• Sabtu, 01 Februari 2025

Penundaan Pelantikan Hambat Realisasi Janji Kampanye Kepala Daerah Terpilih

Sabtu, 01 Februari 2025 - 11.41 WIB
42

Pengamat politik dari Universitas Lampung (Unila), Bendi Juantara. Foto: Kupastuntas.co

Sri

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Proses pelantikan gubernur terpilih mengalami tarik ulur, yang semula pelantikan akan digelar pada 6 Februari ditunda dan akan dilaksanakan sekitar 17-20 Februari 2025.

Pengamat politik dari Universitas Lampung (Unila), Bendi Juantara, menilai bahwa penundaan ini berdampak signifikan terhadap pemerintahan daerah, kebijakan publik, serta kepastian hukum dalam proses transisi kepemimpinan. 

Penundaan ini tidak lepas dari upaya pemerintah untuk menyelaraskan periode pelantikan kepala daerah di seluruh Indonesia. Pemerintah berencana menjalankan sistem pemerintahan yang lebih terkoordinasi dengan pelantikan serentak agar tidak ada perbedaan waktu yang signifikan dalam masa jabatan kepala daerah.

Namun, hambatan muncul akibat adanya sengketa hasil Pilkada yang belum tuntas. Penyelesaian sengketa ini diharapkan dapat dilakukan tepat waktu agar tidak semakin memperlambat proses pelantikan. 

"Maka dari itu tentu beberapa opsi sengketa pilkada yang masih tersangkut diharapkan dapat diselesaikan dengan tepat waktu sehingga bisa dilaksanakan pelantikan secara serentak, " ujarnya, Sabtu (1/2/2025).

Selain faktor administrasi dan hukum, tarik ulur pelantikan juga menimbulkan ketidakpastian dalam pemerintahan daerah. Masyarakat yang telah memilih pemimpin baru tentu menunggu realisasi janji kampanye, terutama dalam 100 hari kerja pertama.

Banyak persoalan strategis yang perlu segera ditangani, seperti tata niaga singkong yang masih bermasalah, peningkatan infrastruktur, penguatan sektor ekonomi, serta kebijakan terkait perizinan dan alokasi anggaran. 

Penundaan pelantikan dikhawatirkan akan menghambat penyusunan dan pelaksanaan kebijakan-kebijakan strategis yang telah dirancang oleh kepala daerah terpilih. Hal ini berpotensi memperlambat pertumbuhan ekonomi daerah, menunda program pembangunan, serta mengurangi kepercayaan publik terhadap stabilitas pemerintahan. 

"Tarik ulur ini tentu bukan hanya persoalan administrasi tapi output dari keputusan memundurkan waktu ini berdampak pada ketidakpastian pemerintahan dan kebijakan publik. Masyarakat tentu sudah tidak sabar menunggu kerja nyata kepala daerah terpilih terutama 100 hari kerja," ungkapnya.

Khususnya kata Bendi, dalam menangani persoalan masyarakat yang strategis sifatnya. Misal, kasus tataniaga singkong, infrastruktur dan peningkatan ekonomi.

"Belum lagi persoalan perizinan, anggaran dan kebijakan strategis lain dapat tertunda," ucap dia.

Bendi Juantara menekankan bahwa percepatan pelantikan harus menjadi prioritas agar roda pemerintahan bisa berjalan optimal.

"Harapannya percepatan pelantikan bisa disegerakan agar problem yang mungkin muncul akibat putusan ini bisa diminimalisir," tandasnya. (*)