• Jumat, 21 Februari 2025

Warga Tuntut Ganti Rugi Pasca Penggusuran di Sabah Balau dan Sukarame Baru

Rabu, 19 Februari 2025 - 17.15 WIB
68

Anggota Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kota Bandar Lampung, Prabowo Pamugkas saat memberi keterangan kepada awak media dalam konfers Rabu, 19 Februari 2025. Foto: Yudha/Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Bandar Lampung – Warga Sabah Balau dan Sukarame Baru menuntut ganti rugi properti rumah mereka yang digusur oleh Pemerintah Provinsi Lampung pada Rabu, 12 Februari 2025 yang lalu.

Warga Sukarame Baru yang terkena penggusuran, Jamal (55), mengatakan masyarakat yang terdampak sepakat untuk meminta ganti rugi rumah tersebut karena tidak ada lagi tempat tinggal.

"Kami bersepakat bahwa gantikan properti kami yang dihancurkan oleh pemprov, itu tuntutan kami. Karena dengan terjadinya ini, kami luntang-lantung tidak ada tempat. Itu kesepakatan kami bersama," kata Jamal saat konferensi pers di Kantor YLBHI LBH Kota Bandar Lampung, Rabu, 19 Februari 2025.

Asmawati, warga Sabah Balau, meminta pertolongan kepada Presiden Prabowo Subianto agar membantu kesulitan yang mereka alami akibat penggusuran.

"Saya minta keadilan dari Pak Prabowo, tolong bantu kami seadil mungkin. Kami tidak ada tempat tinggal, luntang-lantung sampai dengan saat ini. Kami minta bantuan Prabowo membantu kami secepat mungkin," ungkapnya.

Sementara itu, anggota Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kota Bandar Lampung, Prabowo Pamugkas, menilai penggusuran yang dilakukan oleh Pemprov Lampung disertai dengan kekerasan dan menimbulkan korban.

"Terdapat upaya kekerasan yang juga menimbulkan korban. Kita menerima aduan bahwa warga yang masih berjuang mempertahankan itu 15 orang dan mengadukan mengenai masalah ini. Upaya penggusuran oleh Pemprov dalam hal ini melanggar hak-hak warga masyarakat mengenai tempat tinggal yang layak," tegasnya.

Dia juga menilai kepolisian yang menjaga terkesan membiarkan. Selain itu, warga yang paling rentan adalah ibu hamil yang mengalami pendarahan dan harus dibawa ke rumah sakit.

"Upaya kekerasan di sana setidaknya ada 3 korban warga, baik yang mengalami pemukulan, ada yang pendarahan, ada juga seorang pemuda yang bibirnya pecah karena dipukul," jelasnya.

Atas peristiwa ini, lanjutnya, LBH Bandar Lampung berkomitmen mendampingi warga atas pelaporan tindak pidana.

"Terhadap ini, pemprov harus bertanggung jawab atas kehilangan aset properti milik warga. Kita mendorong pemprov harus bertanggung jawab berupa harta benda yang dirusak dalam proses penggusuran," tutupnya.

Kemudian, Solidaritas Perempuan, Reni Yuliana Meutia, menilai penggusuran yang dilakukan merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).

"Apa yang terjadi pada 43 KK yang ada di Sabah Balau ini adalah suatu pelanggaran HAM. Seharusnya, penggusuran adalah alternatif terakhir pemerintah terhadap masyarakat, yang mana ini sebenarnya adalah lahan kosong yang terlantar dan dikelola oleh masyarakat," tuturnya.

"Pemprov melanggar hak asasi manusia, khususnya karena terjadi kekerasan yang diterima. Berdasarkan data yang kami dapat, ada 3 perempuan mengalami kekerasan, salah satunya adalah korban hamil. Ada juga mahasiswa mengalami pemukulan," tambahnya.

Yuli juga melihat pemprov seharusnya menjadi bagian yang melindungi masyarakat, tetapi justru beralih fungsi menjadi alat untuk menakuti masyarakat.

"Selain itu, yang kami lihat ada masyarakat yang mendapat ganti rugi, tapi jauh dari kata layak. Apakah dengan ganti rugi Rp2,5 juta itu bisa mengganti rumah masyarakat? Ini ada proses yang tidak berpihak kepada masyarakat," tutupnya. (*)