• Jumat, 21 Februari 2025

Aksi Demonstrasi 'Indonesia Gelap', Akademisi UBL Rifandy: Hak Demokrasi

Kamis, 20 Februari 2025 - 15.33 WIB
48

Akademisi Hukum Tata Negara Universitas Bandar Lampung (UBL) Rifandy Ritonga. Foto: Ist.

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Media sosial diramaikan dengan tagar 'Indonesia Gelap', yang dilatarbelakangi ketidakpuasan para mahasiswa terhadap pemerintahan Prabowo-Gibran. Bahkan, BEM SI menggelar aksi demonstrasi dengan sejumlah tuntutan di Patung Kuda, Jakarta Pusat, Kamis (20/2/2025).

Akademisi Hukum Tata Negara Universitas Bandar Lampung (UBL), Rifandy Ritonga, menilai aksi mahasiswa yang menuntut evaluasi efisiensi anggaran pemerintah merupakan bagian dari hak demokrasi dan wajar dilakukan, terutama jika menyangkut kebijakan yang berdampak langsung pada masyarakat. Namun, ia juga mengingatkan bahwa tuntutan harus didukung dengan data dan analisis yang kuat.

"Evaluasi anggaran itu penting, tetapi mahasiswa juga harus bisa menjelaskan dengan jelas di mana letak ketidakefisienannya. Jangan sampai hanya sekadar menuntut tanpa bukti konkret, karena itu bisa membuat gerakan ini kehilangan bobotnya," ujar Rifandy, saat dikonfirmasi.

Terkait isu yang diangkat, ia melihat ada beberapa tuntutan yang memang krusial, tetapi ada juga yang masih bisa diperjelas lagi. Contohnya, pemangkasan anggaran pendidikan memang berdampak langsung pada mahasiswa dan dosen, sehingga wajar jika diprotes.

"Namun, mahasiswa juga perlu menyoroti dengan lebih spesifik, apakah pemangkasan itu tidak bisa dihindari? Apakah ada pos anggaran lain yang lebih layak untuk dipotong?" tanyanya.

Begitu juga dengan isu kenaikan PPN, harga BBM, dan kesejahteraan tenaga pengajar. Mahasiswa harus lebih tajam dalam menyoroti dampak langsung kebijakan ini agar tidak mudah dibantah oleh pemerintah.

"Semakin kuat data dan argumentasinya, semakin sulit pemerintah mengabaikan tuntutan mereka," tuturnya.

Terkait respons pemerintah, ia menilai seharusnya pemerintah lebih terbuka terhadap kritik, bukan sekadar membantah. Ia menyoroti pernyataan Menteri Luhut yang menolak anggapan bahwa Indonesia sedang dalam kondisi ‘gelap.’

"Itu bisa dimaklumi, namanya juga pejabat pasti membela kebijakan pemerintah. Tapi kalau hanya sekadar menyangkal tanpa menjelaskan lebih jauh, kesannya jadi seperti menutup mata terhadap keresahan masyarakat," katanya.

Menurutnya, cara terbaik bagi pemerintah adalah menunjukkan dengan transparan bagaimana anggaran benar-benar dikelola dan menjelaskan alasan di balik setiap kebijakan yang diprotes mahasiswa.

"Kalau mahasiswa salah paham, jelaskan di mana letak kesalahannya. Tetapi jika memang ada masalah di kebijakan, akui dan perbaiki. Itu jauh lebih baik daripada sekadar membantah," teranghnya.

Sementara itu, Pengamat Hukum Tata Negara Universitas Lampung, M. Iwan Satriawan, menilai demonstrasi adalah hak setiap warga negara.

"Negara demokrasi memberi kebebasan bagi rakyat untuk mengekspresikan suaranya, asal tidak melanggar hukum," katanya.

Ia juga mengatakan, terkait isi demonstrasi yang diusung oleh mahasiswa, secara prinsip akan dijalankan oleh pemerintah.

"Nanti pasti akan dievaluasi oleh pemerintah terkait program yang tidak berjalan atau mendapatkan resistensi dari rakyat," tambahnya.

Berikut ini 13 poin tuntutan mahasiswa pada demonstrasi 'Indonesia Gelap' :

  1. Ciptakan pendidikan gratis, ilmiah, dan demokratis serta batalkan pemangkasan anggaran pendidikan.
  2. Cabut proyek strategis nasional bermasalah, wujudkan reforma agraria sejati. Proyek Strategis Nasional (PSN) kerap menjadi alat perampasan tanah rakyat. Mahasiswa menuntut pencabutan PSN yang tidak berpihak pada rakyat dan mendorong pelaksanaan reforma agraria sejati.
  3. Tolak revisi Undang-Undang Minerba, yang dianggap sebagai alat pembungkaman bagi rezim terhadap kampus-kampus dan lingkungan akademik yang kritis.
  4. Hapuskan multifungsi ABRI. Keterlibatan militer dalam sektor sipil berpotensi menciptakan represi dan menghambat kehidupan yang demokratis.
  5. Sahkan Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat. Masyarakat adat membutuhkan perlindungan hukum yang jelas atas tanah dan kebudayaan mereka.
  6. Cabut Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025, yang dianggap sebagai ancaman terhadap kepentingan rakyat seperti pendidikan dan kesehatan.
  7. Evaluasi penuh program makan bergizi gratis agar tepat sasaran, terlaksana dengan baik, dan tidak menjadi alat politik semata.
  8. Realisasikan anggaran tunjangan kinerja dosen. Kesejahteraan akademisi harus diperhatikan demi peningkatan kualitas pendidikan tinggi dan melindungi hak-hak buruh kampus.
  9. Desak Prabowo Subianto untuk mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang perampasan aset, karena korupsi mendesak dan harus diatasi melalui perppu untuk memberantas kejahatan ekonomi dan korupsi.
  10. Tolak revisi Undang-Undang TNI, Polri, dan Kejaksaan yang dinilai memperkuat imunitas aparat dan melemahkan pengawasan terhadap mereka.
  11. Efisiensi dan rombak Kabinet Merah Putih. Borosnya para pejabat yang tidak bertanggung jawab harus diatasi dengan merombak pejabat yang bermasalah.
  12. Tolak revisi Peraturan DPR tentang tata tertib, yang dianggap bermasalah dan dapat menimbulkan kesewenang-wenangan dari lembaga DPR.
  13. Reformasi Kepolisian Republik Indonesia. Kepolisian harus direformasi untuk menghilangkan budaya represif dan meningkatkan profesionalisme.

Aksi ini merupakan panggilan kepada seluruh elemen masyarakat untuk terus mengawal jalannya pemerintahan demi terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. (*)