Penertiban di Sabah Balau dan Sukarame Baru, DPRD Lampung Serukan Pendekatan Humanis
![](https://kupastuntas.co/uploads/posts/penertiban-di-sabah-balau-dan-sukarame-baru-dprd-l_20250212104307.jpg)
Potret ketegangan antara warga yang menolah penggusuran dan petugas Satpol PP, di Desa Sabah Balau, Kecamatan Tanjung Bintang, Kabupaten Lampung Selatan, dan Kelurahan Sukarame, Bandar Lampung Rabu (12/2/2025). Foto: Yudha/Kupastuntas.co
Kupastuntas.co,
Bandar Lampung – Suasana di Desa Sabah Balau, Kecamatan Tanjung
Bintang, Kabupaten Lampung Selatan, dan Kelurahan Sukarame, Bandar Lampung,
mulai berangsur kondusif setelah upaya penertiban dilakukan oleh petugas Satpol
PP, Rabu (12/2/2025).
Ratusan petugas dari Satuan Polisi Pamong Praja
(Satpol PP) dan Polda Lampung terlihat berbaris rapi menuju lokasi penertiban.
Warga yang tinggal di lahan tersebut diimbau untuk segera mengosongkan wilayah
yang diklaim milik Pemerintah Provinsi Lampung. Di sisi lain, sejumlah warga
mengklaim bahwa lahan tersebut adalah milik mereka. Sejumlah alat berat juga
telah dikerahkan untuk proses eksekusi.
"Pak Prabowo, tolong kami!" teriak
sejumlah warga yang berupaya menahan laju petugas.
Jamal (55), warga Sukarame Baru, mengenakan
kaos bertuliskan "Prabowo" serta topi, memegang berkas di tangannya,
menceritakan bahwa ada beberapa warga yang menerima kompensasi sebesar Rp2,5
juta untuk mengosongkan rumahnya.
"Sudah ada 4 orang yang menerima uang
Rp2,5 juta untuk pindah. Tapi masih ada sekitar 56 orang yang menolak,"
ungkap Jamal.
Jamal juga menegaskan bahwa surat-surat yang
dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi Lampung tidak sah dan tidak memiliki tanda
tangan resmi. Ia juga mengaku bahwa warga Sukarame Baru telah mengalami
intimidasi sejak tahun 2012.
"Kami merasa sangat tertekan, anak-anak
kami juga merasakan dampaknya. Tidak ada dasar hukum yang jelas dari pihak
Pemprov," ujarnya.
Lebih lanjut, Jamal menjelaskan bahwa pada
tahun 1985, tanah tersebut diserahkan oleh karyawan perusahaan PTPN 7 untuk
digarap, namun pada tahun 1997 muncul surat dari Pemprov Lampung yang mengklaim
lahan tersebut.
"Tiba-tiba, tahun 1997, ada surat dari
Pemprov yang mengklaim lahan ini," jelasnya.
Ia juga menambahkan bahwa setelah itu, tanah
tersebut diserahkan kembali kepada warga yang telah menempati wilayah tersebut.
"Tanah ini dikembalikan kepada warga," tegas Jamal.
Di tengah ketegangan, penegak hukum terus
bergerak maju, sementara warga berusaha menahan laju petugas, menyebabkan aksi
dorong-dorongan. Beberapa warga bahkan jatuh pingsan akibat kericuhan tersebut.
Ketua DPRD Provinsi Lampung, Ahmad Giri Akbar,
menyerukan agar proses penertiban dilakukan secara humanis.
"Saya berharap tindakan ini dilakukan
dengan pendekatan humanis. Setahu saya, ini adalah polemik yang sudah
berlangsung lama," ujar Giri.
Ia juga menegaskan bahwa proses penertiban
harus mengedepankan aspek kemanusiaan dan mematuhi peraturan yang berlaku.
"Saya harap semuanya berjalan sesuai aturan dan tetap mengedepankan kemanusiaan," tutupnya. (*)
Berita Lainnya
-
Efisiensi Anggaran, DAK dan DAU Pemprov Lampung 113 Miliar Dipangkas
Rabu, 12 Februari 2025 -
Dirut BPJS: 50 Juta Peserta JKN Nonaktif
Rabu, 12 Februari 2025 -
Berurai Air Mata, Warga Sabah Balau Bingung Mau Tinggal Dimana
Rabu, 12 Februari 2025 -
142 Kepala Daerah Terpilih Asal PDI Perjuangan Ikut Pembekalan
Rabu, 12 Februari 2025