• Sabtu, 15 Maret 2025

Dugaan Pungli di SKB Lampung Selatan, Ijazah Ditebus 100 Ribu

Rabu, 05 Februari 2025 - 18.28 WIB
1.9k

Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) di Lampung Selatan. Foto: Edu/Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Lampung Selatan – Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Lampung Selatan diduga melakukan pungutan liar (pungli) kepada peserta didik saat pengambilan ijazah. Setiap peserta didik dikenakan biaya sebesar Rp100.000, yang diklaim pihak sekolah sebagai biaya pembelian sampul dan almamater.

Praktik ini terungkap berdasarkan laporan beberapa peserta didik kepada Kupastuntas.co, yang mendapati bahwa ijazah mereka tidak bisa diambil tanpa membayar pungutan tersebut. Saat dikonfirmasi melalui WhatsApp, Kepala SKB Lampung Selatan, Nurhasanah, tidak membantah adanya pungutan itu.

"Untuk sampul dan almamater," jawab Nurhasanah singkat, Rabu (5/2/2025). Namun, ketika ditanya berapa harga sebenarnya dari sampul dan almamater tersebut, ia justru balik bertanya, "Maaf, penebusan ijazah itu dari mana sumbernya?" katanya.

Sikap tertutup kepala sekolah semakin menimbulkan tanda tanya. Kupastuntas.co kembali menanyakan apakah dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tahun anggaran 2024 yang diterima SKB Lampung Selatan sebesar Rp 314,9 juta tidak cukup untuk mengcover biaya tersebut. Namun, Nurhasanah hanya menjawab singkat, "Maaf, sudah ada tim dinas dalam ranah itu," ujarnya singkat.

Ketika diminta menjelaskan lebih lanjut maksud dari ucapannya itu, ia memilih bungkam dan tidak lagi memberikan tanggapan. Hal ini semakin memperkuat dugaan bahwa ada pihak lain yang terlibat dalam pungutan tersebut.

Berdasarkan data Dapodik 2024, SKB Lampung Selatan memiliki 403 peserta didik, dengan 20 ruang belajar dan 16 rombongan belajar. Namun, ada kejanggalan dalam jumlah tenaga pendidik. Dalam Dapodik, tercatat hanya 6 guru dan 1 tenaga pendidik, sementara menurut keterangan salah satu tutor, Fitri, jumlah guru yang mengajar di SKB sebenarnya ada 17 orang.

"Di Dapodik formal memang hanya tercatat 6 guru induk yang sudah menetap di SKB dan bergelar S1. Sedangkan 11 sisanya adalah guru non formal yang diperbantukan di SKB dan belum memiliki gelar S1," ungkap Fitri, Selasa (4/2/2025).

Tidak hanya soal jumlah guru, ada kejanggalan lain terkait jumlah ruang kelas. Dalam data Dapodik, SKB Lampung Selatan disebut memiliki 20 ruang kelas, tetapi di lapangan, Fitri mengakui hanya ada 5 ruang kelas. Bahkan, 2 di antaranya digunakan untuk kegiatan Taman Kanak-Kanak (TK).

Dengan kondisi ini, muncul pertanyaan, bagaimana mungkin 403 peserta didik bisa tertampung hanya dalam 5 kelas? Fitri berdalih bahwa sebagai lembaga pendidikan non formal, SKB memiliki sistem Kelompok Belajar (Pokjar) yang tersebar di beberapa lokasi, seperti Natar dan Sragi.

"Selain SKB milik pemerintah, lembaga pendidikan non formal lainnya tidak boleh memiliki Pokjar. Kelasnya harus ada di tempat di mana pendidikan non formal itu diselenggarakan," kata Fitri.

Namun, penjelasan ini tidak menghapus kejanggalan dalam pengelolaan SKB Lampung Selatan, terutama terkait transparansi penggunaan dana BOS yang cukup besar. Jika dana BOS digunakan untuk operasional sekolah dan membayar honor para tutor, mengapa peserta didik masih harus membayar Rp100.000 untuk menebus ijazah mereka?.

Kasus dugaan pungli ini menjadi sorotan, mengingat ijazah adalah hak peserta didik dan tidak boleh ditahan atau dipungut biaya berdasarkan aturan pemerintah. Praktik seperti ini bisa dikategorikan sebagai pungutan liar (pungli) yang melanggar peraturan.

Sampai berita ini diturunkan, Kepala SKB Lampung Selatan, Nurhasanah, belum memberikan keterangan lebih lanjut terkait dugaan pungutan ini. Jika benar ada keterlibatan pihak Dinas Pendidikan, maka kasus ini perlu diusut lebih dalam oleh pihak berwenang. (*)