• Minggu, 16 Februari 2025

Cerita Warga Metro Bertaruh Nyawa Melintasi Jembatan Gantung Pelita, Berharap Janji Perbaikan Terealisasi

Jumat, 14 Februari 2025 - 15.02 WIB
263

Potret jembatan pelita dengan kondisi lantai kayu yang sudah lapuk dan ditambal sulam dengan batang pohon seadanya. Foto: Arby/Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Metro - Di Kelurahan Sumbersari, Kecamatan Metro Selatan, Jembatan Gantung Pelita berdiri sebagai saksi bisu bagaimana masyarakat harus mempertaruhkan nyawa setiap kali menyeberanginya.

Jembatan yang telah melayani warga sejak 1969 ini kini mengalami kerusakan parah, namun tetap menjadi akses utama bagi masyarakat yang ingin menyeberang dari Kota Metro ke Kabupaten Lampung Timur maupun sebaliknya.

Ironisnya, meskipun kondisinya membahayakan, warga tidak memiliki pilihan lain. Jembatan ini merupakan satu-satunya jalur alternatif yang tersedia tanpa harus melakukan perjalanan memutar yang lebih jauh.

Meskipun hanya dapat dilalui kendaraan roda dua, perannya sangat vital bagi kehidupan sehari-hari warga, mulai dari anak-anak sekolah hingga para pedagang yang mencari nafkah.

Berdasarkan informasi masyarakat, Jembatan Gantung Pelita dibangun pada era pemerintahan Presiden Soeharto, rampung pada tahun 1969 sebagai simbol konektivitas dan pembangunan daerah.

Pada masa kejayaannya, jembatan ini menjadi urat nadi masyarakat untuk beraktivitas ke pasar, sekolah, dan tempat kerja. Namun, seiring berjalannya waktu dan minimnya perhatian dari pemerintah, kondisinya semakin memprihatinkan.

Saat ini, struktur lantai jembatan yang berbahan dasar papan banyak yang telah lapuk. Warga harus bergotong-royong melakukan perbaikan darurat dengan kayu seadanya. Namun, tambal sulam ini hanya bersifat sementara, tidak memberikan solusi jangka panjang, dan tetap menyisakan ancaman keselamatan.

Berdasarkan pantauan di lokasi, tiang utama jembatan juga mulai mengalami pergeseran alias miring. Hal ini menjadi alarm serius bagi keamanan konstruksi secara keseluruhan. Jika tidak segera ditangani, bukan tidak mungkin jembatan ini akan ambruk dan menelan korban jiwa.

“Kami selalu was-was setiap kali melintasi jembatan ini, terutama saat musim hujan. Kayunya licin dan bisa patah kapan saja. Tapi kami tidak punya pilihan lain,” ungkap Karyoto seorang warga setempat kepada awak media, Jum'at (14/2/2025).

Ia kerap mengkhawatirkan keselamatan para pelajar yang harus berangkat ke sekolah melewati jembatan tersebut, sementara kendaraan roda dua yang melintas semakin memperbesar risiko kecelakaan.

Keluhan warga tentang kondisi Jembatan Gantung Pelita bukan hal baru. Berbagai laporan dan permohonan telah diajukan kepada pemerintah Kota Metro maupun Kabupaten Lampung Timur. Namun, hingga kini, belum ada tindakan konkret.

Sejumlah pejabat daerah bahkan sering menggunakan isu perbaikan jembatan ini sebagai janji kampanye. Sayangnya, janji itu tak lebih dari sekadar retorika politik tanpa realisasi.

Warga mengaku sudah berkali-kali mendengar janji perbaikan sejak bertahun-tahun lalu, tetapi kenyataan di lapangan justru menunjukkan kondisi jembatan yang semakin memburuk.

“Dulu waktu pemilihan kepala daerah, banyak yang datang ke sini menjanjikan perbaikan jembatan. Tapi setelah mereka terpilih, tidak ada yang benar-benar peduli dengan kondisi kami,” keluh Mbah Pon warga Metro Selatan.

Selain kondisi jembatan yang membahayakan, akses jalan penghubung di kedua daerah juga mengalami kerusakan. Lubang dan permukaan jalan yang tidak rata semakin memperparah kesulitan warga dalam beraktivitas. Saat hujan deras, beberapa bagian jalan tergenang air hingga memperburuk kondisi transportasi.

Keterlambatan perbaikan infrastruktur ini semakin menunjukkan kelalaian dan ketidakpedulian pihak terkait dalam memenuhi kebutuhan dasar masyarakat. Padahal, akses yang layak bukan hanya soal kenyamanan, tetapi juga menyangkut keselamatan ribuan warga yang setiap hari melintasi jalur tersebut.

Situasi ini menegaskan pentingnya langkah nyata dari pemerintah dalam menangani infrastruktur yang vital bagi masyarakat. Jika terus dibiarkan tanpa perbaikan, bukan tidak mungkin Jembatan Gantung Pelita akan menjadi lokasi tragedi berikutnya.

Pemerintah Provinsi Lampung dan pemerintah pusat harus segera turun tangan. Penanganan tidak boleh hanya sebatas survei lokasi tanpa tindak lanjut. Warga membutuhkan tindakan konkret, bukan sekadar wacana.

Sudah saatnya pemerintah memahami bahwa infrastruktur yang memadai adalah hak dasar masyarakat, bukan sekadar proyek politis yang hanya digaungkan saat masa kampanye.

Jembatan Gantung Pelita, yang dulu menjadi simbol pembangunan, kini menjadi cerminan ketidakpedulian. Akankah pemerintah tetap membiarkan warga bertaruh nyawa setiap hari, atau akhirnya mengambil langkah nyata untuk menyelamatkan warganya. (*)