• Selasa, 29 April 2025

12 Hutan Register di Provinsi Lampung Diduduki Warga

Kamis, 16 Januari 2025 - 08.15 WIB
628

Ilustrasi

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Sebanyak 12 hutan register di Provinsi Lampung kini sebagai besar sudah diduduki warga, dan sebagian lagi jadi hutan produksi yang dikelola beberapa perusahaan.

Berdasarkan SK Menhutbun No.256/Kpts-II/2000 tanggal 23 Agustus 2000, luas kawasan hutan di Provinsi Lampung 1.004.735 hektar. Dengan presentase luas kawasan hutan terhadap luas daratan Provinsi Lampung adalah 28,45%.

Berdasarkan fungsinya, kawasan hutan di Provinsi Lampung dibagi ke dalam 3 jenis, yaitu kawasan hutan konservasi yang meliputi Taman Nasional Way Kambas dengan luas 356.800 hektar, dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan 130.000 hektar.

Lalu, kawasan cagar budaya meliputi  Cagar Alam Laut Bukit Barisan Selatan seluas 21.600 hektar dan Cagar Alam Laut Krakatau seluas 13.735,10 hektar. Serta Taman Hutan Rakyat (Tahura) Wan Abdul Rachman seluas 22.245 hektar. 

Lalu kawasan hutan lindung yang berfungsi sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan makhluk hidup, pengaturan tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah dengan total luas 317.615 hektar.

Terakhir, kawasan hutan produksi terdiri dari Kawasan Hutan Produksi Tetap seluas 33.358 hektar dan Kawasan Hutan Produksi Terbatas 191.732 hektar.

Informasi dihimpun Kupas Tuntas, kawasan hutan lindung di Provinsi Lampung ini kemudian dibagi menjadi 12 hutan register meliputi Hutan Register 18 di Pesawaran, Hutan Register 42 di Way Kanan, Hutan Register 44 di Tulangbawang Barat dan Way Kanan, Hutan Register 45 di Mesuji dan Hutan Register 46 di Way Kanan.

Selanjutnya, Hutan Register 40 di Lampung Selatan, Hutan Register 38 Gunung Balak di Lampung Timur, Hutan Register 47 dan Hutan Register 08 di Lampung Tengah, Hutan Register 22 di Pringsewu, Hutan Register 19 Gunung Betung di Pesawaran dan Hutan Register 39 di Tanggamus.

Sayangnya, saat ini sebagian besar 12 hutan register ini sudah diduduki dan dikelola warga, serta sebagian lagi dikelola perusahaan menjadi hutan produksi.

Seperti di Hutan Register 47 Way Terusan, Lampung Tengah, sejak tahun 2000 terdapat ribuan masyarakat yang telah bermukim selama bertahun-tahun. Kondisi  tutupan lahan di Hutan Register 47 Way Terusan kini berupa pertanian, perkebunan, sawah, rawa dan pemukiman. Kondisi serupa juga terjadi di Hutan Register 08 Rumbia, Lampung Tengah. Di kedua kawasan register ini yang sudah diduduki dan dikelola warga seluas 17.633 hektar.

Aksi perambahan hutan register paling parah terjadi di Hutan Register 45 Mesuji. Data dari Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kabupaten pada Rabu (15/1/2025), terungkap 75% lahan Register 45 sudah dirambah warga termasuk di dalamnya 5% kemitraan, dan sisanya 25% masih dikelola sepenuhnya oleh PT Silva Inhutani dari total luas lahan 43.100 hektar.

Ada beberapa warga meninggal karena berebut lahan di Register 45 Mesuji. Hingga kini konflik antar warga masih sering terjadi di lokasi tersebut.

Konflik agraria di Register 45 Mesuji terjadi sejak tahun 1998, yang membuat sebagian wilayahnya bagaikan lahan tak bertuan yang meliputi tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Way Serdang, Simpang Pematang, dan Mesuji Timur.

Lahan tersebut digunakan warga untuk menanam singkong sebagai mata pencaharian mereka. Lambat laun kawasan ini kemudian semakin merambah daerah sekitarnya, hingga mereka mendirikan desa sendiri.

Terakhir, ratusan warga mengatasnamakan masyarakat suku Mesuji dari delapan desa menggelar aksi di Kantor Pemda Mesuji, Senin (13/1/2025), menuntut pemerintah memberikan lahan di Register 45 kepada mereka.

Pendudukan lahan register juga terjadi di Hutan Register 44 di Tulangbawang Barat dan Way Kanan. Terjadi konflik antar warga di kawasan register ini dipicu tapal batas Kabupaten Tulangbawang Barat dan Way Kanan yang tidak jelas.

PT Inhutani V yang sempat mengelola Register 44  menjadi kawasan hutan produksi dibuat tidak berdaya. Kini Register 44 sudah dikelola oleh ribuan penggarap dengan mengubah lahan menjadi hamparan perkebunan singkong.

Bahkan, di kawasan Hutan Register 44 ada lahan yang juga diperjualbelikan oleh masyarakat setempat maupun pendatang yang mengklaim memiliki dan mengelolanya selama ini.

Awalnya lahan Register 44 ini seluas 32.000 hektar lebih. Tapi, berdasarkan pada hasil pengukuran terakhir hanya seluas 29.000 hektar.

Kawasan tersebut kini telah dihuni ribuan jiwa yang tersebar di empat dusun yang menginduk di Tiyuh Gunung Terang, Kecamatan Gunung Terang.

Namun, dalam mengelola lahan register tersebut, warga masih banyak dihantui tumpang-tindih kepemilikan dan pengelolaannya, mengingat sebagian pendatang mengaku lahan yang dikelola mereka bisa diakui oleh lebih dari puluhan orang.

"Saya sudah puluhan kali ganti surat karena selalu datang oknum warga yang mengaku pemilik lahan yang sah. Jika tidak dituruti permintaan mereka, kami diancam diusir," kata seorang warga Gunung Terang di Register 44, baru-baru ini.

Dalam kawasan ini juga sempat terjadi bentrok antar warga dengan kelompok yang diduga kawanan preman hingga mengakibatkan sedikitnya tiga warga tewas dan empat warga lainnya terluka parah.

Kondisi yang sama juga terjadi di Hutan Register 40 di Lampung Selatan. Lahan register ini sudah diduduki dan dikelola warga. Bahka sudah menjadi beberapa desa, diantaranya Desa Malang Sari, Desa Budi Lestari, Desa Sinar Karya, Desa Jati Indah, dan Desa Jati Baru. 

Saat ini ada 18 desa yang status lahannya belum lepas dari Kawasan Hutan Register 40 tersebar di empat kecamatan, yakni Kecamatan Tanjung Sari, Tanjung Bintang, Kertosari, dan Jati Agung.

Keberadaan desa-desa ini sudah ada sejak puluhan tahun dan sudah ditinggali warga turun temurun. Meski statusnya masih tercatat sebagai kawasan hutan, namun wilayahnya secara umum sudah terlihat sebagai wilayah desa definitif.

Tidak hanya menjadi permukiman dan peladangan, namun juga tempat berdirinya bangunan berbagai fasilitas umum, seperti sekolah dan puskesmas.

Warga di daerah lain juga melakukan aksi menduduki dan mengelola di hutan register lainnya. Dari 12 hutan register yang ada di Provinsi Lampung, semuanya sudah ada aktivitas warga yang melakukan penanaman maupun mendirikan bangunan.

Padahal, berdasarkan Perda Provinsi Lampung No. 6 Tahun 2015 tentang Penertiban dan Pengendalian Kawasan Hutan di Provinsi Lampung dalam Pasal 21 dituliskan dilarang mendirikan segera bentuk bangunan permanen maupun semi permanen untuk pemukiman maupun tempat usaha dalam kawasan hutan.  

Selain itu, pemerintah juga sudah menerbitkan Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) berupa pemanfaatan kawasan hutan register. Luas areal PBPH di Provinsi Lampung mencapai 108.909 hektar. Lahan tersebut dikelola oleh perusahaan-perusahaan pemegang izin untuk menanam jenis pohon berkayu yang cepat tumbuh, seperti akasia, karet, sengon, dan jenis-jenis kayu lainnya.

Areal PBPH tersebut tersebar di beberapa kawasan hutan register, diantaranya Hutan Register 18 di Pesawaran, Register 42 di Way Kanan, Register 44 di Tulangbawang Barat, Register 45 di Mesuji dan Register 46 di Way Kanan.

Perusahaan-perusahaan pemegang izin ini bertanggung jawab untuk melakukan kegiatan penanaman, pemeliharaan, hingga pemanenan kayu yang diproduksi.

Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, Yanyan Ruchyansyah, saat dihubungi meminta untuk mengajukan pertanyaan secara tertulis.

"Silahkan di list saja pertanyaannya dulu ya, nanti dijawab ya," kata Yanyan melalui pesan WhatsApp, Rabu (15/1/2025).

Sementara, Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Lampung, Irfan Tri Musri menegaskan, sebanyak 12 hutan register di Provinsi Lampung kini sebagian besar sudah diduduki dan dikelola oleh warga. Sedangkan sebagian lainnya berubah menjadi hutan produksi yang dikelola perusahaan.

"Kerusakan ini bukan fenomena baru, melainkan telah berlangsung selama puluhan tahun," tegas Irfan. (*)

Berita ini telah terbit di SKH Kupas Tuntas edisi Kamis 16 Januari 2025 dengan judul "12 Hutan Register di Lampung Diduduki Warga"