• Jumat, 14 Maret 2025

Yusdianto: Keterlibatan TNI Dalam Penertiban Warga di TNBBS Salahi Konstitusi

Senin, 10 Maret 2025 - 08.58 WIB
1.5k

Pengamat Hukum Universitas Lampung (Unila) Yusdianto. Foto: Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Lampung Barat - Pengamat Hukum Universitas Lampung (Unila) Yusdianto, menilai kebijakan yang mengharuskan warga penggarap meninggalkan lahan di wilayah Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) merupakan tindakan refresif karena mengabaikan prinsip Hak Asasi Manusia (HAM).

Hal tersebut disampaikan Yusdianto menanggapi upaya penertiban warga yang tinggal di area kawasan TNBBS dengan melibatkan TNI dan Polhut, yang di komandani Dandim 0422/LB Letkol Inf Rinto Wijaya buntut konflik antara manusia dan harimau yang terjadi beberapa waktu lalu.

Ia mengatakan kebijakan yang dibuat dengan alasan penyelamatan manusia, kawasan TNBBS dan harimau Sumatera, tidak dapat dibenarkan, justru kata dia hal tersebut dapat dikatakan sebagai tindakan yang refresif, abai pada prinsip Hak Asasi Manusia (HAM).

"Selain itu menunjukkan bahwa aparat gagal menjalankan mandate konstitusi khususnya Pasal 28 UUD 1945 beserta ketentuan peraturan perundang-undangan," kata dia kepada wartawan saat memberikan keterangan, Senin (10/3/2025).

Sebab kata Yusdianto, penggunaan kekuatan aparat tanpa peduli dengan kepentingan masyarakat menandakan rezim refresif yang sudah ditanggalkan kembali dihidupkan kembali.

Dari sisi hukum international tindakan paksa Aprat Pemerintah disebut sebagai 'gross violation of human rights' (kategori pelanggaran HAM Berat).

"Perlu diingatkan, tindakan menggunakan kekuatan TNI sangat tidak selaras dan bertentangan dengan UU Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia. Tentara Nasional Indonesia sebagai alat pertahanan Negara," tegasnya.

"Artinya aparat bertugas melaksanakan kebijakan pertahanan negara menegakkan kedaulatan negara, lalu mempertahankan keutuhan wilayah, dan melindungi keselamatan bangsa, menjalankan operasi militer untuk perang dan operasi militer selain perang, serta ikut aktif dalam tugas pemeliharaan perdamaian regional dan internasional," sambungnya

Ia menjelaskan, Tentara Nasional Indonesia (TNI) dibangun dan dikembangkan secara profesional sesuai kepentingan politik negara, mengacu pada nilai dan prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia, ketentuan hukum nasional, dan ketentuan hukum internasional yang sudah diratifikasi.

"Dengan dukungan anggaran belanja negara yang dikelola secara transparan dan akuntabel, dari pandangan tersebut memberikan makna bahwa TNI ada bersama rakyat bukan sebaliknya," jelasnya.

Ia menuturkan walaupun Pasal 7 ayat (2) butir b angka 9 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004, menyatakan bahwa TNI memiliki tugas pokok operasi militer selain perang untuk membantu tugas pemerintahan daerah, lingkup tugasnya hanya sebatas membantu mengatasi akibat bencana alam.

"Lalu merehabilitasi infra-struktur, serta mengatasi masalah akibat pemogokan dan konflik komunal—bukan menginisasi atau mengancam masyarakat untuk dikosongkan dari kawasan hutan. Apakah tidak ada formula lain yang lebih bijak, humanis dengan melibatkan masyarakat," tambahnya.

Selain konstitusi, kata dia menurut peraturan perundangan penyelesaian konflik dikawasan hutan, menurut UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang  Pencegahan Dan Pemberantasan Perusakan Hutan mengedepankan prinsip, keadilan dan kepastian hukum, keberlanjutan, tanggung jawab negara, partisipasi, tanggung gugat, prioritas dan keterpaduan.

"Semestinya pola penyelesaian mengedepankan kegiatan terbangun melalui kemitraan konservasi sebagaimana yang telah ditetapkan Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan," imbuhnya.

Kemudian Permen Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 14 Tahun 2023 Tentang Penyelesaian Usaha Dan/Atau Kegiatan Terbangun Di Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam, Dan Taman Buru.

"Aturan itu menegaskan khusus masyarakat yang melakukan perbuatan melawan hukum di hutan kawasan oleh masyarakat yang bermukim disekitar hutan, dikenakan sanksi administrasi (bukan pidana), dengan mengedepankan tindakan preventif dan selaras dengan nilai-nilai hak asasi manusia," jelasnya.

Sementara di tempat lain, kata dia dapat dilihat keterlibatan masyarakat dalam kawasan hutan telah sukses merestorasi ekosistem berbasis masyarakat, hal ini menunjukkan bagaimana sekelompok pemangku kepentingan yang terlibat dalam aksi restorasi–seperti pengelola taman nasional.

"Masyarakat dan penggiat lingkungan bersatu menjaga kawasan perlindungan secara berkelanjutan dan memberikan manfaat bagi manusia, hewan dan alam, atas hal tersebut, kehendak tersebut bila tetap dilaksanakan maka sudah sewajarnya mendesak kepada pemerintah pusat-daerah, Panglima TNI, DPR-RI turun menyelesaikan hal tersebut secara humanis dan sesuai dengan ketentuan hukum yang ada," tegasnya.

Ia menekankan, pengosongan secara paksa pada kenyataannya dapat menimbulkan permasalahan baru bagi pemerintah terlebih masyarakat yang terdampak mengalami serangkaian pelanggaran hak-hak dasar berupa: hak hidup, hak tempat tinggal, hak atas rasa aman, dan seterusnya.

"Hutan sebagai salah satu karunia dan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang diamanatkan kepada bangsa Indonesia, merupakan kekayaan yang dikuasai oleh negara dan memberikan manfaat bagi umat manusia yang wajib disyukuri, dikelola, dan dimanfaatkan secara optimal serta dijaga kelestariannya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat," pungkasnya. (*)