KPU Metro Buat Keputusan Kontroversial Saat Akhir Jabatan, Lima Komisioner Langsung Menghilang
Kupastuntas.co, Bandar Lampung - KPU Metro membuat keputusan kontroversial bertepatan dengan masa akhir jabatannya pada 20 November 2024 yakni membatalkan pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota Metro Wahdi-Qomaru Zaman.
Ada dua keputusan kontroversial Komisi Pemilihan Umum (KPU) Metro yaitu Keputusan KPU Nomor 421 tahun 2024 tentang perubahan atas Keputusan KPU Kota Metro No. 300 Tahun 2024 tentang penetapan pasangan calon peserta pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Metro Tahun 2024 tertanggal 20 November 2024 ditandatangani Ketua KPU Metro Nurris Septa Pratama.
Serta Keputusan KPU Metro Nomor 422 Tahun 2024 tentang pemilihan walikota dan wakil walikota Metro tahun 2024 dengan satu pasangan calon tertanggal 20 November 2024 juga ditandatangani Ketua KPU Metro Nurris Septa Pratama.
Kedua keputusan KPU Metro ini dibuat hanya dalam waktu satu hari atau bertepatan dengan akhir masa jabatan komisioner KPU Metro tanggal 20 November 2024.
Anehnya lagi, Keputusan KPU Metro membatalkan pasangan calon Walikota dan Walikota Metro Wahdi-Qomaru Zaman ternyata tidak pernah dilaporkan atau berkoordinasi dan berkonsultasi dengan KPU Provinsi Lampung.
Sekretaris KPU Kota Metro, Jumadi Ahmad, saat dihubungi membenarkan adanya Keputusan KPU Metro yang membatalkan pasangan calon Wahdi-Qomaru Zaman.
"Ya, press release itu benar ada di laman web KPU Kota Metro. Untuk keterangan resminya silahkan ke komisioner," kata Jumadi Ahmad, pada Rabu (20/11/2024).
Pasca keputusan itu diterbitkan, Ketua KPU Metro Nurris Septa Pratama bersama empat komisioner KPU lainnya langsung menghilang. Mereka tidak ada lagi di Kantor KPU Metro, pada Rabu (20/11/2024). Kelima komisioner KPU ini juga tidak bisa ditelepon.
Sementara itu, Ketua KPU Provinsi Lampung, Erwan Bustami mengaku pihaknya belum menerima laporan resmi terkait Keputusan KPU Kota Metro tersebut.
"Belum ada laporannya ke kami, kami juga tahu dari luar," kata Erwan, pada Rabu (20/11/2024).
Erwan mengatakan segera memeriksa alasan di balik keputusan KPU Metro itu. "Nanti akan kita kaji, apa dasar KPU Metro mengeluarkan keputusan tersebut," ujar Erwan.
Lebih aneh lagi, ternyata Bawaslu Kota Metro tidak pernah memberikan rekomendasi pembatalan pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota Metro Wahdi-Qomaru Zaman kepada KPU Kota Metro.
Penegasan itu disampaikan oleh Ketua Bawaslu Provinsi Lampung Iskardo P Panggar menanggapi adanya Keputusan KPU Nomor 421 tahun 2024 tentang perubahan atas keputusan KPU Kota Metro No. 300 tahun 2024 tentang penetapan pasangan calon peserta pemilihan walikota dan wakil walikota metro tahun 2024.
Serta Keputusan KPU Metro Nomor 422 Tahun 2024 tentang Pemilihan walikota dan wakil walikota Metro tahun 2024 dengan satu pasangan calon.
“Tidak ada rekomendasi pembatalan oleh Bawaslu kepada KPU Kota Metro. Yang ada hanya meneruskan putusan PN Metro,” kata Iskardo, pada Rabu (20/11/2024).
Informasi dihimpun Kupas Tuntas, lima Komisioner KPU Kota Metro yakni Nurris Septa Pratama sebagai Ketua KPU Kota Metro dan empat anggotanya Toni Wijaya, Nova Hadianto, Ahmad Fatoni dan Yunita Dewi Nurbaya berakhir masa jabatannya pada 20 November 2024 pukul 24.00 WIB.
Untuk diketahui, sebelumnya KPU Kota Metro telah menetapkan Pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota Metro Nomor Urut 1 Bambang Iman Santoso-M Rafiq Adi Pradana dan Nomor Urut 2 Wahdi-Qomaru Zaman.
Sementara itu, Wakil Ketua DPD PDI Perjuangan Provinsi Lampung, Watoni Noerdin menegaskan bahwa Surat Keputusan KPU Metro tersebut berpotensi melanggar aturan yang berlaku.
Watoni mengatakan, surat tersebut bukan produk hukum tata usaha negara (TUN) sehingga berpotensi menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat.
“Keputusan pembatalan pasangan Wahdi-Qomaru dapat memicu kegaduhan publik, mengingat Pilkada tinggal sepekan lagi,” kata Watoni, Rabu (20/11/2024).
Menurutnya, putusan Pengadilan Negeri Kota Metro yang menyangkut pelanggaran pidana pemilu oleh Qomaru Zaman tidak cukup untuk mendiskualifikasi paslon ini.
"Kalau dari sisi hukum ketatanegaraannya, ini bukan menjadi produk hukum ketatausahaan negara, karena tidak memakai kop resmi. Kemudian tidak ada penanggung jawab. Itu (surat) bukan resmi lho, Bawaslu saja menyatakan tidak ada indikasi didiskualifikasi," ujar Watoni.
Menurut Watoni, sebagai bagian dari partai pengusung, PDI Perjuangan memandang keputusan ini sebagai bentuk manipulasi oleh kelompok tertentu.
"Jelas, kita menolak secara hukum. Walaupun itu merupakan produk hukum, kita akan tuntut," tegasnya.
Ia juga curiga keputusan KPU Metro itu hasil permainan politik pihak tertentu. “PDI Perjuangan berencana mengambil langkah hukum, termasuk melaporkan KPU Kota Metro ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Sejauh ini kami melihat ini adalah surat kaleng," ujarnya.
Berpotensi Digugat ke DKPP, Bawaslu dan MA
Keputusan KPU Nomor 421 tahun 2024 dan Nomor 422 Tahun 2024 tentang Pemilihan walikota dan wakil walikota Metro tahun 2024 dengan satu pasangan calon berpotensi digugat ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Bawaslu dan Mahkamah Agung (MA).
Petugas Penyelenggara Pemilu di Provinsi Lampung mengatakan, dengan adanya putusan KPU Metro tersebut telah menimbulkan ketidakpastian hukum bagi pasangan calon dan pesta demokrasi di Kota Metro.
Menurutnya, sangat tidak mungkin rekomendasi yang diberikan Bawaslu Metro ke KPU Metro itu tidak melalui koordinasi dan konsultasi dengan Bawaslu Provinsi Lampung maupun Bawaslu RI.
“Setiap keputusan penyelenggara Pemilu/Pilkada yang sifatnya strategis harus melalui konsultasi dan komunikasi dengan institusi yang berada di atasnya,” kata sumber ini, pada Rabu (20/11/2024).
“Yang harus diketahui publik bahwa keputusan KPU Metro ini berpotensi digugat ke DKPP terkait dengan penyelenggaranya baik KPU dan Bawaslu Kota Metro,” lanjutnya.
Selain itu, lanjut dia, pasangan calon yang dirugikan bisa menggugat ke Bawaslu RI dan MA. Sehingga bisa saja Keputusan KPU Metro ini bisa dibatalkan jika memang tidak memenuhi prosedur formil dan materiil.
Ia menjelaskan, sebenarnya permasalahan calon wakil walikota Metro Qomaru Zaman yang diduga melakukan pelanggaran pemilu menyalahgunakan jabatan sudah diputuskan oleh Pengadilan Negeri Metro dan sudah ada keputusan tetap. Dan yang bersangkutan sudah memenuhi kewajiban dalam putusan tersebut.
“Setelah putusan pengadilan itu terbit, akan dilihat konstruksi lampirannya dan dilakukan pengkajian oleh Bawaslu apakah yang bersangkutan bisa dibatalkan atau tidak,” tegas sumber ini.
Setelah itu, lanjut dia, Bawaslu Kota Metro akan melakukan konsultasi dan komunikasi dengan Bawaslu Provinsi atau Bawaslu RI. “Hasil supervisi atau hasil kajian itulah yang kemudian disampaikan ke KPU Metro untuk ditindaklanjuti,” ujarnya.
Sumber ini juga mempertanyakan masa jabatan KPU Metro yang berakhir pada 20 November 2024 bertepatan keputusan pembatalan pasangan calon walikota dan wakil walikota dibuat.
“Sehingga patut dipertanyakan jika jelang masa akhir jabatan, mereka mengambil keputusan yang strategis. Saya melihat keputusan KPU Metro ini sangat luar biasa jelang akhir jabatan. Cukup fantastis. Saya menganalisis keputusan KPU Metro itu bisa memiliki kepentingan hukum atau kepentingan politik atau kepentingan akhir jabatan,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa legacy keputusan KPU Metro sangat diragukan karena dibuat jelang akhir jabatan. Menurutnya, perlu ditelusuri apakah hasil kajian yang menjadi landasan KPU Metro mengambil keputusan itu sudah memenuhi syarat sehingga memaksa KPU mengambil ketegasan seperti itu.
“Apalagi jika sampai Bawaslu tidak pernah memberikan rekomendasi pembatalan pasangan calon. Ini jelas patut dipertanyakan,” paparnya.
Sementara Pengamat Hukum Universitas Lampung, Budiono mengkritik keputusan KPU Metro yang mendiskualifikasi pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota Metro Wahdi-Qomaru Zaman untuk mengikuti Pilkada serentak 2024.
Budiono menilai, keputusan KPU Metro tersebut tidak sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku berdasarkan Pasal 71 Ayat 5 UU tentang Pilkada bahwa pembatalan pasangan calon hanya dapat dilakukan jika terbukti melanggar Pasal 71 Ayat 2 atau Ayat 3.
“Sedangkan paslon Wahdi-Qomaru hanya melanggar Ayat 3, sehingga tidak cukup kuat sebagai dasar diskualifikasi. Jadi tidak bisa dibatalkan, keputusan ini tidak tepat secara hukum," tegas Budiono.
Budiono mengatakan, keputusan KPU Metro juga diambil bertepatan dengan akhir jabatan komisioner KPU Metro sehingga diragukan apakah mereka memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan strategis pada saat itu.
“KPU Provinsi Lampung atau KPU RI dapat mengoreksi keputusan KPU Metro jika terbukti ada penyalahgunaan kewenangan,” imbuhnya.
Selain itu, kata Budiono, keputusan KPU Metro dapat menjadi objek sengketa administratif di Bawaslu, karena keputusan tersebut bersifat administratif dan bukan putusan pengadilan.
“Lalu keputusan KPU Metro dapat digugat di PTUN. Jika gugatan diterima, Pilkada Kota Metro bisa ditunda hingga ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap,” ucapnya.
Budiono menerangkan, jika keputusan KPU Metro dibawa ke ranah PTUN akan melalui proses hukum yang panjang dan akan berpotensi menunda penyelenggaraan Pilkada Kota Metro tahun 2024. "Ini juga bisa berdampak pada stabilitas proses demokrasi di Kota Metro," pungkasnya. (*)
Artikel ini telah terbit di Surat Kabar Harian Kupas Tuntas, edisi Kamis 21 November 2024, dengan judul "KPU Metro Buat Keputusan Kontroversial Saat Akhir Jabatan"
Berita Lainnya
-
Penutupan Jalan di Way Laga, CV Marga Kurnia Sukses Mengeluh Minta Solusi Dampak Operasional
Kamis, 21 November 2024 -
Jaring PPIH Tahun 2025, Kemenag Lampung Gelar CAT di 16 Titik Lokasi
Kamis, 21 November 2024 -
Pemkot Bandar Lampung Pastikan Stok Bahan Pokok Aman Jelang Pilkada dan Nataru 2025
Kamis, 21 November 2024 -
Jaring PPIH Tahun 2025, Kanwil Kemenag Lampung Gelar CAT di 16 Titik Lokasi
Kamis, 21 November 2024