Pemkot Bandar Lampung Tegaskan Kawasan Resapan Air dan Lahan Pertanian Berkelanjutan Tidak Boleh untuk Pembangunan

Kepala Disperkim Kota Bandar Lampung, Yusnadi Ferianto. Foto: Kupastuntas.co
Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Pemerintah Kota (Pemkot)
Bandar Lampung melalui Dinas Perumahan dan Pemukiman (Disperkim) menegaskan
bahwa kawasan yang berfungsi sebagai daerah resapan air tidak boleh digunakan
untuk pembangunan.
Langkah ini diambil untuk mencegah dampak negatif terhadap
lingkungan, seperti banjir dan menurunnya kualitas air tanah di kota
tersebut.
Kepala Disperkim Kota Bandar Lampung, Yusnadi Ferianto,
menekankan bahwa ada beberapa wilayah yang memang tidak diperbolehkan untuk
dijadikan perumahan atau bangunan lainnya.
“Ada beberapa wilayah yang memang tidak diperbolehkan untuk
dijadikan perumahan atau bangunan lainnya. Ini sudah diatur dalam regulasi tata
ruang kota, sehingga setiap pembangunan harus sesuai dengan ketentuan yang
berlaku,” ujar Yusnadi, Minggu (9/3/2025).
Selain kawasan resapan air, pemerintah juga melarang alih
fungsi lahan pertanian berkelanjutan (LP2B) untuk pembangunan. Kebijakan ini
bertujuan untuk menjaga ketahanan pangan dan kelestarian lingkungan.
“Misalnya di Kecamatan Rajabasa, terdapat area persawahan
yang masuk dalam kategori LP2B. Lahan tersebut tidak boleh digunakan untuk
pembangunan perumahan atau keperluan lainnya, karena berfungsi sebagai sumber
produksi pangan yang harus dipertahankan,” jelasnya.
Meski ada pembatasan dalam pembangunan di beberapa wilayah,
Pemkot Bandar Lampung tetap membuka peluang bagi investor yang ingin
mengembangkan perumahan di area yang sesuai dengan peruntukannya.
Yusnadi mengungkapkan bahwa pada tahun 2025, baru ada satu
atau dua investor yang berencana membangun perumahan di wilayah Kemiling dan
Labuhan Ratu.
“Wilayah tersebut aman untuk pengembangan perumahan. Namun,
kami tetap akan melakukan pengawasan ketat, termasuk dalam perencanaan tata
letak (site plan), guna memastikan pembangunan berjalan sesuai aturan dan tidak
menimbulkan dampak negatif seperti banjir atau kemacetan,” tegasnya.
Menurutnya, pembangunan yang tidak memperhatikan aspek
lingkungan dapat menyebabkan berbagai permasalahan, mulai dari banjir,
kekurangan daerah resapan air, hingga terganggunya ekosistem alami. Oleh karena
itu, pihaknya memastikan bahwa setiap pengembang perumahan harus mengikuti
aturan yang sudah ditetapkan.
Selain aspek lingkungan, Disperkim juga mewajibkan setiap
pengembang perumahan untuk menyediakan fasilitas umum (fasum) dan fasilitas
sosial (fasos) yang memadai.
“Pengembang wajib menyediakan fasum dan fasos sebesar 35
hingga 38 persen dari total lahan yang digunakan. Ini mencakup jalan, tempat
ibadah, pemakaman, serta ruang terbuka hijau,” jelas Yusnadi.
Ketentuan ini bertujuan untuk memastikan bahwa setiap
perumahan yang dibangun memiliki fasilitas yang cukup bagi masyarakat, sehingga
tidak menimbulkan masalah sosial di kemudian hari. (*)
Berita Lainnya
-
Kemenaker Terbitkan Aturan Baru, Pegawai Non-ASN di Kantor Pemerintah Wajib Didaftarkan BPJS Ketenagakerjaan
Minggu, 09 Maret 2025 -
Pemprov Lampung Beri Uang Saku Jamaah Haji 1 Juta Per Orang
Minggu, 09 Maret 2025 -
OJK: Korban Penipuan Keuangan Segera Lapor IASC
Minggu, 09 Maret 2025 -
Lampung Miliki 7.855 Perpustakaan, Hanya 143 Unit Terakreditasi
Minggu, 09 Maret 2025