• Selasa, 11 Maret 2025

Berjalan di Alam Bawah Sadar, Oleh: Arby Pratama

Senin, 10 Maret 2025 - 09.09 WIB
414

Arby Pratama Jurnalis Kupas Tuntas di Kota Metro. Foto: Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Siang itu, menjelang zuhur pada hari Rabu, 5 Maret 2025, saya berangkat dari rumah mengendarai sepeda motor Revo. Perjalanan saya mulai ke arah Jalan Budi Utomo, Metro Selatan, Kota Metro.

Langit begitu cerah, angin bertiup sejuk, dan jalanan cukup lengang. Tidak ada firasat buruk, tidak ada tanda-tanda bahwa saya akan mengalami sesuatu yang akan mengubah cara pandang saya terhadap dunia nyata dan dunia yang tak kasat mata. 

Namun, semua berubah setelah saya melewati jembatan di Jalan Budi Utomo. Tiba-tiba, suasana di sekitar saya menjadi sunyi. Mesin motor masih menyala, tetapi suara kendaraan lain seakan lenyap. Saya terus melaju, merasa ada sesuatu yang janggal, namun tetap berusaha berpikir logis. 

Perjalanan saya terasa lebih panjang dari biasanya. Jalanan berubah menjadi lebih luas, dan pemandangan di sekitar mulai berbeda. Pepohonan lebih rindang, udara lebih segar, dan di kejauhan saya melihat pegunungan hijau yang tampak sangat indah. Anehnya, saya tidak merasa takut, justru ada ketenangan yang aneh mengalir dalam diri saya. 

Lalu, saya tiba di sebuah perkampungan kecil yang belum pernah saya lihat sebelumnya. Rumah-rumahnya terbuat dari kayu, sederhana, tetapi tampak sangat rapi dan bersih.

Warga di sana menyambut saya dengan ramah. Mereka berpakaian seperti orang-orang zaman dahulu, dengan kain sarung dan baju sederhana. Saya tidak merasa asing, seolah-olah saya memang sedang pulang ke rumah sendiri. 

Saya ditawari segelas kopi oleh seorang pria tua yang tampak bijaksana. Dia juga memberikan saya rokok kretek yang dilintingnya sendiri.  "Silakan diminum nak, mau rokok?" katanya dengan senyum tenang. Saya menerima dan menghisapnya perlahan, sambil menikmati suasana damai yang sulit dijelaskan. 

Tidak lama setelah itu, seorang wanita muda membawa air dari sebuah sumber mata air di belakang rumah. Air itu begitu jernih, hingga saya bisa melihat dasar batuannya dengan jelas.

Rasanya saya ingin menceburkan diri ke dalamnya, merasakan kesejukan yang luar biasa. Saya minum air itu langsung dengan tangan saya, dan rasanya lebih segar daripada air mana pun yang pernah saya coba sebelumnya. 

Saya merasa waktu berjalan begitu lambat. Hari berganti malam, lalu pagi kembali datang, tetapi saya tidak merasa lelah atau lapar. Saya hanya merasa nyaman, seolah berada di tempat yang memang seharusnya saya tinggali. 

Namun, semua berubah ketika saya mulai mendengar suara-suara aneh di kejauhan. Samar-samar, terdengar suara orang memanggil nama saya. Suara itu semakin lama semakin keras. Saya mulai merasa ada sesuatu yang salah. Saya mencoba mencari pria tua tadi, tetapi dia sudah tidak ada di tempatnya. 

Tiba-tiba, tubuh saya terasa berat, kepala saya berdenyut, dan dunia di sekitar saya mulai berputar. Pemandangan indah itu memudar, berganti dengan pemandangan gelap.

Saya tersadar, ternyata saya sedang duduk di tengah-tengah warga yang mengelilingi saya, di sebuah desa di daerah Kecamatan Suoh, Kabupaten Lampung Barat. 

Di sekitar saya, teman-teman komunitas motor saya berdiri dengan wajah cemas. Mereka berkata saya sudah menghilang selama tiga hari. Saya tidak bisa mengingat apa pun selain peristiwa-peristiwa aneh yang baru saja saya alami. 

Ketika saya kembali ke rumah, keluarga saya sudah menunggu dengan wajah penuh kekhawatiran. Sehari setelahnya, mereka segera memanggil seorang ustaz untuk meruqyah saya.

Saat doa-doa dilantunkan, tubuh saya bergetar hebat. Rasa sakit luar biasa menjalar di seluruh tubuh saya. Tiba-tiba, saya muntah darah. 

Satu jam lebih saya mengalami penderitaan yang sulit dijelaskan. Tubuh saya terasa seperti tersetrum, otot-otot saya kejang, dan saya bahkan tidak bisa berbicara. Seakan-akan ada sesuatu yang ingin keluar dari dalam diri saya, sesuatu yang selama ini bersembunyi tanpa saya sadari. 

Setelah proses ruqyah selesai, tubuh saya lemas, tetapi pikiran saya perlahan mulai jernih. Saya mulai memahami bahwa dunia ini lebih luas daripada yang bisa kita lihat. Ada batas tipis antara kenyataan dan dunia lain yang tak kasat mata. 

Sebagai seorang jurnalis, pengalaman ini mengajarkan saya satu hal penting, dalam mencari kebenaran, kita harus selalu berhati-hati. Tidak semua hal bisa dijelaskan dengan logika, dan tidak semua cerita bisa disampaikan tanpa konsekuensi. 

Sejak hari itu, saya berjanji untuk lebih bijak dalam memilih informasi yang saya sebarkan. Karena kadang, ada hal-hal yang lebih baik tetap menjadi misteri. (*)