Bulog Lampung Hanya Serap 6,25 Persen Beras, Pengamat Khawatirkan Ketahanan Pangan Terganggu

Pengamat pertanian dari Universitas Lampung (Unila), Teguh Endaryanto. Foto: Ist
Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Produksi gabah kering
giling (GKG) di Provinsi Lampung pada tahun 2025 ditargetkan mencapai 2.832.483
ton. Jika dikonversikan, produksi ini setara dengan sekitar 1,6 juta ton beras.
Namun, Perum Bulog Lampung hanya menargetkan penyerapan beras sebanyak 100.000
ton dari total hasil produksi tahun ini.
Pengamat pertanian dari Universitas Lampung (Unila), Teguh Endaryanto, menilai peran Bulog dalam menjaga stabilitas harga beras sangat krusial, meski keterbatasan anggaran dan rendahnya target pengadaan bisa mempengaruhi efektivitasnya.
Menurut Teguh, Bulog tidak membeli seluruh produksi beras, tetapi berfokus pada pengendalian inflasi dan stabilitas harga di pasar.
“Bulog itu lebih kepada menjaga stabilitas harga. Kalau kita lihat, HPP (Harga Pembelian Pemerintah) saat ini di Rp6.500 per kilogram. Dengan stok yang ada, Bulog berupaya menstabilkan harga di pasaran,” ujar Teguh. Kamis (6/2/2025).
Meski begitu, Teguh mengakui kapasitas Bulog dalam menyerap produksi beras sangat bergantung pada ketersediaan anggaran.
“Saya tidak tahu pasti apakah ini terkait langsung dengan anggaran. Tapi kalau anggaran terbatas, tentu kapasitas pengadaan Bulog juga terbatas,” jelasnya.
Dengan target pengadaan hanya 100.000 ton atau sekitar 6,25% dari total produksi, ada risiko harga gabah dan beras di pasar menjadi sangat bergantung pada mekanisme pasar.
Teguh menjelaskan, saat panen raya, harga gabah bisa anjlok jika Bulog tidak melakukan intervensi yang cukup. Sebaliknya, ketika produksi menurun atau distribusi terganggu, harga beras bisa melonjak tajam.
“Kalau produksi menurun atau impor beras dihentikan, stok Bulog yang kecil bisa menyebabkan harga beras naik signifikan di masyarakat. Ini tentu membahayakan ketahanan pangan nasional,” kata Teguh.
Selain soal pengadaan, Teguh juga menyoroti pentingnya memperbaiki produktivitas petani. Penggunaan pupuk kimia yang berlebihan dalam jangka panjang telah menurunkan kesuburan lahan, sehingga dibutuhkan strategi pemulihan lahan dan benih berkualitas.
“Produktivitas harus didukung dengan pola tanam yang baik, benih unggul, serta infrastruktur seperti irigasi yang memadai,” tambahnya.
Sementara itu, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan Nilai Tukar Petani (NTP) berada di angka 123 persen. Meski cukup tinggi, Teguh menilai hal ini tidak otomatis mencerminkan kesejahteraan petani.
“NTP yang tinggi bagus, tapi itu tidak selalu berarti petani sejahtera. Masih ada faktor lain seperti biaya produksi dan harga jual yang perlu diperhatikan,” katanya.
Teguh mengapresiasi upaya pemerintah dalam memberikan
bantuan seperti subsidi pupuk dan dukungan kepada petani. Namun, ia berharap
ada kebijakan yang lebih menyeluruh untuk meningkatkan kesejahteraan petani
sekaligus menjaga ketahanan pangan nasional.
“Kuncinya adalah memastikan cadangan beras Bulog cukup dan petani tetap mendapat perhatian serius dari pemerintah. Dengan begitu, kita bisa menjaga stabilitas harga dan ketahanan pangan,” pungkasnya. (*)
Berita Lainnya
-
Pasokan Listrik PLN Andal, Rangkaian Peringatan HUT RI Berlangsung Khidmat dan Meriah
Selasa, 19 Agustus 2025 -
Operasi Sikat Krakatau 2025, Polda Lampung Tangkap 319 Pelaku Kejahatan
Selasa, 19 Agustus 2025 -
DPRD Setujui Rancangan Perubahan APBD Provinsi Lampung 2025, Belanja Daerah Rp7,78 Triliun
Selasa, 19 Agustus 2025 -
DPRD Provinsi Lampung Setujui Target 30 Rancangan Perda 2026
Selasa, 19 Agustus 2025