Pussbik Lampung Desak Pemerintah Terapkan Cukai 20 Persen Pada Minuman Berpemanis

Pussbik Wilayah Lampung saat menggelar Pertemuan Media soal desakan pemberlakuan PP tentang pengenaan cukan pada minuman berpemanis. Foto: Yudha/Kupastuntas.co
Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Pusat Studi Strategi dan Kebijakan
(Pussbik) Wilayah Lampung mendesak pemerintah pusat untuk segera memberlakukan
Peraturan Pemerintah (PP) tentang pengenaan cukai terhadap minuman berpemanis
dalam kemasan (MBDK). Hal ini dinilai mendesak mengingat dampak buruk konsumsi
gula berlebihan terhadap kesehatan masyarakat.
Direktur Eksekutif Pussbik Lampung, Aryanto Yusuf mengatakan, advokasi
kebijakan cukai MBDK telah berlangsung selama beberapa tahun. Pada 2023,
regulasi tersebut bahkan telah dirancang dalam bentuk Rancangan Peraturan
Pemerintah (RPP). Namun, hingga kini aturan itu belum juga disahkan.
"Kami mempertanyakan lambatnya pemberlakuan aturan ini. Apakah ada
tarik ulur antara kepentingan industri, konsumen, dan penerimaan negara?
Padahal, sebagai konsumen, kita ingin agar MBDK dapat dikontrol dan diatur
distribusinya, terutama agar tidak mudah diakses oleh anak-anak," ujar
Aryanto di Bandar Lampung, Selasa (25/2/2025).
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, prevalensi remaja
gemuk dan obesitas di Indonesia terus meningkat. Pada kelompok usia 13–15
tahun, angkanya mencapai 20 persen, sementara untuk usia 16–18 tahun sebesar
13,6 persen. Obesitas sendiri berisiko 2,7 kali lebih besar menyebabkan
diabetes.
"Data International Diabetes Federation 2021 menunjukkan bahwa
kematian akibat diabetes di Indonesia mencapai 63,3 persen. Konsumsi gula
berlebih sangat berkontribusi terhadap lonjakan kasus diabetes, obesitas, dan
penyakit jantung yang membebani sistem kesehatan," lanjutnya.
Selain dampak kesehatan, Aryanto menyoroti beban negara dalam menangani
penyakit tidak menular akibat konsumsi gula berlebihan. Pada 2022, BPJS
Kesehatan mengeluarkan anggaran sebesar Rp24,1 triliun untuk penyakit tidak
menular, di mana diabetes menjadi salah satu penyebab utama pengeluaran
tersebut.
"Kami mendesak pemerintah pusat segera menetapkan cukai sebesar 20
persen dari nilai jual rata-rata produk MBDK. Selain itu, pendapatan dari cukai
ini harus dialokasikan 100 persen untuk kepentingan publik di bidang kesehatan
dan pendidikan," tegas Aryanto.
Juga menuntut pemerintah daerah yang menerima dana hasil cukai MBDK untuk
menyusun panduan dan proposal penggunaan dana secara transparan dan
partisipatif. Dalam hal ini, perwakilan masyarakat sipil dan akademisi harus
dilibatkan agar dana benar-benar digunakan untuk peningkatan layanan kesehatan
dan pendidikan.
"Dengan adanya kebijakan ini, diharapkan konsumsi MBDK dapat
berkurang, penerimaan negara meningkat, dan kualitas hidup masyarakat menjadi
lebih baik," pungkas Aryanto. (*)
Berita Lainnya
-
Pemkot Bandar Lampung Normalisasi Sungai di Tanjung Senang Pasca Banjir
Selasa, 25 Februari 2025 -
Ketua PWNU Lampung Imbau Masyarakat Tetap Kondusif Pasca Putusan MK Terkait Pilkada Pesawaran 2024
Selasa, 25 Februari 2025 -
Pengamat Unila: Danantara Langkah Strategis Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi Nasional
Selasa, 25 Februari 2025 -
Pemprov Lampung Gelar 9 Titik Pasar Murah Hingga Jelang Lebaran
Selasa, 25 Februari 2025