• Rabu, 12 Februari 2025

'Nadran' Ungkapan Syukur Nelayan Lamtim dan Upaya Menjaga Ekosistem Laut

Rabu, 12 Februari 2025 - 14.48 WIB
31

Belasan perahu nelayan memburu perahu pembawa sesaji dalam kegiatan Nadran di Laut Labuhan Maringgai, Lampung Timur. Foto: Agus/Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Lampung Timur - Di tengah cuaca terik laut Labuhan Maringgai, Rabu (12/2/2025) sebuah perahu dihias sederhana melaju ke arah tengah lautan. Perahu itu membawa sesaji sakral, terdiri dari kepala kerbau, jajanan pasar, ingkung ayam (hidangan ayam utuh), serta berbagai logistik lainnya, termasuk bendera merah putih.

Di belakangnya, belasan perahu dengan berbagai ukuran mengikuti, dipenuhi ratusan penumpang yang penuh harap, seakan terikat oleh tujuan yang sama, menyusuri lautan dengan penuh keyakinan. Sebuah prosesi yang begitu menggugah, menyatu dengan riuh ombak yang menerjang.

Tiba di tengah laut, pergerakan sengit di antara belasan perahu berbagai ukuran pun dimulai. Masing-masing berusaha merebut posisi terbaik, berlomba mendekati perahu pembawa sesaji. Perahu-perahu saling bersenggolan, seakan tak peduli dengan gelombang. Ketegangan terasa semakin memuncak, karena sesaji yang dibawa harus segera dikeruk, dicapai, dan dilarungi di tengah laut, menjadi simbol perjuangan dalam ritual yang penuh makna.

Di perairan Laut Labuhan Maringgai, lima anggota Tentara Angkatan Laut yang bertugas dengan menggunakan speed boat berkecepatan tinggi, terus memantau dengan cermat di lokasi acara pesta Laut sedang berlangsung.

Mereka berjuang sekuat tenaga menjaga keamanan, memastikan tidak ada kecelakaan di tengah pesta Laut tersebut. Speed boat yang mereka tumpangi bergerak zig-zag, memberi isyarat tegas kepada ratusan nelayan agar waspada. Setiap gerakan penuh kehati-hatian, karena di tengah semarak ritual ini, keselamatan tetap menjadi prioritas utama.

"Awas! Perahu besar, jangan berdekatan dengan perahu kecil! Hati-hati, banyak penumpang, termasuk anak-anak! Jaga keselamatan, jangan sampai perahu terguling!" teriak salah seorang anggota TNI.

Suaranya menggema di tengah hiruk-pikuk ratusan nelayan ditengah laut dengan belasan perahu. Peringatannya tegas, menyelusup dalam ketegangan yang kian memuncak, seakan melawan gelombang yang tak hanya datang dari laut, tetapi juga dari kerumunan yang berdesakan.

Teriakan petugas keamanan yang menggema di tengah keramaian seakan tak dihiraukan. Belasan perahu semakin rapat mendekati perahu pembawa sesaji, menciptakan kegaduhan yang tak terbendung.

Tanpa peringatan, beberapa nelayan melompat ke laut, berenang menerjang ombak, berusaha sekuat tenaga mendekati perahu yang membawa sesaji. Dalam sekejap, mereka berebut dengan penuh ambisi, tangan-tangan yang terulur mengincar setiap potongan sesaji yang berada dalam perahu, seolah tak ada yang bisa menghentikan hasrat mereka.

Dari puluhan nelayan yang berhasil mencapai perahu pembawa sesaji, satu per satu mereka merebut apa yang telah lama mereka incar: kepala kerbau, ingkung ayam, air mineral, jajanan pasar, hingga bendera merah putih.

Dalam kekalutan itu, mereka menggenggam hasil perjuangan mereka, lalu kembali ke perahu masing-masing dengan penuh kebanggaan. Namun, di balik kegembiraan, terlihat kelelahan yang terpancar, tanda bahwa setiap potongan yang berhasil didapatkan adalah hasil dari perjuangan yang tak mudah, di tengah gelombang dan kerumunan yang memanas.

Seorang nelayan, Danang, berhasil membawa pulang bendera merah putih yang merupakan bagian dari sesaji. Dengan bangga, ia mengungkapkan bahwa pesta Laut yang dikenal dengan nama Nadran ini merupakan tradisi tahunan yang selalu digelar di perairan Laut Labuhan Maringgai.

Bagi Danang, Nadran bukan sekadar ritual, tetapi simbol kebersamaan dan penghormatan terhadap laut yang menjadi sumber kehidupan mereka.

“Ini adalah bentuk rasa syukur kami atas rezeki yang berlimpah dari laut. Melalui doa-doa kami, kami berharap agar tidak ada nelayan yang mengambil hasil laut dengan cara yang merusak lingkungan,” ujar Danang dengan penuh harap.

Di tengah harapan ratusan nelayan untuk kelestarian Laut Labuhan Maringgai, kenyataannya masih banyak nelayan yang menggunakan alat tangkap yang merusak lingkungan.

Meskipun upaya untuk menjaga laut tetap lestari terus digaungkan, praktik-praktik yang tidak ramah lingkungan tetap berlangsung, mengancam keberlanjutan sumber daya laut yang mereka andalkan.

Seperti yang disampaikan oleh Ketua Pelaksana Ritual Nadran, Dedi Cahyadi, masih banyak nelayan yang menggunakan alat tangkap seperti trol dan dogol. Alat tangkap ini, menurutnya, dapat merusak ekosistem laut dan mengancam kelestarian sumber daya alam yang ada di perairan Labuhan Maringgai.

Dedi menegaskan, meskipun ritual Nadran bertujuan untuk menjaga hubungan harmonis dengan laut, ancaman terhadap lingkungan tetap harus diwaspadai.

“Nadran ini adalah simbol rasa syukur atas rezeki yang kami peroleh dari laut. Namun, jika kita bersyukur tetapi tidak bisa menjaga kelestarian laut, semua itu akan sia-sia,” terang Dedi Cahyadi.

Pernyataannya mengingatkan bahwa ritual Nadran bukan hanya soal tradisi, tetapi juga tentang tanggung jawab bersama untuk menjaga kelestarian laut yang telah memberi kehidupan bagi banyak orang.

Bukti masih maraknya penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan di pesisir Labuhan Maringgai terlihat dari peristiwa bom ikan yang terjadi beberapa pekan lalu. Ledakan bom ikan tersebut mengakibatkan satu korban tewas.

Peristiwa itu menambah daftar panjang ancaman terhadap ekosistem laut yang semakin terabaikan. Tragedi ini menjadi peringatan keras akan bahaya yang ditimbulkan oleh praktik-praktik destruktif yang terus berlangsung di wilayah tersebut.

Menanggapi persoalan tersebut, A. Faisol, Kepala UPTD Pelabuhan Perikanan Labuhan Maringgai, menyatakan bahwa pihaknya akan segera menyusun laporan khusus. Laporan ini, menurutnya, akan disampaikan kepada Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung untuk menindaklanjuti masalah penggunaan alat tangkap yang merusak lingkungan tersebut.

Sementara dampak dari penggunaan alat tangkap ikan dengan bahan peledak cukup banyak. Faisol menjelaskan dampak dari bom ikan yaitu. Kehancuran Ekosistem Laut: Ledakan bom ikan menghancurkan terumbu karang, dasar laut, dan habitat alami bagi banyak spesies laut. Kerusakan ini membuat ekosistem laut sulit pulih dan mengurangi keanekaragaman hayati.

Kematian Ikan dan Organisme Laut: Bom ikan membunuh ikan dan organisme laut lainnya dalam jangkauan ledakan, tidak hanya yang ditargetkan, tetapi juga spesies yang tidak diinginkan. Ini mengganggu keseimbangan populasi spesies dan merusak rantai makanan laut.

"Itu hanya sebagian kecil masih banyak dampak buruk bagi kelestarian laut atas alat tangkap yang menggunakan bahan peledak (bom ikan),” Tutupnya. (*)