Yusdianto: Keterlibatan TNI Dalam Penertiban Warga di TNBBS Salahi Konstitusi

Pengamat Hukum Universitas Lampung (Unila) Yusdianto. Foto: Kupastuntas.co
Kupastuntas.co, Lampung Barat - Pengamat Hukum Universitas Lampung (Unila)
Yusdianto, menilai kebijakan yang mengharuskan warga penggarap meninggalkan
lahan di wilayah Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) merupakan
tindakan refresif karena mengabaikan prinsip Hak Asasi Manusia (HAM).
Hal tersebut disampaikan Yusdianto menanggapi upaya penertiban warga yang
tinggal di area kawasan TNBBS dengan melibatkan TNI dan Polhut, yang di
komandani Dandim 0422/LB Letkol Inf Rinto Wijaya buntut konflik antara manusia
dan harimau yang terjadi beberapa waktu lalu.
Ia mengatakan kebijakan yang dibuat dengan alasan penyelamatan manusia,
kawasan TNBBS dan harimau Sumatera, tidak dapat dibenarkan, justru kata dia hal
tersebut dapat dikatakan sebagai tindakan yang refresif, abai pada prinsip Hak
Asasi Manusia (HAM).
"Selain itu menunjukkan bahwa aparat gagal menjalankan mandate
konstitusi khususnya Pasal 28 UUD 1945 beserta ketentuan peraturan
perundang-undangan," kata dia kepada wartawan saat memberikan keterangan,
Senin (10/3/2025).
Sebab kata Yusdianto, penggunaan kekuatan aparat tanpa peduli dengan
kepentingan masyarakat menandakan rezim refresif yang sudah ditanggalkan
kembali dihidupkan kembali.
Dari sisi hukum international tindakan paksa Aprat Pemerintah disebut
sebagai 'gross violation of human rights' (kategori pelanggaran HAM Berat).
"Perlu diingatkan, tindakan menggunakan kekuatan TNI sangat tidak
selaras dan bertentangan dengan UU Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional
Indonesia. Tentara Nasional Indonesia sebagai alat pertahanan Negara,"
tegasnya.
"Artinya aparat bertugas melaksanakan kebijakan pertahanan negara
menegakkan kedaulatan negara, lalu mempertahankan keutuhan wilayah, dan
melindungi keselamatan bangsa, menjalankan operasi militer untuk perang dan
operasi militer selain perang, serta ikut aktif dalam tugas pemeliharaan
perdamaian regional dan internasional," sambungnya
Ia menjelaskan, Tentara Nasional Indonesia (TNI) dibangun dan dikembangkan
secara profesional sesuai kepentingan politik negara, mengacu pada nilai dan prinsip
demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia, ketentuan hukum nasional, dan
ketentuan hukum internasional yang sudah diratifikasi.
"Dengan dukungan anggaran belanja negara yang dikelola secara
transparan dan akuntabel, dari pandangan tersebut memberikan makna bahwa TNI
ada bersama rakyat bukan sebaliknya," jelasnya.
Ia menuturkan walaupun Pasal 7 ayat (2) butir b angka 9 Undang-Undang Nomor
34 Tahun 2004, menyatakan bahwa TNI memiliki tugas pokok operasi militer selain
perang untuk membantu tugas pemerintahan daerah, lingkup tugasnya hanya sebatas
membantu mengatasi akibat bencana alam.
"Lalu merehabilitasi infra-struktur, serta mengatasi masalah akibat
pemogokan dan konflik komunal—bukan menginisasi atau mengancam masyarakat untuk
dikosongkan dari kawasan hutan. Apakah tidak ada formula lain yang lebih bijak,
humanis dengan melibatkan masyarakat," tambahnya.
Selain konstitusi, kata dia menurut peraturan perundangan penyelesaian
konflik dikawasan hutan, menurut UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Perusakan Hutan
mengedepankan prinsip, keadilan dan kepastian hukum, keberlanjutan, tanggung
jawab negara, partisipasi, tanggung gugat, prioritas dan keterpaduan.
"Semestinya pola penyelesaian mengedepankan kegiatan terbangun melalui
kemitraan konservasi sebagaimana yang telah ditetapkan Peraturan Pemerintah No.
23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan," imbuhnya.
Kemudian Permen Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 14 Tahun 2023 Tentang
Penyelesaian Usaha Dan/Atau Kegiatan Terbangun Di Kawasan Suaka Alam, Kawasan
Pelestarian Alam, Dan Taman Buru.
"Aturan itu menegaskan khusus masyarakat yang melakukan perbuatan
melawan hukum di hutan kawasan oleh masyarakat yang bermukim disekitar hutan,
dikenakan sanksi administrasi (bukan pidana), dengan mengedepankan tindakan
preventif dan selaras dengan nilai-nilai hak asasi manusia," jelasnya.
Sementara di tempat lain, kata dia dapat dilihat keterlibatan masyarakat
dalam kawasan hutan telah sukses merestorasi ekosistem berbasis masyarakat, hal
ini menunjukkan bagaimana sekelompok pemangku kepentingan yang terlibat dalam
aksi restorasi–seperti pengelola taman nasional.
"Masyarakat dan penggiat lingkungan bersatu menjaga kawasan
perlindungan secara berkelanjutan dan memberikan manfaat bagi manusia, hewan
dan alam, atas hal tersebut, kehendak tersebut bila tetap dilaksanakan maka
sudah sewajarnya mendesak kepada pemerintah pusat-daerah, Panglima TNI, DPR-RI
turun menyelesaikan hal tersebut secara humanis dan sesuai dengan ketentuan
hukum yang ada," tegasnya.
Ia menekankan, pengosongan secara paksa pada kenyataannya dapat menimbulkan
permasalahan baru bagi pemerintah terlebih masyarakat yang terdampak mengalami
serangkaian pelanggaran hak-hak dasar berupa: hak hidup, hak tempat tinggal,
hak atas rasa aman, dan seterusnya.
"Hutan sebagai salah satu karunia dan anugerah Tuhan Yang Maha Esa
yang diamanatkan kepada bangsa Indonesia, merupakan kekayaan yang dikuasai oleh
negara dan memberikan manfaat bagi umat manusia yang wajib disyukuri, dikelola,
dan dimanfaatkan secara optimal serta dijaga kelestariannya untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat," pungkasnya. (*)
Berita Lainnya
-
Banyak Masyarakat Belum Tau Program Cek Kesehatan Gratis, Parosil Minta Puskesmas Optimalkan Sosialisasi
Jumat, 14 Maret 2025 -
Sempat Viral, Parosil Minta Pemprov Lampung Tinjau Kerusakan Jalan Penghubung Lambar-Sumsel
Kamis, 13 Maret 2025 -
Pembangunan Infrastruktur Masih Jadi Program Prioritas Parosil di Periode Kedua
Kamis, 13 Maret 2025 -
Jejak Kaki Harimau Ditemukan di Desa Ringin Jaya BNS Lampung Barat
Rabu, 12 Maret 2025