'Nadran' Ungkapan Syukur Nelayan Lamtim dan Upaya Menjaga Ekosistem Laut
![](https://kupastuntas.co/uploads/posts/nadran-ungkapan-syukur-nelayan-lamtim-dan-upaya-me_20250212145029.jpg)
Belasan perahu nelayan memburu perahu pembawa sesaji dalam kegiatan Nadran di Laut Labuhan Maringgai, Lampung Timur. Foto: Agus/Kupastuntas.co
Kupastuntas.co, Lampung Timur -
Di tengah cuaca terik laut Labuhan Maringgai, Rabu (12/2/2025) sebuah perahu
dihias sederhana melaju ke arah tengah lautan. Perahu itu membawa sesaji
sakral, terdiri dari kepala kerbau, jajanan pasar, ingkung ayam (hidangan ayam
utuh), serta berbagai logistik lainnya, termasuk bendera merah putih.
Di belakangnya, belasan perahu
dengan berbagai ukuran mengikuti, dipenuhi ratusan penumpang yang penuh harap,
seakan terikat oleh tujuan yang sama, menyusuri lautan dengan penuh keyakinan.
Sebuah prosesi yang begitu menggugah, menyatu dengan riuh ombak yang menerjang.
Tiba di tengah laut, pergerakan
sengit di antara belasan perahu berbagai ukuran pun dimulai. Masing-masing
berusaha merebut posisi terbaik, berlomba mendekati perahu pembawa sesaji. Perahu-perahu
saling bersenggolan, seakan tak peduli dengan gelombang. Ketegangan terasa
semakin memuncak, karena sesaji yang dibawa harus segera dikeruk, dicapai, dan
dilarungi di tengah laut, menjadi simbol perjuangan dalam ritual yang penuh
makna.
Di perairan Laut Labuhan
Maringgai, lima anggota Tentara Angkatan Laut yang bertugas dengan menggunakan
speed boat berkecepatan tinggi, terus memantau dengan cermat di lokasi acara
pesta Laut sedang berlangsung.
Mereka berjuang sekuat tenaga
menjaga keamanan, memastikan tidak ada kecelakaan di tengah pesta Laut
tersebut. Speed boat yang mereka tumpangi bergerak zig-zag, memberi isyarat
tegas kepada ratusan nelayan agar waspada. Setiap gerakan penuh kehati-hatian,
karena di tengah semarak ritual ini, keselamatan tetap menjadi prioritas utama.
"Awas! Perahu besar, jangan
berdekatan dengan perahu kecil! Hati-hati, banyak penumpang, termasuk
anak-anak! Jaga keselamatan, jangan sampai perahu terguling!" teriak salah
seorang anggota TNI.
Suaranya menggema di tengah
hiruk-pikuk ratusan nelayan ditengah laut dengan belasan perahu. Peringatannya
tegas, menyelusup dalam ketegangan yang kian memuncak, seakan melawan gelombang
yang tak hanya datang dari laut, tetapi juga dari kerumunan yang berdesakan.
Teriakan petugas keamanan yang
menggema di tengah keramaian seakan tak dihiraukan. Belasan perahu semakin
rapat mendekati perahu pembawa sesaji, menciptakan kegaduhan yang tak
terbendung.
Tanpa peringatan, beberapa
nelayan melompat ke laut, berenang menerjang ombak, berusaha sekuat tenaga
mendekati perahu yang membawa sesaji. Dalam sekejap, mereka berebut dengan
penuh ambisi, tangan-tangan yang terulur mengincar setiap potongan sesaji yang
berada dalam perahu, seolah tak ada yang bisa menghentikan hasrat mereka.
Dari puluhan nelayan yang
berhasil mencapai perahu pembawa sesaji, satu per satu mereka merebut apa yang
telah lama mereka incar: kepala kerbau, ingkung ayam, air mineral, jajanan
pasar, hingga bendera merah putih.
Dalam kekalutan itu, mereka
menggenggam hasil perjuangan mereka, lalu kembali ke perahu masing-masing
dengan penuh kebanggaan. Namun, di balik kegembiraan, terlihat kelelahan yang
terpancar, tanda bahwa setiap potongan yang berhasil didapatkan adalah hasil
dari perjuangan yang tak mudah, di tengah gelombang dan kerumunan yang memanas.
Seorang nelayan, Danang, berhasil
membawa pulang bendera merah putih yang merupakan bagian dari sesaji. Dengan
bangga, ia mengungkapkan bahwa pesta Laut yang dikenal dengan nama Nadran ini
merupakan tradisi tahunan yang selalu digelar di perairan Laut Labuhan
Maringgai.
Bagi Danang, Nadran bukan sekadar
ritual, tetapi simbol kebersamaan dan penghormatan terhadap laut yang menjadi
sumber kehidupan mereka.
“Ini adalah bentuk rasa syukur
kami atas rezeki yang berlimpah dari laut. Melalui doa-doa kami, kami berharap
agar tidak ada nelayan yang mengambil hasil laut dengan cara yang merusak
lingkungan,” ujar Danang dengan penuh harap.
Di tengah harapan ratusan nelayan
untuk kelestarian Laut Labuhan Maringgai, kenyataannya masih banyak nelayan
yang menggunakan alat tangkap yang merusak lingkungan.
Meskipun upaya untuk menjaga laut
tetap lestari terus digaungkan, praktik-praktik yang tidak ramah lingkungan
tetap berlangsung, mengancam keberlanjutan sumber daya laut yang mereka
andalkan.
Seperti yang disampaikan oleh
Ketua Pelaksana Ritual Nadran, Dedi Cahyadi, masih banyak nelayan yang
menggunakan alat tangkap seperti trol dan dogol. Alat tangkap ini, menurutnya,
dapat merusak ekosistem laut dan mengancam kelestarian sumber daya alam yang
ada di perairan Labuhan Maringgai.
Dedi menegaskan, meskipun ritual
Nadran bertujuan untuk menjaga hubungan harmonis dengan laut, ancaman terhadap
lingkungan tetap harus diwaspadai.
“Nadran ini adalah simbol rasa
syukur atas rezeki yang kami peroleh dari laut. Namun, jika kita bersyukur
tetapi tidak bisa menjaga kelestarian laut, semua itu akan sia-sia,” terang
Dedi Cahyadi.
Pernyataannya mengingatkan bahwa
ritual Nadran bukan hanya soal tradisi, tetapi juga tentang tanggung jawab
bersama untuk menjaga kelestarian laut yang telah memberi kehidupan bagi banyak
orang.
Bukti masih maraknya penggunaan
alat tangkap yang tidak ramah lingkungan di pesisir Labuhan Maringgai terlihat
dari peristiwa bom ikan yang terjadi beberapa pekan lalu. Ledakan bom ikan
tersebut mengakibatkan satu korban tewas.
Peristiwa itu menambah daftar
panjang ancaman terhadap ekosistem laut yang semakin terabaikan. Tragedi ini
menjadi peringatan keras akan bahaya yang ditimbulkan oleh praktik-praktik
destruktif yang terus berlangsung di wilayah tersebut.
Menanggapi persoalan tersebut, A.
Faisol, Kepala UPTD Pelabuhan Perikanan Labuhan Maringgai, menyatakan bahwa
pihaknya akan segera menyusun laporan khusus. Laporan ini, menurutnya, akan
disampaikan kepada Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung untuk
menindaklanjuti masalah penggunaan alat tangkap yang merusak lingkungan
tersebut.
Sementara dampak dari penggunaan
alat tangkap ikan dengan bahan peledak cukup banyak. Faisol menjelaskan dampak
dari bom ikan yaitu. Kehancuran Ekosistem Laut: Ledakan bom ikan menghancurkan
terumbu karang, dasar laut, dan habitat alami bagi banyak spesies laut.
Kerusakan ini membuat ekosistem laut sulit pulih dan mengurangi keanekaragaman
hayati.
Kematian Ikan dan Organisme Laut:
Bom ikan membunuh ikan dan organisme laut lainnya dalam jangkauan ledakan,
tidak hanya yang ditargetkan, tetapi juga spesies yang tidak diinginkan. Ini
mengganggu keseimbangan populasi spesies dan merusak rantai makanan laut.
"Itu hanya sebagian kecil
masih banyak dampak buruk bagi kelestarian laut atas alat tangkap yang
menggunakan bahan peledak (bom ikan),” Tutupnya. (*)
Berita Lainnya
-
Komisi I DPRD Lamtim Cek Lokasi yang Akan Dijadikan Perkantoran Lampung Tenggara
Senin, 10 Februari 2025 -
Gaji dan Tunjangan Perangkat Desa Triwulan IV 2024 di 264 Desa se-Lampung Timur Belum Dibayar
Sabtu, 08 Februari 2025 -
Tidak Ada Perhatian Pemerintah, Warga di Lamtim Swadaya Memperdalam Kanal Cegah Gajah Liar
Jumat, 07 Februari 2025 -
Badan Kehormatan Panggil Saksi Kasus Oknum Anggota DPRD Lamtim Digerebek Bersama Istri Orang
Jumat, 07 Februari 2025