Dugaan Pungli di SKB Lampung Selatan, Ijazah Ditebus 100 Ribu

Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) di Lampung Selatan. Foto: Edu/Kupastuntas.co
Kupastuntas.co,
Lampung Selatan – Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Lampung Selatan diduga
melakukan pungutan liar (pungli) kepada peserta didik saat pengambilan ijazah.
Setiap peserta didik dikenakan biaya sebesar Rp100.000, yang diklaim pihak
sekolah sebagai biaya pembelian sampul dan almamater.
Praktik ini
terungkap berdasarkan laporan beberapa peserta didik kepada Kupastuntas.co,
yang mendapati bahwa ijazah mereka tidak bisa diambil tanpa membayar pungutan
tersebut. Saat dikonfirmasi melalui WhatsApp, Kepala SKB Lampung Selatan,
Nurhasanah, tidak membantah adanya pungutan itu.
"Untuk
sampul dan almamater," jawab Nurhasanah singkat, Rabu (5/2/2025). Namun,
ketika ditanya berapa harga sebenarnya dari sampul dan almamater tersebut, ia
justru balik bertanya, "Maaf, penebusan ijazah itu dari mana
sumbernya?" katanya.
Sikap
tertutup kepala sekolah semakin menimbulkan tanda tanya. Kupastuntas.co kembali
menanyakan apakah dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tahun anggaran 2024
yang diterima SKB Lampung Selatan sebesar Rp 314,9 juta tidak cukup untuk
mengcover biaya tersebut. Namun, Nurhasanah hanya menjawab singkat, "Maaf,
sudah ada tim dinas dalam ranah itu," ujarnya singkat.
Ketika
diminta menjelaskan lebih lanjut maksud dari ucapannya itu, ia memilih bungkam
dan tidak lagi memberikan tanggapan. Hal ini semakin memperkuat dugaan bahwa
ada pihak lain yang terlibat dalam pungutan tersebut.
Berdasarkan
data Dapodik 2024, SKB Lampung Selatan memiliki 403 peserta didik, dengan 20
ruang belajar dan 16 rombongan belajar. Namun, ada kejanggalan dalam jumlah
tenaga pendidik. Dalam Dapodik, tercatat hanya 6 guru dan 1 tenaga pendidik,
sementara menurut keterangan salah satu tutor, Fitri, jumlah guru yang mengajar
di SKB sebenarnya ada 17 orang.
"Di
Dapodik formal memang hanya tercatat 6 guru induk yang sudah menetap di SKB dan
bergelar S1. Sedangkan 11 sisanya adalah guru non formal yang diperbantukan di
SKB dan belum memiliki gelar S1," ungkap Fitri, Selasa (4/2/2025).
Tidak hanya
soal jumlah guru, ada kejanggalan lain terkait jumlah ruang kelas. Dalam data
Dapodik, SKB Lampung Selatan disebut memiliki 20 ruang kelas, tetapi di
lapangan, Fitri mengakui hanya ada 5 ruang kelas. Bahkan, 2 di antaranya
digunakan untuk kegiatan Taman Kanak-Kanak (TK).
Dengan
kondisi ini, muncul pertanyaan, bagaimana mungkin 403 peserta didik bisa
tertampung hanya dalam 5 kelas? Fitri berdalih bahwa sebagai lembaga pendidikan
non formal, SKB memiliki sistem Kelompok Belajar (Pokjar) yang tersebar di
beberapa lokasi, seperti Natar dan Sragi.
"Selain
SKB milik pemerintah, lembaga pendidikan non formal lainnya tidak boleh
memiliki Pokjar. Kelasnya harus ada di tempat di mana pendidikan non formal itu
diselenggarakan," kata Fitri.
Namun,
penjelasan ini tidak menghapus kejanggalan dalam pengelolaan SKB Lampung
Selatan, terutama terkait transparansi penggunaan dana BOS yang cukup besar.
Jika dana BOS digunakan untuk operasional sekolah dan membayar honor para
tutor, mengapa peserta didik masih harus membayar Rp100.000 untuk menebus
ijazah mereka?.
Kasus dugaan
pungli ini menjadi sorotan, mengingat ijazah adalah hak peserta didik dan tidak
boleh ditahan atau dipungut biaya berdasarkan aturan pemerintah. Praktik
seperti ini bisa dikategorikan sebagai pungutan liar (pungli) yang melanggar
peraturan.
Sampai
berita ini diturunkan, Kepala SKB Lampung Selatan, Nurhasanah, belum memberikan
keterangan lebih lanjut terkait dugaan pungutan ini. Jika benar ada
keterlibatan pihak Dinas Pendidikan, maka kasus ini perlu diusut lebih dalam
oleh pihak berwenang. (*)
Berita Lainnya
-
Geger! Mayat Anonim Mengambang di Sungai Merbau Mataram Lamsel
Jumat, 14 Maret 2025 -
Dinas Damkarmat Lamsel Lepaskan Cincin dari Jari Kakek Penderita Stroke
Jumat, 14 Maret 2025 -
Sembako Pasar Murah di Sidomulyo Lamsel Ludes Diborong Ibu-ibu
Jumat, 14 Maret 2025 -
294 Warga Binaan Lapas Kalianda Terima Remisi Hari Raya Idul Fitri
Jumat, 14 Maret 2025