• Selasa, 07 Januari 2025

MK Hapus Presidential Threshold, Parpol Lampung Nilai Stabilitas Politik Tak Terancam

Minggu, 05 Januari 2025 - 10.58 WIB
53

Ketua DPD Hanura Lampung, Mukty Shoheh dan Sekretaris DPD PDI Perjuangan Lampung, Sutono. Foto: Ist.

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus aturan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) sebesar 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional. Keputusan ini disampaikan oleh Ketua MK, Suhartoyo pada Kamis (2/1/2025).

Menanggapi hal itu, Sekretaris DPD PDI Perjuangan Lampung, Sutono, menyampaikan bahwa pihaknya menghormati putusan tersebut.

"Ini adalah langkah positif bagi demokrasi, meskipun realitanya biaya Pilpres yang sangat tinggi tetap akan membuat partai-partai berpikir ulang dalam mencalonkan kandidat," ujar Sutono, saat dikonfirmasi, Minggu (5/1/2025).

Disoal mengenai potensi presiden terpilih 2029 tidak diusung oleh koalisi besar partai parlemen, Sutono yakin stabilitas politik nasional akan tetap terjaga.

"Rakyat Indonesia sudah semakin matang dalam berdemokrasi. Perbedaan pilihan adalah hal yang lumrah dalam pemilihan presiden, gubernur, atau kepala daerah. Yang perlu dilakukan adalah berdialog dengan pihak-pihak yang mungkin memprovokasi," terangnya.

Ketua DPD Hanura Lampung, Mukty Shoheh, menilai bahwa aturan lama presiden threshold tidak mencerminkan demokrasi yang sejati.

"Ambang batas 20 persen untuk capres itu mencederai prinsip demokrasi. Banyak suara rakyat yang terbuang sia-sia, seperti 17,3 juta suara pada Pemilu DPR RI 2024," katanya.

Mukty berharap, penghapusan ambang batas parlemen 4 persen juga dilakukan sampai seperti penghapusan president threshold.

"Ke depan, ambang batas parlemen 4 persen juga harus dihapus agar suara rakyat benar-benar dihargai," tegas Mukty.

Sementara Pengamat Hukum Tata Negara dari Universitas Lampung Budiono, menilai bahwa keputusan MK ini sejalan dengan UUD 1945.

"Keputusan ini memberikan hak kepada setiap partai politik peserta pemilu untuk mencalonkan presiden. Dampaknya sangat baik, baik untuk partai maupun rakyat, karena semakin banyak pilihan calon presiden, maka semakin besar peluang mendapatkan pemimpin yang berkualitas dan berintegritas," jelasnya.

Budiono menilai bahwa kekhawatiran berbagai pihak terkait stabilitas politik nasional tidak relevan.

"Sistem pemerintahan kita bersifat presidensial, bukan parlementer. Artinya, meskipun presiden terpilih berasal dari partai yang tidak menguasai parlemen, stabilitas politik tetap terjaga," bebernya.

Selanjutnya Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Lampung Candrawansah, memandang putusan MK ini sebagai kesempatan emas bagi demokrasi Indonesia.

"Dengan dihapuskannya aturan ini, partai politik memiliki peluang yang lebih besar untuk mengajukan calon presiden dan wakil presiden, sementara rakyat memiliki lebih banyak alternatif dalam menentukan pemimpin," ujarnya.

Menurutnya, partai politik harus memanfaatkan waktu yang ada untuk mempersiapkan kader terbaik.

"Jangan sampai peluang ini justru digunakan untuk mencalonkan tokoh dari luar partai," imbuhnya. (*)