• Selasa, 07 Januari 2025

MK Hapus Presidential Threshold, Pakar Hukum: Perkuat Sistem Presidensial dan Demokrasi

Minggu, 05 Januari 2025 - 15.27 WIB
38

Pengamat Hukum Tata Negara Universitas Lampung (Unila), Yusdianto. Foto: Ist.

Sri

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Mahkamah Konstitusi (MK) resmi menghapus syarat ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden atau presidential threshold sebesar 20 persen.

Keputusan ini diambil setelah adanya gugatan nomor 62/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh empat mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, yaitu Rizki Maulana Syafei, Enika Maya Oktavia, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirul Fatna.

Pengamat Hukum Tata Negara Universitas Lampung (Unila), Yusdianto, menilai keputusan tersebut sebagai langkah positif dalam memperkuat sistem pemerintahan presidensial yang stabil dan efektif.

Menurutnya, penghapusan ambang batas ini dapat menjadi pondasi yang kuat dalam menciptakan sistem kepartaian yang lebih selaras dengan pelaksanaan pemilu serentak.

“Keputusan ini memfasilitasi penyederhanaan dalam sistem multi partai yang cukup kompleks, sehingga dapat membangun budaya partai yang lebih demokratis dan berkelanjutan. Dengan adanya ruang yang lebih terbuka, tidak ada lagi batasan yang menghambat,” ujar Yusdianto. Minggu (5/1/2025).

Ia juga menyoroti bahwa dalam beberapa periode terakhir, partai pemenang parlemen seringkali berbeda dengan partai pengusung presiden.

Oleh karena itu, penghapusan presidential threshold dianggap mampu mengharmonisasikan hubungan antara partai politik dan proses pemilihan presiden secara lebih efektif.

“Putusan ini juga dapat mendorong konsolidasi partai yang lebih modern dan mapan. Selain itu, terbukanya peluang pemilu pendahuluan dapat menjadi mekanisme untuk menguji integritas dan popularitas calon yang diusung oleh partai politik,” tambahnya.

Keputusan MK ini diharapkan mampu memperkuat sistem presidensial, meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses demokrasi, dan mendorong reformasi politik yang lebih matang di masa mendatang.

"Dengan dihapuskannya ambang batas pencalonan, peluang lebih banyak bagi figur untuk maju dalam kontestasi pilpres terbuka lebih lebar, sehingga memperkaya proses demokrasi di Indonesia," pungkasnya. (*)