• Rabu, 04 Desember 2024

Kemenkes: Hubungan Sesama Jenis Jadi Sebab Terbanyak HIV/AIDS

Minggu, 01 Desember 2024 - 15.34 WIB
42

Ilustrasi

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Kementerian Kesehatan RI mengungkap 71 persen dari temuan kasus baru HIV-AIDS masih didominasi kelompok pria. Sementara wanita 29 persen kasus. 

Nyaris sebagian besar atau 90 persen kasus HIV terjadi pada usia remaja hingga dewasa muda atau usia produktif. Catatan populasi kunci terbanyak terkait kasus HIV-AIDS masih dilaporkan kelompok lelaki seks lelaki (LSL).

"Ini kalau digabung, hampir sebagian besar 90 persen kurang lebih pada usia-usia remaja dan dewasa muda dan usia produktif. Kelompok populasi kunci, kita melihat paling besar memang pada kelompok LSL, 31 persen, dilanjutkan dengan pasangan Odhiv dan pelanggan pekerja seks (PS)," lapor dr Endang Lukitosari, MPH Tim Kerja HIV PIMS Kemenkes RI dalam diskusi daring, dikutip Minggu (1/12/2024).

Kemenkes mencatat, sepanjang Januari hingga September 2024, tercatat sebanyak 35.415 kasus HIV dan 12.481 kasus AIDS. Catatan periode tersebut nyaris melampaui laporan kasus HIV-AIDS tahun lalu, di angka lebih dari 50 ribu kasus.

"Kalau kita lihat dari jumlah kasus yang dilaporkan, 19 persen terjadi pada rentang usia 20-24 tahun, yang mana ini adalah dewasa muda, dan 60 persennya usia dewasa 25 hingga 49 tahun," beber 

Dirinya juga menekankan HIV juga terjadi pada usia remaja di bawah 20 tahun. "Kita cukup amazed juga 6 persen pada usia remaja," terang dia.

Masyarakat memegang peran penting dalam mendukung eliminasi HIV/AIDS. Kesadaran kolektif untuk mengurangi stigma dan diskriminasi adalah langkah awal yang krusial.

Edukasi dan kolaborasi antara pemerintah, organisasi masyarakat, dan komunitas terdampak dapat mempercepat pencapaian target triple zero: nol kasus baru, nol kematian akibat AIDS, dan nol diskriminasi.

Hingga saat ini, baru 71 persen ODHIV yang mengetahui status mereka. Dari jumlah tersebut, hanya 64 persen yang menjalani pengobatan antiretroviral (ARV), sementara kurang dari separuh dites viral load dengan hasil tidak terdeteksi.

Kendala ini menunjukkan perlunya peningkatan akses terhadap layanan kesehatan, terutama di wilayah terpencil dan untuk kelompok marginal.

Indonesia telah menerapkan beberapa strategi, seperti perluasan layanan pemeriksaan dan pemberian obat profilaksis. Namun, inovasi lebih lanjut diperlukan untuk menjangkau populasi rentan.

Program pendidikan berbasis komunitas dapat menjadi solusi jangka panjang untuk mengatasi stigma, memperluas jangkauan pengobatan, dan menciptakan lingkungan yang inklusif.

Peningkatan kasus disebabkan oleh kurangnya edukasi, stigma, dan akses terbatas ke layanan kesehatan. Kelompok risiko tinggi mencakup lelaki seks lelaki (LSL), pelanggan pekerja seks, dan pengguna narkoba suntik.

Pemerintah menargetkan eliminasi HIV/AIDS pada tahun 2030 melalui berbagai program dan kolaborasi. Kurangnya edukasi dan kesadaran membuat kelompok usia remaja lebih rentan terhadap infeksi. (*)