Kisah Pawang di TNWK Lamtim: Diamuk Gajah Hingga Ngeluh Gaji Tak Sesuai Risiko
Kupastuntas.co, Lampung Timur - Mahfud Handoko pria kelahiran 1974 dengan seragam khas pegawai kehutanan berdiri diantara dua ekor gajah. Pria 50 tahun itu sudah sejak pagi menunggu kehadiran Menteri Kehutanan beserta rombongan.
Suasana Pusat Lektur Gajah (PLG) Sabtu (7/12/2024) tidak seperti biasanya hampir semua pegawai ada di lokasi PLG. Beberapa gajah ekor sepertinya juga disiapkan untuk menyambut tamu rombongan Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni.
"Perintah pak kepala balai kota siaga mau ada kunjungan pak Menteri, setelah dialog dengan dokter gajah rencana mau lihat-lihat gajah, makanya kami rekan rekan Mahot stanby," ucap Mahfud Handoko, sambil mengelus belalai gajah berada disampingnya.
Ketika ditanya asik menjadi mahod (pawang) gajah, bisa menyambut pejabat negara, bisa memerintah gajah seolah gajah gajah menjadi anak buah mahod. Mahfud menampil keras soal pertanyaan itu.
"Kalau lihat sekarang enak mas, resiko pawang ketika menjinakkan gajah, dan gajah saat birahi, resiko bahaya bisa fatal," kata ketua Mahfud Handoko.
Mahfud mulai menceritakan pengalaman pahitnya, dirinya sama sekali tidak memiliki cita-cita menjadi seorang pawang gajah, dimana menurutnya pada waktu itu pawang gajah merupakan pekerjaan yang tidak lazim.
Dimana manusia harus mendampingi satwa liar, berpostur besar dan tentu bertenaga kuat. Namun di tahun 1995 setelah lulus Sekolah Menengah Atas (SMA) Mahfud sering bermain ke PLG ikut saudaranya berjualan di PLG.
"Dulu PLG tidak seperti saat ini, PLG benar benar lokasi wisata yang luar biasa, saya melihat pawang gajah itu kaya asyik, naik gajah dengan pengunjung seolah gajah itu nurut dengan pawangnya dan terlihat gagah," cerita Mahfud Handoko.
Berawal dari seringnya melihat pawang menunggang gajah, Mahfud nekad mendaftar menjadi pawang, waktu itu (1995) usia Mahfud masih 20 tahun. Setelah lamaran dimasukkan di kantor Balai TNWK, Mahfud diterima untuk bekerja menjadi mahod.
Rasa riang tak terhingga mendengar dirinya diterima menjadi mahod. Setelah awal masuk kerja Mahfud sedikit terkejut dirinya hanya disuruh bersih bersih kotoran gajah dan pekerjaan lainnya (serabutan) dengan upah 85 ribu per bulan.
"Sempat berpikir kok tidak suruh bawa gajah malah suruh bersih-bersih, tapi saya yakin lambat laun pasti disuruh megang gajah dan bisa nunggang gajah bersama pengunjung TNWK," kata dia.
Seiring waktu Mahfud mendampingi pawang senior agar sambil belajar mengendalikan gajah. Pertama kali dirinya memegang gajah yakni gajah jantan yang belum jinak 100 persen bernama Yongki.
Mahfud sedikit ragu, dalam dirinya bertanya bisakah mengendalikan binatang setengah liar dan berpostur besar. Sementara Mahfud hanya membawa gancu khusus untuk memukul kepala gajah jika melawan atau tidak nurut.
Setiap hari Mahfud harus memandikan gajah pegangannya sehari dua kali, dan setiap hari harus menggembalakan gajah pegangannya. Saat itu Mahfud hampir menyerah dengan upah 80 ribu per bulan tantangan pekerjaan penuh risiko.
Saat menggembala gajah di tengah hutan yang ada hanya dirinya dan gajah pegangannya, tiba-tiba gajah jantan yang dibawanya mengamuk. Mahfud menjadi sasaran amukan gajah, dan binatang bertubuh tambun menanduk Mahfud.
"Pikir saya waktu itu mati saya, kena seruduk sedikit sebenarnya terpelanting dan pinggang saya mengalami cidera, kaki juga cidera," pengakuan Mahfud.
"Untung waktu itu saya dengan rekan, sehingga bisa menolong membawa ke kamp," kata Mahfud.
Tapi untung kata dia, gajah tersebut hanya spontan menyerangnya tidak terus mengejarnya. Ternyata kata dia gajah yang dia pegang masuk dalam masa ke emasan (birahi), sehingga sangat sensitif.
Beberapa pekan setelah luka sembuh, semangat Mahfud kembali bangkit yang awalnya hampir menyerah justru berbalik dengan penuh semangat, rasa penasaran untuk menjinakkan gajah justru memuncak.
Setelah delapan tahun berjibaku dengan gajah yang hanya mendapat upah Rp85 ribu per bulan, Mahfud mendapat informasi upah naik menjadi Rp300 ribu per bulan tepatnya di tahun 2003. Kenaikan upah menjadi energi baginya untuk tambah semangat.
"Target saya, saya harus bisa menjinakkan gajah liar baik gajah yang baru dapat dari hutan dan gajah yang lahir di PLG, itu telat saya setelah saya hampir celaka dari gajah," kata dia.
Waktu terus berjalan, aktivitas sehari hari terus dilalui Mahfuz, pagi hingga sore tidak ada waktu selain dengan gajah penganiaya. Pukul 09.00 dirinya harus memandikan gajah lalu digembalakan, sore sekitar pukul 16.00 gajah kembali dikandangkan dan sebelumnya harus dimandikan.
Rasa lelah bertahun-tahun bercampur perasaan jenuh dengan honor dari Rp85 ribu menjadi Rp300 ribu per bulan, dinilai tidak seimbang dengan risiko namun rezeki tidak kemana. Di tahun 2005 Balai TNWK melakukan pengangkatan Pegawai Negeri Sipil (PNS) besar besaran.
"Dan Alhamdulillah nama saya tercatut terangkat jadi PNS, tentu harapan masa depan saya dan keluarga sedikit lega, tambah semangat saya bekerja," kata dia.
2014 Mahfud di beri tugas menjadi edukasi gajah (melatih gajah) tercatat dari 2014 sampai sekarang tidak kurang dari 20 ekor gajah sudah dijinakkan, dan di edukasi. Sudah berjalan 29 tahun Mahfud berinteraksi dengan satwa bertubuh tambun.
Sementara itu, data dari kepala PLG Hesti bahwa jumlah gajah jinak saat ini tercatat 61 ekor, untuk kesehatan selau di lakukan cek setiap bulan, dan Rumah Sakit Gajah yang di isi oleh dua dokter siap melakukan tugas nya 24 jam. (*)
Berita Lainnya
-
Jenazah Tanpa Busana Ditemukan Warga Mengapung di Irigasi Taman Sari Lampung Timur
Sabtu, 21 Desember 2024 -
Korban Banjir Rob di Margasari Lamtim Ngeluh Bantuan Pemerintah Tidak Merata
Jumat, 20 Desember 2024 -
Dilema Penambang Pasir Ilegal di Sukorahayu Lamtim, Diantara Kebutuhan Hidup dan Was-was dengan Aparat
Selasa, 17 Desember 2024 -
Pria 60 Tahun Ditemukan Tewas di Dalam Parit Desa Gedung Dalam Lamtim
Minggu, 15 Desember 2024