• Rabu, 12 Maret 2025

Hingga Sidang Perdana, Oknum PNS Litbang Lampung Terdakwa Kasus Penganiayaan Terhadap Murid SD Belum Ditahan

Selasa, 11 Maret 2025 - 20.07 WIB
185

Pengadilan Negeri Tanjung Karang saat menggelar sidang perdana kasus dugaan kekerasan terhadap anak yang melibatkan terdakwa M. Hersa A. Wilayta Bin Saiful Anwar, Selasa (11/3/2025). Foto: Ist.

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Pengadilan Negeri Tanjung Karang menggelar sidang perdana kasus dugaan kekerasan terhadap anak yang melibatkan terdakwa M. Hersa A. Wilayta Bin Saiful Anwar, Selasa (11/3/2025).

Sidang dipimpin oleh Hakim Ketua Hendro Wicaksono, S.H., M.H., didampingi hakim anggota Uni Latriani, S.H., M.H., dan Yusnawati, S.H.

Dalam dakwaan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Novita Wulandari, S.H., M.H., mengatakan, terdakwa diduga melakukan kekerasan terhadap salah satu murid SD di Perum Korpri, Bandar Lampung, pada 8 November 2023.

Perbuatan tersebut dinilai melanggar Undang-Undang Perlindungan Anak dan berpotensi dikenakan sanksi pidana.

Terdakwa diketahui merupakan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Dinas Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Provinsi Lampung.

Dalam sidang, jaksa menyatakan bahwa tindakan terdakwa menyebabkan dampak psikologis terhadap korban dan meminta majelis hakim mempertimbangkan hal tersebut dalam proses persidangan.

Majelis hakim menegaskan bahwa terdakwa harus bersikap kooperatif selama proses hukum berlangsung. Hakim juga menetapkan kewajiban wajib lapor bagi terdakwa hingga persidangan lanjutan digelar.

Dalam dakwaannya, jaksa Novita menjelaskan bahwa perbuatan tersebut terjadi saat terdakwa mengetahui mengetahui anaknya bernama Arsya menangis dan tidak ingin berangkat sekolah.

Mengetahui itu, kemudian terdakwa pergi ke sekolah sang anak dan bertemu dengan teman anaknya bernama M Fauzan, Daffa Adriyan, Rayan M Habibi yang sedang berada di luar kelas.

"Saat itu terdakwa menanyakan kepada teman anaknya terkait kelasnya sembari memberitahu bahwa anaknya menangis tidak mau sekolah," kata jaksa Novita.

Kemudian terdakwa masuk ke dalam ruang kelas 3A dan bertemu dengan korban DAA sembari berkata bahwa apakah korban yang membuat anaknya menangis.

Saat itu korban sempat mengatakan bahwa pelakunya bukanlah dirinya, namun terdakwa menarik kerah baju korban dengan menggunakan tangan lalu mendorong tubuh korban hingga terbentur dinding kelas.

"Tidak hanya itu, terdakwa juga mencekik leher dan menampar pipi serta meludahi wajah korban. Usai melakukan kekerasan, terdakwa mengatakan kepada korban agar memberitahukan orangtuanya bahwa korban telah dipukul. Atas perbuatan terdakwa tersebut, korban merasakan sakit di bagian pipi, leher," kata jaksa.

Sementara pihak keluarga korban berharap terdakwa segera ditahan selama proses persidangan berlangsung. Ibu korban, Indah, menyatakan keprihatinannya dan meminta agar tidak ada keistimewaan terhadap terdakwa.

"Kami berharap terdakwa segera ditahan agar ada efek jera bagi pelaku kekerasan terhadap anak," ujarnya.

Setelah mendengar pembacaan dakwaan, majelis hakim memutuskan untuk menunda persidangan guna memberi kesempatan kepada jaksa menghadirkan saksi.

Hakim juga menegaskan bahwa keterangan saksi menjadi bagian penting dalam menentukan apakah terdakwa benar-benar bersalah.

Jaksa mendakwa terdakwa dengan Pasal 80 ayat (1) jo. Pasal 76 C UU RI No. 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. Jika terbukti bersalah, terdakwa dapat dijatuhi hukuman pidana sesuai ketentuan yang berlaku.

Sidang lanjutan dijadwalkan pada Selasa pekan depan dengan agenda mendengarkan kesaksian saksi-saksi yang dianggap penting dalam kasus ini. Majelis hakim mengingatkan semua pihak untuk tetap menghormati proses hukum yang sedang berlangsung.

Keluarga korban dan kuasa hukum berharap agar persidangan berjalan transparan tanpa intervensi dari pihak mana pun.

Mereka juga meminta aparat hukum menegakkan keadilan bagi korban guna mencegah terulangnya kasus serupa. (*)