• Kamis, 28 November 2024

Bawaslu Kaji 130 Laporan Dugaan Politik Uang Masa Tenang dan Pemungutan Suara Pilkada 2024, Termasuk di Lampung

Kamis, 28 November 2024 - 10.01 WIB
24

Anggota Divisi Penanganan Pelanggaran dan Data dan Informasi Bawaslu, Puadi. Foto: Ist.

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI akan melakukan kajian terhadap 130 laporan dan hasil pengawasan terhadap dugaan pelanggaran politik uang pada masa tenang pilkada 2024 dan hari pemungutan suara serentak, termasuk di Lampung.

Anggota Divisi Penanganan Pelanggaran dan Data dan Informasi Bawaslu, Puadi, mengatakan Bawaslu akan melakukan kajian hukum terhadap sejumlah temuan tersebut selama lima hari kedepan untuk memastikan status laporan.

"Bawaslu akan melakukan kajian hukum dalam lima hari," kata dia kepada wartawan dikutip dari Tempoco, Kamis (28/11/2024).

Ia mengatakan dugaan pelanggaran itu terdiri dari pembagian uang atau material lain, juga potensi pembagian uang, potensi pembagian uang dijelaskan sebagai penemuan uang atau bahan materi yang berpotensi dibagikan kepada masyarakat. 

Adapun 130 dugaan pelanggaran itu terbagi menjadi hasil pengawasan Bawaslu dan laporan masyarakat pada masa tenang dan pemungutan suara, pada masa tenang Bawaslu mendeteksi 11 peristiwa dan 60 laporan masyarakat.

Sementara itu, di periode yang sama Bawaslu mendeteksi 11 peristiwa dan 39 laporan masyarakat ihwal dugaan potensi pembagian uang, pada hari pemungutan suara serentak 27 November Bawaslu mendeteksi delapan peristiwa.

"Pada hari H kita mendeteksi delapan peristiwa dugaan pembagian uang dan satu temuan dugaan potensi pembagian uang, adapun data yang disajikan Bawaslu merupakan hasil rekapitulasi pada Rabu, 27 November 2024," sambungnya.

Sementara itu, Ketua Bawaslu Rahmat Bagja, mengatakan akan melakukan kajian terhadap informasi awal dugaan politik uang berdasarkan hasil pengawasan dan dibawa dalam rapat pleno untuk penentuan penetapan sebagai temuan atau tidak.

Bagja mengatakan pelaku politik uang akan dijerat Pasal 187 A Undang-undang Pemilihan yang merujuk pada tindak menjanjikan atau memberikan uang sebagai imbalan untuk membuat pemilih tidak menggunakan hak pilih dengan ancaman sanksi pidana berupa hukuman penjara paling singkat 36 bulan atau paling lama 72 bulan dengan denda sedikitnya Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Tidak hanya menjerat pelaku pembagian uang, ketentuan itu juga berlaku bagi penerima politik uang. "Baik memberi atau menerima dipidana,” kata Bagja.

Terkait temuan dugaan pelanggaran politik uang, Bagja belum dapat menyimpulkan adanya keterkaitan pengaruh penyelenggaraan pilkada serentak terhadap praktik tersebut karena datanya masih terus mengalir.

Ia mengatakan dugaan politik uang, juga akan bergulir di pengadilan untuk menentukan apakah praktik itu benar-benar terjadi, ia mengatakan terdapat kemungkinan suatu dugaan peristiwa tidak terbukti melanggar di pengadilan karena kurangnya bukti yang kuat untuk dapat dipidanakan.

"Anggapan bahwa politik uang ini masif atau tidak itu yang belum kami bisa simpulkan," ujarnya.

Sebaran wilayah dugaan pembagian uang atau materi lainnya pada masa tenang, hasil pengawasan Bawaslu, diantaranya Sumatera Utara di Kabupaten Humbang Hasundutan, kemudian Jawa Timur di Kabupaten Pasuruan dan Kota Batu.

Lalu Sulawesi diKabupaten Mamuju, Provinsi Aceh di Kota Banda Aceh dan Kabupaten Bireuen, Jawa Barat di Kota Depok, Sulawesi Utara di Kabupaten Bolaang  Mongondow  dan dua kasus di Kota Kotamobagu dan Daerah Istimewa Yogyakarta di Kabupaten Sleman.

Sementara berdasarkan Hasil laporan masyarakat tersebar di beberapa daerah diantaranya, Jawa Timur di Kota Probolinggo  dan Kabupaten Sumenep, Lampung di Lampung Selatan, Sulawesi Barat di Kabupaten Polewali Mandar.

Banten di Kota Serang, Kabupaten Pandeglang, Kota Tangerang, dan Kota Cilegon, Maluku Utara di Kabupaten  Halmahera Selatan, Kalimantan  Timur di Kota Balikpapan,  Kabupaten Kutai  Barat, dan Kabupaten Kutai Kartanegara. Jawa  Barat, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Kuningan, dan Kota Depok. (*)