• Selasa, 14 Januari 2025

Petani Singkong di Lampung Marah Perusahaan Ingkar Janji, DPRD: Perusahaan Bandel Akan Dintindak Tegas

Selasa, 14 Januari 2025 - 08.22 WIB
64

Tampak kerumunan massa petani singkong saat demo di kantor Gubernur Lampung. Foto: Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Ribuan petani singkong dari tujuh kabupaten di Lampung melakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor Gubernur dan DPRD Lampung, Senin (13/1/2025). Para petani marah lantaran perusahaan tidak menepati kesepakatan pembelian singkong seharga Rp1.400 per kilogram dengan rafaksi maksimal 15 persen.

Aksi dimulai sekitar pukul 08.30 WIB di Lapangan Korpri Kantor Pemprov Lampung. Meski diguyur hujan, massa dari Lampung Tengah, Lampung Timur, Lampung Utara, Tulang Bawang, Way Kanan, Tulangbawang Barat, dan Mesuji, tetap bertahan menyuarakan tuntutan mereka.

Dalam orasinya, petani menyatakan selama ini perusahaan singkong tidak pernah membeli ubi kayu sesuai kesepakatan yang ditetapkan Pj Gubernur Lampung Samsudin saat bertemu para pengusaha sebesar Rp1.400 per kilogram dengan rafaksi atau potongan maksimal 15 persen.

"Kami datang ke sini dari berbagai kabupaten untuk menuntut pelaksanaan kesepakatan harga singkong. Ternyata, kesepakatan yang dibuat oleh Gubernur tidak sesuai dengan kenyataan dilapangan," kata seoran petani saat menyampaikan orasinya.

"Harga yang ditetapkan Rp1.400 dengan potongan 15 persen tidak pernah diterapkan oleh perusahaan. Kenyataannya potongan dinaikan jadi 30 persen dengan harga tetap Rp1.400 per kilogram. Perusahaan tidak mematuhi aturan," lanjutnya.

Ia berharap, Pemprov Lampung dapat lebih tegas dalam menjalankan kesepakatan harga singkong tersebut.

"Kami berharap ketetapan dalam kesepakatan ini bisa dijalankan. Kalau memang harus menutup perusahaan yang tidak patuh, ya tutup saja semuanya," tegasnya.

Petani lainnya mengatakan, ada juga perusahaan yang membeli harga singkong Rp900 per kilogram dengan potongan 15 persen.

Suasana sempat memanas saat sejumlah petani menarik kawat berduri yang dipasang oleh pihak kepolisian untuk mencegah pendemo masuk kantor DPRD dan Pemprov Lampung.

Dalam orasinya, petani juga menuntut Pj Gubernur Lampung Samsudin untuk menemui mereka dan menerima sejumlah tuntutan yang akan disampaikan.

"Kami hadir kesini mau menemui bapak kami Pj Gubernur Lampung. Kami dari tujuh Kabupaten ingin mengadukan keluhan kami terkait harga singkong," kata petani lainnya.

“Intinya kedatangan kami di sini meminta kepada Pemprov Lampung dan DPRD Lampung untuk dapat menstabilkan harga singkong. Tolong kami Pak Gubernur, pada siapa lagi kami mengadu kalau bukan dengan bapak," tegasnya.

Sekitar pukul 12.00 WIB. Sejumlah perwakilan bertemu dengan Pansus Tata Niaga Singkong DPRD Provinsi Lampung di ruang rapat komisi.

Dalam pertemuan ini, Ketua Perkumpulan Petani Ubi Kayu Indonesia (PPUKI) Lampung, Dasrul Aswin, saat ini tidak ada perusahaan yang menerapkan kesepakatan membeli singkong dengan harga Rp1.400 dengan potongan maksimal 15 persen.

Dasrul menegaskan, kesepakatan harga singkong Rp1.400 tersebut ibarat surat yang tidak memiliki baju. Beberapa perusahaan berdalih belum mengetahui kesepakatan tersebut.

"Saya kemarin ke empat pabrik dan mereka bilang belum terima surat kesepakatan itu. Ada yang sudah tahu tapi dari media sosial. Ada dari Bumi Waras yang sudah dapat surat tapi belum ada instruksi untuk mengikuti keputusan itu," kata Dasrul.

Dasrul mengungkapkan, saat ini antara biaya produksi singkong  dan hasil yang didapat oleh petani tidak seimbang. Sehingga banyak petani yang akhirnya mengalami kerugian.

"Sekarang itu harga singkong hanya Rp1.070 per kilogram, sedangkan biaya produksi Rp731 per kilogram. Ini belum dikurangi biaya produksi seperti ongkos cabut. Jadi ibaratnya dari 1 hektar lahan, 80 persen itu untuk perusahaan baru sisanya untuk petani," ungkapnya.

Bahkan, lanjut dia, saat ini banyak petani yang melakukan manipulasi di sistem Elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (e-RDKK) agar tetap mendapatkan pupuk bersubsidi.

"Kami itu di e-RDKK bilangnya tanam jagung, padahal yang kami tanam singkong. Kami salah pak? Tentu salah. Tapi inilah cara kami agar tetap mendapatkan pupuk bersubsidi, karena pupuk non subsidi sudah sangat mahal," ujar Dasrul.

Sementara perwakilan petani dari Kabupaten Lampung Timur, Maradoni berharap kedepan ada aturan seperti Peraturan Presiden (Perpres) hingga Peraturan Kementerian (Permen) untuk menetapkan harga singkong.

"Adanya keputusan gubernur dengan para pengusaha yang kemarin itu hanya untuk jangka pendek. Kalau jangka panjang kita minta sekelas Perpres, Permen, karena jika tidak maka kami petani ini akan selalu terjajah," kata Maradoni.

Menurutnya, selama ini para petani singkong terus dijajah dan dizalimi oleh perusahaan yang terus membeli singkong dengan harga rendah.

"Kami ini bukan budak, kenapa kita diatur oleh pengusaha. Petani singkong terzalimi, tersakiti, sementara para pengusaha kaya raya. Singkong ada nilai ekonomisnya, bahkan kulit singkong di pabrik itu kami juga beli," imbuhnya.

Pertemuan sempat memanas saat Maradoni meminta kejelasan terkait dengan hasil pertemuan tersebut karena pansus hanya menjelaskan tugas mereka. Maradoni juga sempat memukul meja.

"Kami jangan hanya di nina bobo kan saja. Kami hanya ingin pemerintah menegaskan SKB tersebut. Kami sepakat soal penolakan impor," kata Maradoni.

Menanggapi hal itu, anggota DPRD Lampung yang hadir, Budhi Condrowati langsung bicara dan menyarankan dibentuk Peraturan Daerah terkait dengan tata niaga singkong.

"Ini bisa dibentuk Perda karena keadaannya mendesak. Saya juga petani singkong," kata Condrowati sembari ikut memukul meja hingga memicu kemarahan para petani.

Beberapa petani pun berteriak meminta Budhi Condrowati untuk keluar meninggalkan pertemuan tersebut. Guna mencegah suasana semakin memanas, pertemuan di skorsing untuk memberikan kesempatan Pansus Tata Niaga Singkong DPRD Provinsi Lampung berdiskusi dengan Pj Gubernur Lampung Samsudin.

Saat pertemuan diskorsing, ribuan petani merangsek maju hingga memasuki halaman kantor DPRD Lampung tepat di depan pintu masuk.

Selanjutnya, mereka ditemui oleh Ketua DPRD Lampung Ahmad Giri Akbar didampingi Pj Sekretaris Daerah Provinsi Lampung Fredy dan beberapa anggota DPRD lainnya.

Pj Gubernur Lampung Samsudin tidak menemui petani karena tengah berada di Jakarta menghadiri kegiatan di Kementerian Pemuda dan Olahraga.

Di hadapan para petani, Ketua DPRD Lampung, Ahmad Giri Akbar, mengatakan dirinya sudah berdiskusi dengan perwakilan petani untuk menyepakati beberapa poin.

"Kami sudah diskusi dengan perwakilan para petani. Ada beberapa poin yang disepakati. Kesepakatan yang sama dengan keputusan bersama Pj Gubernur tapi ada yang ditambah," kata Giri.

Giri menjelaskan, beberapa poin kesepakatan adalah singkong milik petani dibeli dengan harga Rp1.400 per kilogram dengan potongan maksimal 15 persen dan usia tanam minimal 9 bulan.

"Kemudian ada pembinaan petani, monitoring harga dan pelaksanaan tera ulang timbangan di setiap lapak dan ada juga hilirisasi," terangnya.

Selain itu, lanjut dia, bagi perusahaan yang tidak menerapkan surat keputusan bersama tersebut akan dilakukan tindakan sesuai peraturan perundang-undangan.

"Bagi perusahaan yang tidak melakukan dan melaksanakan kesepakatan SKB terkait harga ubi kayu akan dilakukan tindakan tegas sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku," jelasnya.

Menanggapi hal itu, Ketua Perkumpulan Petani Ubi Kayu Indonesia (PPUKI) Lampung, Dasrul Aswin, meminta kepada Pemprov Lampung untuk dapat menyebarkan surat keputusan bersama kepada seluruh perusahaan tapioka.

"Kami minta keputusan ini mulai berlaku besok. Kalau Pemprov tidak sanggup menyerahkan ke perusahaan, biar kami yang sampaikan karena kami mitra dengan mereka," kata dia.

Setelah itu para petani singkong meninggalkan Kantor DPRD Lampung dengan tertib sekitar pukul 14.45 WIB. (*)

Berita ini telah terbit di SKH Kupas Tuntas edisi Selasa 14 Januari 2025 dengan judul “Petani Singkong Marah Perusahaan Ingkar Janji”