BPKP Ungkap Pemda di Lampung Hadapi Ruang Fiskal yang Rendah
Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Lampung mengungkapkan jika hampir semua pemerintah daerah di Lampung menghadapi ruang fiskal yang rendah.
Ruang fiskal yang rendah merupakan ketersediaan dana dalam anggaran yang terbatas. Kondisi ini dapat terjadi ketika pemerintah tidak memiliki cukup dana untuk membiayai kegiatan-kegiatan tertentu.
Kepala Perwakilan BPKP Provinsi Lampung, Nani Ulina Kartika Nasution mengatakan, berdasarkan hasil pengawasan yang dilakukan pada tahun 2023 dan 2024 terdapat beberapa isu yang harus menjadi perhatian.
"Pertama bahwa hampir sebagian besar pemerintah daerah itu menghadapi ruang fiskal yang rendah. Kemandirian fiskal itu rata-rata di angka 25,18 persen ini berada di bawah rata-rata nasional sebesar 28,91 persen," kata dia di Mahan Agung, Rabu (22/1/2025).
Selain itu, komposisi pendapatan daerah sebesar 82,42 persen masih berasal dari transfer dan komposisi belanja daerah terbesar digunakan untuk belanja pegawai.
"Jadi sangat terbatas alokasi belanja yang digunakan untuk menumbuhkan sektor-sektor unggulan yang ada di Provinsi Lampung. Kemudian isu yang tidak kalah penting adalah devisit keuangan real yang terus meningkat terutama pada empat pemerintah daerah," jelasnya.
Menurutnya, dengan keuangan fiskal yang terbatas dan rendah tersebut, pemerintah daerah harus lebih hati-hati dalam mengalokasikan belanja.
Kegiatan evaluasi atas perencanaan dan penganggaran sudah dilakukan sejak tahun 2023. Dimana pihaknya melakukan sampling terhadap 5 pemerintahan daerah untuk 5 sektor yaitu pariwisata, ketahanan pangan, UMKM, pengentasan kemiskinan dan penanganan stunting.
"Dari anggaran yang kita lakukan evaluasi sebesar Rp4 triliun kita dapati sebanyak Rp2,5 triliun atau 52,60 persen berpotensi tidak efektif," kata dia.
Kemudian pada tahun 2024 pihaknya melakukan sampling terhadap 3 pemerintah daerah yaitu Pemprov Lampung, Kabupaten Pesawaran dan Kabupaten Lampung Selatan atas 2 sektor yaitu pengentasan kemiskinan dan penanganan stunting.
"Dari Rp2,5 triliun yang kita lakukan evaluasi sebanyak Rp1,3 triliun 54,38 persen berpotensi tidak efektif," tegasnya.
Ia mengatakan jika berdasarkan hasil evaluasi terdapat beberapa hal yang menjadi penyebab banyak belanja yang berpotensi tidak efektif.
Pertama terkait dengan kompetensi atau sumber daya manusia (SDM) perencanaan APIP dan Bappeda yang melakukan proses review.
"Kita lihat SDM rencana ini masih sangat terbatas baik dari sisi jumlah maupun kapasitas dalam memahami intervensi yang tepat dalam merumuskan indikator dan target program," kata dia.
Kemudian kurang dan terbatasnya SDM perencanaan di masing-masing OPD. Lalu kurangnya kompetensi APIP dan Bappeda dalam proses review terhadap usulan anggaran yang diajukan.
"Selanjutnya kita juga melihat masih lemahnya koordinasi antar OPD dalam menentukan lokus dan sasaran intervensi dan berikutnya perumusan program dan kegiatan yang tidak berbasis pada indikator dan target yang jelas," tuturnya.
Sementara Pj Gubernur Lampung, Samsudin mengatakan, Provinsi Lampung saat ini masih banyak menghadapi tantangan dalam kemandirian fiskal. Dimana pada tahun 2024 seluruh kabupaten/kota di Provinsi Lampung masih belum mandiri.
"Semua daerah masih membutuhkan bantuan dari pusat. Kalau mandiri itu sudah fokus dengan anggaran yang ada yang tidak minta-minta lagi dengan pusat," kata dia.
Sehingga ke depan harus mengkonvergensikan perencanaan dan penganggaran lintas sektor serta energi dan kolaborasi yang tepat dalam pelaksanaannya.
"Tujuan ini tidak mungkin dapat dicapai hanya satu pihak saja atau dalam hal ini oleh satu instansi saja," terangnya.
Ia juga menyoroti rata-rata belanja pegawai yang masih berada diangka 36 persen padahal ketentuan dari Kemendagri adalah 30 persen.
"Saya yakin per kabupaten masih ada yang di atas 40 persen dan ini harus ditelusuri oleh BPKP. Dan ini tidak efektif hanya 60 persen yang dipergunakan untuk masyarakat dan 40 persen nya untuk membiayai para pegawai," pungkasnya.
Dikutip dari International Monetary Fund, ruang fiskal dapat didefinisikan sebagai ruang dalam anggaran pemerintah yang memungkinkannya menyediakan sumber daya untuk tujuan yang diinginkan tanpa membahayakan keberlanjutan posisi keuangannya atau stabilitas ekonomi. (*)
Berita Lainnya
-
Komisi I DPRD Lampung: Ketersediaan Lahan Jadi Hambatan Utama Pemekeraan Kabupaten Sungkai Bunga Mayang
Rabu, 22 Januari 2025 -
Tak Sengketa MK, Pelantikan Sebelas Kepala Daerah di Lampung 6 Februari 2025
Rabu, 22 Januari 2025 -
Cerita Dani Jaya Putra, Alumnus Unila Peraih Beasiswa LPDP di Monash University Australia
Rabu, 22 Januari 2025 -
Viral! Bunda Dor Dor Penyanyi 'Waktu Ku Kecil' Ditipu TikToker Lampung, Honor Job di TV Tak Sesuai
Rabu, 22 Januari 2025