Kades Way Huwi Dilaporkan ke Polda Lampung, Diduga Kuasai Tanah Perusahaan Tanpa Izin
Kupastuntas.co, Lampung Selatan – Kepala Desa (Kades) Way
Huwi, Kecamatan Jati Agung, Kabupaten Lampung Selatan, Muhammad Yani,
dilaporkan ke Polda Lampung oleh PT. Budi Tata Semesta (BTS), anak perusahaan
CV. Sungai Budi (BW). Laporan tersebut terkait dugaan penguasaan lahan tanpa
izin yang dilakukan oleh Kades dengan membangun lapangan voli permanen di atas
tanah milik perusahaan.
Laporan tersebut dibuat oleh Novi Hariyanto, selaku Pengawas Aset PT. Budi Tata Semesta, dengan dasar Laporan Polisi Nomor LP/GAR/B/2/III/2024/SPKT/Polda Lampung. Perusahaan menilai tindakan Kades melanggar Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 51 Tahun 1960, yang mengatur larangan pemakaian tanah tanpa izin yang sah dari pemiliknya.
Menurut Novi Hariyanto, lahan tersebut memiliki Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) No. 370, yang diterbitkan pada 28 Agustus 1996, dengan peta situasi No. 10/1996, dan luas mencapai 35,12 hektare. Ia menyebut bahwa pihak perusahaan telah berulang kali mengingatkan Kades Muhammad Yani untuk tidak melakukan pembangunan secara permanen di atas lahan tersebut, namun peringatan itu tidak diindahkan.
"Sejak awal, kami sudah memperingatkan agar tidak membangun di atas tanah perusahaan. Namun, Kades tetap bersikeras dan akhirnya membangun lapangan voli secara permanen tanpa izin. Oleh karena itu, kami menempuh jalur hukum dengan melaporkannya ke Polda Lampung," ujar Novi Hariyanto, Kamis (6/2/2025).
Lebih lanjut, Novi menegaskan bahwa dalam mediasi yang difasilitasi oleh Camat Jati Agung dan Polres Lampung Selatan, pihak perusahaan telah memberikan opsi bagi Kades Muhammad Yani untuk membuktikan kepemilikan tanah melalui jalur perdata jika memang memiliki dokumen sah. Namun, hingga saat ini Kades tidak bisa menunjukkan bukti kepemilikan yang valid.
Sementara itu, Muhammad Yani membantah tuduhan tersebut. Ia mengklaim bahwa tanah yang digunakan untuk pembangunan lapangan voli tersebut sudah menjadi milik desa sejak tahun 1968, jauh sebelum perusahaan mendapatkan HGB atas lahan tersebut. Ia juga menyebut bahwa di lahan tersebut terdapat tanah pemakaman yang telah digunakan oleh masyarakat setempat selama puluhan tahun.
Menurutnya, ada indikasi malpraktik dalam penerbitan HGB oleh BPN Lampung Selatan. Ia menduga adanya keterlibatan oknum tertentu dalam proses penerbitan sertifikat yang mengabaikan kepentingan masyarakat. Oleh karena itu, ia meminta agar HGB perusahaan tersebut tidak diperpanjang dan mendesak pemerintah untuk turun tangan menyelesaikan sengketa ini.
"Kami sudah menggunakan tanah ini sejak lama, bahkan sebelum PT. BTS berdiri. Kami minta pemerintah segera turun tangan dan meninjau kembali proses penerbitan sertifikat ini. Jangan sampai hak masyarakat dirampas begitu saja," ujar Muhammad Yani.
Ia juga menyoroti bahwa permasalahan serupa tidak hanya terjadi di Way Huwi, tetapi juga di beberapa daerah lain di Lampung. Oleh karena itu, ia meminta Presiden, Menteri ATR/BPN, serta Satgas Mafia Tanah untuk segera turun tangan dan menindak tegas pihak-pihak yang terlibat dalam praktik dugaan mafia tanah.
Lebih lanjut, Muhammad Yani menjelaskan bahwa berdasarkan peta situasi rencana pemberian SHGB tanggal 10 April 1996 dan peta izin lokasi tanggal 3 Mei 1996, lahan lapangan sepak bola dan pemakaman sudah dikeluarkan dari area yang diberikan kepada perusahaan. Namun, secara mengejutkan, pada 28 Agustus 1996, lahan tersebut kembali masuk ke dalam peta SHGB PT. BTS.
"Masyarakat sudah menggunakan lapangan sepak bola dan tanah kuburan itu jauh sebelum PT. BTS hadir. Ini menjadi bukti bahwa ada kejanggalan dalam penerbitan sertifikat. Ada dugaan permainan dalam penerbitan SHGB yang mengabaikan hak masyarakat," tegasnya.
Masyarakat Way Huwi sendiri mulai resah dengan konflik ini. Mereka mendukung upaya Kades untuk mempertahankan hak mereka atas tanah tersebut dan meminta pemerintah segera mengambil tindakan agar konflik agraria ini tidak berlarut-larut.
Kini, kasus ini telah masuk dalam penyelidikan di Polda Lampung. Masyarakat dan pihak desa berharap agar permasalahan ini bisa diselesaikan secara adil dan transparan, serta memastikan bahwa hak masyarakat tidak dirampas oleh pihak yang memiliki kepentingan bisnis. (*)
Berita Lainnya
-
Puluhan Sopir Truk Rusak Pos Timbangan Kendaraan di Kalianda Lampung Selatan, Polisi Bakal Mediasi
Kamis, 06 Februari 2025 -
Perkara Lahan Parkir, Pria di Lampung Selatan Dikeroyok Hingga Dilarikan ke Rumah Sakit
Kamis, 06 Februari 2025 -
Bapenda Lampung Catat 1.085 Randis di Lamsel Nunggak Pajak, BPKAD: Hanya 417 Unit
Kamis, 06 Februari 2025 -
Warga Natar Lampung Selatan Bekuk 4 Komplotan Penipu Asal Palembang
Kamis, 06 Februari 2025