• Rabu, 26 Februari 2025

Volume Sampah di Bandar Lampung Capai 900 Ton Per Hari

Rabu, 26 Februari 2025 - 11.13 WIB
35

Kabid Pengelolaan Sampah Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bandar Lampung, Mahendra Jalyas saat diwawancarai di ruang kerjanya, Rabu (26/2/25). Foto: Yoga/Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Bandar Lampung – Pemerintah Kota (Pemkot) Bandar Lampung berencana menerapkan metode controlled landfill di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bakung mulai tahun 2025. Langkah ini diambil setelah kota mendapat teguran dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) karena masih menggunakan metode open dumping, yang berisiko merusak lingkungan.

Kabid Pengelolaan Sampah Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bandar Lampung, Mahendra Jalyas, mengatakan bahwa volume sampah di kota ini mencapai 800 hingga 900 ton per hari, dan selama lebih dari 30 tahun sampah masih dikelola dengan sistem terbuka (open dumping), yang menyebabkan pencemaran lingkungan serta air lindi (leachate) yang merembes ke tanah.

"Selama ini, kita masih menggunakan sistem terbuka yang tidak ramah lingkungan. Ke depan, kita akan beralih ke metode controlled landfill, yaitu sistem penimbunan sampah dengan lapisan tanah untuk mengurangi dampak pencemaran," ujar Mahendra saat ditemui pada Rabu, 26 Februari 2025.

Metode open dumping sendiri adalah sistem pembuangan sampah secara terbuka tanpa perlindungan terhadap pencemaran tanah, air, atau udara. Sampah hanya ditumpuk di suatu lokasi, sehingga menimbulkan bau, pencemaran lingkungan, serta munculnya air lindi (leachate), yaitu cairan beracun yang berasal dari sampah dan dapat mencemari air tanah.

Sementara itu, metode controlled landfill yang akan diterapkan ke depan adalah sistem penimbunan sampah dalam cekungan tanah yang setiap hari ditutup dengan lapisan tanah untuk mengurangi bau dan penyebaran sampah.

Jika sistem ini berhasil diterapkan, langkah berikutnya adalah menuju metode sanitary landfill, yang lebih ramah lingkungan karena menggunakan lapisan geomembran untuk mencegah pencemaran tanah akibat air lindi.

Mahendra menjelaskan bahwa pembangunan pembangkit listrik tenaga sampah (waste to energy) dapat menjadi solusi utama dalam mengatasi volume sampah yang tinggi. Dengan sistem ini, sampah dapat diolah menjadi energi listrik atau bahan bakar alternatif melalui proses pembakaran atau konversi kimia.

Namun, rencana ini masih terkendala karena keterbatasan anggaran daerah serta belum adanya investor yang bersedia menanamkan modal.

"Kami sudah mencoba menarik investor, bahkan Kementerian ESDM sempat melakukan studi kelayakan di TPA Bakung. Sayangnya, hingga kini belum ada hasil positif," tambahnya.

Selain itu, Pemkot juga terus berupaya meningkatkan pengangkutan sampah dari jalan-jalan protokol dan tempat pembuangan sementara (TPS). Namun, salah satu tantangan utama dalam pengelolaan sampah di Bandar Lampung adalah rendahnya kesadaran masyarakat terhadap kebersihan lingkungan.

"Masih banyak warga yang membuang sampah sembarangan. Tim pengangkut sampah baru saja membersihkan, tak lama kemudian sampah muncul lagi. Tanpa kesadaran dari masyarakat, upaya kami akan sulit berhasil," kata Mahendra.

Saat ini, Pemkot telah memiliki bank sampah di Kemiling, yang berfungsi untuk mengelola sampah organik menjadi kompos. Namun, karena volume sampah yang sangat besar, fasilitas ini belum mampu memberikan dampak signifikan dalam mengurangi timbunan sampah di kota.

Sebagai upaya jangka panjang, Pemkot akan terus mencari investor dan mengajukan bantuan dari pemerintah pusat untuk membangun sistem pengelolaan sampah yang lebih modern dan ramah lingkungan, seperti penerapan teknologi sanitary landfill atau pembangunan fasilitas waste to energy.

"Kami berharap ada dukungan dari pemerintah pusat maupun investor untuk membangun sistem pengelolaan sampah yang lebih baik. Dengan perbaikan ini, kami ingin memastikan pencemaran akibat sampah di Bandar Lampung bisa berkurang, sehingga kota menjadi lebih bersih dan nyaman bagi warganya," pungkas Mahendra. (*)