• Senin, 10 Maret 2025

Pemkot Bandar Lampung Tegaskan Kawasan Resapan Air dan Lahan Pertanian Berkelanjutan Tidak Boleh untuk Pembangunan

Minggu, 09 Maret 2025 - 12.56 WIB
38

Kepala Disperkim Kota Bandar Lampung, Yusnadi Ferianto. Foto: Kupastuntas.co

Sri

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Pemerintah Kota (Pemkot) Bandar Lampung melalui Dinas Perumahan dan Pemukiman (Disperkim) menegaskan bahwa kawasan yang berfungsi sebagai daerah resapan air tidak boleh digunakan untuk pembangunan.

Langkah ini diambil untuk mencegah dampak negatif terhadap lingkungan, seperti banjir dan menurunnya kualitas air tanah di kota tersebut. 

Kepala Disperkim Kota Bandar Lampung, Yusnadi Ferianto, menekankan bahwa ada beberapa wilayah yang memang tidak diperbolehkan untuk dijadikan perumahan atau bangunan lainnya. 

“Ada beberapa wilayah yang memang tidak diperbolehkan untuk dijadikan perumahan atau bangunan lainnya. Ini sudah diatur dalam regulasi tata ruang kota, sehingga setiap pembangunan harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” ujar Yusnadi, Minggu (9/3/2025). 

Selain kawasan resapan air, pemerintah juga melarang alih fungsi lahan pertanian berkelanjutan (LP2B) untuk pembangunan. Kebijakan ini bertujuan untuk menjaga ketahanan pangan dan kelestarian lingkungan. 

“Misalnya di Kecamatan Rajabasa, terdapat area persawahan yang masuk dalam kategori LP2B. Lahan tersebut tidak boleh digunakan untuk pembangunan perumahan atau keperluan lainnya, karena berfungsi sebagai sumber produksi pangan yang harus dipertahankan,” jelasnya. 

Meski ada pembatasan dalam pembangunan di beberapa wilayah, Pemkot Bandar Lampung tetap membuka peluang bagi investor yang ingin mengembangkan perumahan di area yang sesuai dengan peruntukannya.

Yusnadi mengungkapkan bahwa pada tahun 2025, baru ada satu atau dua investor yang berencana membangun perumahan di wilayah Kemiling dan Labuhan Ratu. 

“Wilayah tersebut aman untuk pengembangan perumahan. Namun, kami tetap akan melakukan pengawasan ketat, termasuk dalam perencanaan tata letak (site plan), guna memastikan pembangunan berjalan sesuai aturan dan tidak menimbulkan dampak negatif seperti banjir atau kemacetan,” tegasnya. 

Menurutnya, pembangunan yang tidak memperhatikan aspek lingkungan dapat menyebabkan berbagai permasalahan, mulai dari banjir, kekurangan daerah resapan air, hingga terganggunya ekosistem alami. Oleh karena itu, pihaknya memastikan bahwa setiap pengembang perumahan harus mengikuti aturan yang sudah ditetapkan. 

Selain aspek lingkungan, Disperkim juga mewajibkan setiap pengembang perumahan untuk menyediakan fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos) yang memadai. 

“Pengembang wajib menyediakan fasum dan fasos sebesar 35 hingga 38 persen dari total lahan yang digunakan. Ini mencakup jalan, tempat ibadah, pemakaman, serta ruang terbuka hijau,” jelas Yusnadi. 

Ketentuan ini bertujuan untuk memastikan bahwa setiap perumahan yang dibangun memiliki fasilitas yang cukup bagi masyarakat, sehingga tidak menimbulkan masalah sosial di kemudian hari. (*)