui di lapaknya, Selasa (11/3/2025). Ia berharap harga kelapa bisa kembali
stabil agar usaha kecil seperti miliknya tidak terdampak terlalu berat.
Hal senada disampaikan oleh Rio, pedagang lainnya, yang menjual kelapa per
batok dengan harga Rp15.000-Rp18.000 per kilogram. Harga santan di lapaknya
sedikit lebih murah, yakni Rp17.000 per kilogram. Menurutnya, kenaikan harga
kelapa sudah terjadi sejak September 2024 dan semakin tinggi pada saat bulan
Ramadan.
"Dulu saya bisa stok sampai 500 gandeng, sekarang harga naik terus.
Apalagi kalau udah masuk puasa, makin mahal lagi," ungkapnya. Ia juga
menyebut bahwa pasokan kelapa dari daerah penghasil seperti Lampung Timur dan
Pesawaran semakin sulit diperoleh akibat meningkatnya ekspor.
Salah satu penyebab utama naiknya harga kelapa adalah meningkatnya ekspor
ke luar negeri, terutama ke Tiongkok. Kondisi ini menyebabkan stok kelapa di
pasaran berkurang drastis, sementara permintaan tetap tinggi.
Selain ekspor yang meningkat, harga kelapa juga naik karena meningkatnya
kebutuhan pada saat bulan Ramadan. Kelapa dan santan merupakan bahan utama
dalam banyak hidangan berbuka puasa, sehingga permintaan yang tinggi di tengah
stok terbatas membuat harga semakin melambung.
Kenaikan harga ini juga berdampak pada keuntungan pedagang yang semakin
menipis. "Keuntungan cuma Rp1.000-Rp2.000 per kilogram. Susah kalau harga
terus naik begini," keluh Rio. Para pedagang berharap ada kebijakan
pemerintah yang dapat mengendalikan harga agar usaha mereka tetap
berjalan.
Di sisi lain, konsumen pun ikut terbebani, terutama pelaku usaha kuliner
yang mengandalkan santan dalam produksi makanan mereka. Jika harga terus
meningkat, biaya produksi makanan berbasis santan seperti rendang dan opor ayam
akan ikut naik, yang pada akhirnya membebani masyarakat.
Diharapkan ada langkah dari pemerintah untuk mengendalikan harga, baik
dengan mengatur ekspor maupun menjaga ketersediaan pasokan di dalam negeri.
Jika tidak, harga kelapa dan santan bisa terus naik, terutama pada saat bulan
Ramadan, yang akan semakin menyulitkan pedagang dan konsumen. (*)
Berita Lainnya
-
Bumi Waras Beli Singkong di Bawah Harga SK Mentan
Rabu, 12 Maret 2025 -
Yayasan Pendidikan Teknokrat dan UTI Salurkan Zakat Maal ke Panti Asuhan di Bandarlampung
Rabu, 12 Maret 2025 -
Pansus Singkong DPRD Lampung Temukan 61 Pabrik Tapioka Tidak Terdaftar di Sinas
Selasa, 11 Maret 2025 -
Hingga Sidang Perdana, Oknum PNS Litbang Lampung Terdakwa Kasus Penganiayaan Terhadap Murid SD Belum Ditahan
Selasa, 11 Maret 2025