• Selasa, 20 Mei 2025

Ketua ASTINDO Lampung Sorot Dampak Kenaikan Opsen Pajak Kendaraan Terhadap Pariwisata dan Ekonomi Masyarakat

Selasa, 07 Januari 2025 - 12.58 WIB
141

Ketua DPD Asosiasi Travel Agent Indonesia (ASTINDO) Lampung, Adi Susanto. Foto: Sri/kupastuntas.co

Sri

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Ketua DPD Asosiasi Travel Agent Indonesia (ASTINDO) Lampung, Adi Susanto, mengungkapkan kekhawatirannya terkait kenaikan opsen pajak kendaraan bermotor sebesar 66 persen yang diberlakukan pemerintah daerah.

Menurutnya, kebijakan ini dapat membawa dampak signifikan bagi sektor pariwisata, ekonomi masyarakat, serta tingkat kepatuhan wajib pajak di Lampung.

Adi menjelaskan bahwa kenaikan tarif pajak kendaraan bermotor yang lebih tinggi dapat menyebabkan masyarakat mengurangi penggunaan kendaraan pribadi untuk berwisata. Hal ini berpotensi menurunkan jumlah wisatawan yang berkunjung ke berbagai destinasi di Lampung.

“Kenaikan pajak kendaraan yang terlalu tinggi akan membuat masyarakat berpikir ulang untuk melakukan perjalanan wisata. Hal ini tentu berdampak pada penurunan jumlah kunjungan wisatawan dan berimbas langsung pada pelaku usaha pariwisata, termasuk agen travel, pengelola destinasi wisata, hingga toko oleh-oleh,” ujar Adi, saat dimintai keterangan, Selasa (7/1/2025).

Ia menambahkan bahwa dampak lain dari kebijakan ini adalah peningkatan beban ekonomi masyarakat, terutama bagi kelompok berpenghasilan rendah. Kenaikan pajak kendaraan akan menambah biaya kepemilikan kendaraan secara signifikan, yang dapat mengurangi daya beli masyarakat secara keseluruhan.

Jika daya beli menurun, masyarakat cenderung membatasi pengeluaran untuk kebutuhan sekunder seperti wisata, belanja oleh-oleh, hingga aktivitas hiburan lainnya.

"Beban tambahan ini jelas membuat daya beli masyarakat berkurang. Ketika mereka harus mengalokasikan dana lebih besar untuk pajak kendaraan, otomatis pengeluaran untuk kebutuhan lain seperti wisata dan belanja oleh-oleh akan dikurangi," jelasnya.

Lebih lanjut, Adi mengingatkan bahwa peningkatan tarif pajak yang signifikan juga berpotensi mendorong sebagian masyarakat menghindari kewajiban membayar pajak.

Beberapa pemilik kendaraan mungkin akan memilih untuk menunda atau bahkan tidak memperpanjang pembayaran pajak kendaraannya, yang pada akhirnya dapat menurunkan tingkat kepatuhan pajak di daerah tersebut.

“Kami melihat adanya risiko penurunan kepatuhan pajak jika kebijakan ini diterapkan dengan kenaikan yang terlalu tinggi. Masyarakat yang merasa terbebani bisa saja mencari cara untuk menghindari pembayaran pajak atau menunda kewajibannya,” tambahnya.

Dalam konteks pariwisata, Adi mengungkapkan bahwa sebelum adanya kebijakan ini pun, sektor wisata di Lampung sudah mengalami penurunan aktivitas.

Kondisi tersebut akan semakin diperparah dengan adanya kenaikan pajak yang berimbas pada peningkatan tarif transportasi, baik bus pariwisata maupun layanan travel yang harus menyesuaikan harga paket wisata mereka.

“Belum ada kenaikan pajak saja kondisi pariwisata di Lampung sudah cukup lesu. Jika tarif pajak kendaraan dinaikkan, tentu tarif transportasi seperti bus pariwisata dan layanan travel juga akan naik. Padahal, konsumen saat ini sangat sensitif dengan kenaikan harga. Akibatnya, permintaan paket wisata bisa menurun drastis, yang pada akhirnya membuat kami kesulitan mendapatkan pemasukan,” paparnya.

Adi berharap pemerintah daerah dapat mempertimbangkan kembali besaran kenaikan opsen pajak kendaraan bermotor tersebut.

Menurutnya, kenaikan pajak memang merupakan hal yang wajar, namun harus dilakukan secara bertahap dan terukur agar tidak menekan perekonomian masyarakat, khususnya pelaku usaha di sektor pariwisata yang tengah berusaha bangkit pasca pandemi.

“Kami berharap pemerintah lebih bijak dalam menentukan besaran kenaikan pajak. Jika memang perlu dinaikkan, sebaiknya dilakukan secara bertahap dan tidak terlalu tinggi agar tidak berdampak buruk pada perekonomian masyarakat secara keseluruhan,” tutup Adi. (*)