• Rabu, 12 Maret 2025

Pansus Singkong DPRD Lampung Temukan 61 Pabrik Tapioka Tidak Terdaftar di Sinas

Selasa, 11 Maret 2025 - 20.14 WIB
219

Panitia Khusus (Pansus) Tata Niaga Singkong DPRD Provinsi Lampung saat menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan puluhan perusahaan singkong di Gedung Parlemen Lampung, Selasa (11/3/2025). Foto: Yudha/kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Panitia Khusus (Pansus) Tata Niaga Singkong DPRD Provinsi Lampung menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan puluhan perusahaan singkong di Gedung Parlemen Lampung pada Selasa (11/3/2025).

Ketua Pansus Tata Niaga Singkong, Mikdar Ilyas, mengungkapkan bahwa di Provinsi Lampung pihaknya menemukan 89 pabrik tapioka yang dimiliki oleh 43 perusahaan. Namun, dalam RDP tersebut hanya 24 perusahaan yang hadir.

"Dari 89 pabrik yang ada di Lampung, ternyata hanya 28 yang terdaftar dalam Sistem Informasi Industri Nasional (Sinas). Sisanya 61 pabrik tidak terdaftar, sehingga pemerintah daerah kesulitan dalam memperoleh data produksi tapioka dan produk lainnya. Kami khawatir ada potensi penghindaran pajak, meskipun mereka mengklaim tetap membayar pajak," kata Mikdar.

Terkait pabrik yang tidak terdaftar dalam Sinas, Mikdar menegaskan bahwa dinas terkait harus melakukan pengawasan lebih ketat.

"Pabrik-pabrik yang tidak terdaftar ini harus segera ikut dalam sistem. Jika ada permasalahan, maka harus diselesaikan," tegasnya.

Dalam rapat tersebut, Pansus menemukan beberapa permasalahan yang perlu segera dibenahi agar tata niaga singkong berjalan lebih baik. Salah satunya adalah produksi singkong di Lampung yang mencapai sekitar 2 juta ton per tahun.

Selain itu, Anggota Fraksi Gerindra ini juga menyoroti keberadaan asosiasi perusahaan tapioka di Lampung yang saat ini tidak berjalan sebagaimana mestinya.

"Asosiasi perusahaan tapioka di Lampung seharusnya berperan aktif. Namun, saat ini tidak berjalan. Maka, kami mendorong agar asosiasi ini segera dihidupkan kembali dengan kepengurusan baru dalam tiga hari ke depan mereka akan dibentuk," ujarnya.

Selain itu, para pelaku industri tapioka juga meminta agar pemerintah menata kebijakan impor tepung tapioka dan produk sejenis agar tidak merugikan industri dalam negeri.

Terkait harga singkong, Mikdar menekankan bahwa harus ada rumusan harga yang berkeadilan agar tidak merugikan petani.

Pansus juga menegaskan agar seluruh pihak, baik petani maupun perusahaan, dapat menjalankan tata niaga singkong dengan transparan dan adil demi keberlangsungan industri tapioka di Lampung.

"Saat ini, harga tertinggi yang berjalan di pasaran hanya Rp1.100 per kilogram, padahal petani berharap harga mengacu pada edaran dari Kementerian Pertanian. Oleh karena itu, kami meminta semua pabrik untuk berembuk menetapkan harga yang tidak memberatkan petani," tandasnya. (*)