• Minggu, 22 Desember 2024

Dam Raman Metro Lampung: Antara Sunyi, Sampah dan Harapan yang Memudar

Minggu, 22 Desember 2024 - 14.57 WIB
118

Roby Adinata pemancing asal Metro yang mencari ikan di kawasan perairan Dam Raman, Metro Utara. Foto: Arby/kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Metro - Dam Raman, perairan buatan warisan kolonial Belanda yang membentang di Kecamatan Metro Utara, Kota Metro, Provinsi Lampung, dulunya merupakan oase bagi para pemancing dan keluarga yang mencari ketenangan. Namun, kini, keindahan alam yang pernah menjadi kebanggaan itu perlahan berubah menjadi potret keprihatinan.

Pada sore yang tenang, di tepi dam yang anginnya berembus sejuk, Roby Adiwinata (38) duduk termenung dengan kail di tangannya. Harapan menangkap ikan berubah menjadi rasa frustrasi setelah dua jam yang ia dapat hanyalah sampah plastik.

"Dulu, saya bisa dapat nila atau mujair dalam hitungan menit. Sekarang, rasanya lebih sering pulang dengan tangan kosong,” keluh Roby, Minggu (22/12/2024).

Kerusakan Ekosistem yang Mengkhawatirkan

Kondisi Dam Raman terus memburuk. Sampah plastik mencemari perairan, air menjadi keruh, dan kandungan oksigen berkurang drastis. Ditambah lagi, sedimentasi akibat erosi memperparah kerusakan lingkungan, membuat ikan sulit bertahan hidup.

Praktik penangkapan ikan ilegal seperti penggunaan racun dan setrum juga menjadi salah satu penyebab utama berkurangnya populasi ikan. Hal ini menciptakan dampak jangka panjang yang mengancam kelangsungan ekosistem dam.

Muhammad Saifullah (36), warga Banjarsari, mengungkapkan keprihatinannya. "Sekarang, dapat ikan kecil saja sudah untung. Kalau dibiarkan seperti ini, beberapa tahun lagi mungkin tidak ada ikan yang bisa dipancing,” ujarnya.

Upaya Restorasi yang Belum Optimal

Meski berbagai langkah telah dilakukan, seperti pembersihan sampah, penanaman pohon, dan pelepasan bibit ikan, hasilnya belum maksimal. Kesadaran masyarakat untuk menjaga lingkungan masih menjadi tantangan besar. Konsep catch and release, yang bertujuan menjaga populasi ikan, juga sulit diterapkan bagi mereka yang bergantung pada hasil tangkapan sebagai sumber penghidupan.

Ipung, seorang aktivis lingkungan, menekankan pentingnya kolaborasi. "Kita tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah. Semua orang harus ikut andil,” katanya.

Dam Raman: Simbol Keharmonisan yang Mulai Pudar

Bagi Roby dan pemancing lain, Dam Raman lebih dari sekadar tempat memancing. Tempat ini adalah ruang pelarian dari kesibukan sehari-hari, sekaligus pengingat akan hubungan manusia dan alam yang semakin renggang.

"Sekarang, memancing lebih seperti mencari ketenangan. Tapi dalam hati, saya berpikir, apakah anak cucu kita masih bisa menikmati dam ini?” kata Roby.

Dam Raman berdiri sebagai simbol peringatan: jika tidak ada tindakan nyata, keindahan yang pernah ada mungkin hanya tinggal cerita. Namun, di tengah sunyi, selalu ada harapan. Semua tergantung pada kemauan kita untuk berubah demi masa depan.

"Bukan soal berapa ikan yang kita dapat hari ini, tapi bagaimana kita menjaga agar dam ini tetap hidup," tutup Roby. (*)