• Senin, 02 Desember 2024

Empat Faktor Penyebab Rendahnya Partisipasi Pemilih Pada Pilkada Serentak 2024

Senin, 02 Desember 2024 - 15.41 WIB
41

Pengamat Politik dari FISIP Universitas Lampung (Unila), Darmawan Purba. Foto: Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Anggota Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) Agus Melaz mengungkapkan partisipasi pemilih pada Pilkada serentak 2024 secara rata-rata nasional di bawah 70 persen.

“Bahwa kemudian memang kalau kita lihat sekilas ya, dari gambaran secara umum, ya kurang lebih di bawah 70 persen secara nasional rata-rata. Meskipun rata-rata nasional biasanya kalau dalam konteks Pilkada dibandingkan pilpres, pileg, atau pemilu nasional itu biasanya di bawah," ujarnya dikutip dari Okezone.com, pada Jumat (29/11/2024) lalu.

Ketua KPU Kota Bandar Lampung, Ari Oktara, juga menyampaikan bahwa partisipasi pemilihan Gubernur mencapai 52,10 persen, kemudian partisipasi pemilihan Wali Kota 52,03 persen.

Dimintai analisanya, pengamat Politik dari FISIP Universitas Lampung (Unila), Darmawan Purba, menilai ada empat faktor penyebab rendahnya partisipasi pemilih dalam pesta demokrasi.

"Pertama faktor non-teknis. Disini ada pemilih yang tidak ikut karena berbagai alasan seperti sakit, sibuk bekerja, keluar kota, dan sebagainya. Pada bagian ini sebenarnya jadwal Pilkada sudah dari jauh hari disosialisasikan. Artinya memang tidak bisa dihindari, pemilih banyak juga yang memilih aktivitas lain sehingga tidak memilih," kata Darmawan saat dikonfirmasi, Senin, (2/12/2024).

Kedua, lanjut Darmawan, adalah faktor teknis politis. Pemilih tidak memilih karena tidak memiliki surat undangan memilih. Pada bagian ini sepenuhnya KPU bertanggung jawab atas masyarakat yang tidak memilih karena alasan tidak mendapat undangan. Kalau diperkirakan, jumlahnya kecil pada bagian ini.

"Ketiga, perilaku tidak memilih atau non-voting karena aspek politis. Disini pemilih menilai Pilkada tidak membawa perubahan karena calon yang diajukan tidak memiliki daya saing, kompetitif, bahkan dinilai tidak mampu membawa perubahan. Hal ini dipicu oleh kebijakan partai politik yang banyak tidak mengajukan kader terbaiknya," jelasnya.

"Partai politik kita lihat banyak membentuk poros politik yang sangat besar sehingga akhirnya jumlah kandidat yang bersaing dalam Pilkada sangat sedikit. Rata-rata dua pasang calon. Ini membuat pemilih merasa tidak tertarik karena Pilkada tidak akan membawa perubahan. Mungkin karena calon yang diusulkan tidak kompetitif," sambungnya.

Kemudian yang keempat, kata Darmawan, adalah faktor ideologi. Kelompok masyarakat tidak memilih karena bagi mereka, demokrasi pemilihan langsung tidak sesuai dengan spirit ideologis yang mereka yakini bahwa demokrasi adalah produk Barat, demokrasi liberal, dan lain sebagainya.

"Pada bagian ini masyarakat tidak akan mengikuti pemilihan. Namun jumlahnya biasanya sangat sedikit," tuturnya.

Darmawan mengatakan, apabila mengacu pada empat faktor tersebut, maka dapat dilihat bahwa rendahnya partisipasi pemilih adalah tanggung jawab bersama.

"Jika mengacu pada empat faktor ini ada bagian yang merupakan tanggung jawab KPU untuk mencapai target partisipasi yang diharapkan. Standar partisipasi yang baik secara internasional itu 75 persen lebih," katanya.

"Di Indonesia itu penyelenggara target partisipasi Indonesia 77,5 persen. Melihat fenomena yang ada, rendahnya partisipasi masyarakat dalam Pilkada itu kombinasi berbagai aspek," tutupnya. (*)