• Minggu, 22 Desember 2024

Kepala Desa Braja Asri Lamtim Sayangkan Pencabutan Sepihak Listrik Warganya

Rabu, 23 Oktober 2024 - 08.58 WIB
147

Empat warga Desa Braja Asri Lamtim mengadukan pencabutan listrik mereka ke Kepala Desa Darusman. Foto: Agus/Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Lampung Timur - Empat orang warga Desa Braja Asri, Kecamatan Way Jepara, mengadu kepada kepala desa terkait mesin penghitung arus listrik (KWH) yang di cabut oleh petugas Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik (P2TL).

Empat orang yang KWH nya dicabut oleh P2TL antara lain, Suyatno, Yepto, Yusop, dan Ahmad, pencabutan KWH tersebut dilakukan bersamaan Senin (21/10/2024).

Menurut keterangan Suyatno, saat itu beberapa petugas P2TL yang dikawal polisi mendatangi rumahnya, memberi informasi bahwa KWH miliknya bukan atas nama dirinya, sehingga pihak P2TL akan mengambil tindakan tegas mencabut KWH.

Pria yang setiap hari hanya sebagai buruh tani itu tidak bisa berbuat apa apa, dirinya hanya membela diri bahwa KWH yang dipasang di rumahnya merupakan dari beli dan setiap bulan selalu membayar pemakaian arus listrik.

Namun pembelaan tersebut tidak berlaku bagi P2TL, dengan kawalan polisi petugas P2TL itu mencabut KWH milik Suyatno. Pria paruh baya itu hanya memandang ketika kWh yang menempel pada tembok rumahnya dicabut.

"Memang dulu saya pernah di tawari suruh beli kWh dengan harga 1,5 juta kira kira 2023 lalu, saya juga tidak tau kalau itu bakal bermasalah. Soalnya yang jual kepada saya bilang aman tidak ada masalah," terang Suyatno. Rabu (23/10/2024).

Sehingga saat ini rumah Suyatno tidak lagi memiliki kWh karena sudah di sita oleh P2TL dan hanya di tinggali seberkas berita acara, sebagai buruh tani Suyatno was was, mengira berapa biaya yang harus dikeluarkan nanti untuk mendapatkan kWh Kembali.

"Tetangga saya Ahmad kWh nya juga di cabut, dia langsung ngurus tapi habis 4 juta diberi kWh baru, uang segitu bagi saya sebagai buruh tani cukup banyak," terang Suyatno.

Sementara itu Kepala Desa Braja Asri, Kecamatan Way Jepara, Darusman menegaskan apa yang dilakukan pihak P2TL terhadap warganya tidak memiliki nilai nilai keadilan, dimana listrik merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Sebagai usaha milik negara seharusnya tidak semena mena 'mencekik' warga miskin dengan alasan kWh tidak sesuai nama, seharusnya pihak P2TL memberi kebijakan kepada warganya atau hubungi pihak kepala desa untuk mencari solusi.

"Mereka itu orang yang setiap hari di kebun (tani) tidak tau apa-apa, seharusnya tidak asal main cabut, panggil saya sebagai kepala desa, siapa tau ada solusi yang tidak memberatkan warga miskin, ini milik BUMN, pelayanan macam apa BUMN ini," tegas Darusman.

Lebih lanjut, kepala desa tersebut mengatakan, kWh milik empat warganya yang di cabut oleh P2TL tidak didapat dari mencuri, artinya mereka beli dan mereka tidak mungkin memasang sendiri, sehingga yang memasang pasti orang yang paham dengan aturan PLN.

Menurut Darusman warganya seperti dijebak, ditawari kWh oleh oknum yang tidak bertanggung jawab,

"Selama ini PLN tidak pernah memberikan sosialisasi kepada masyarakat bahwa KWH yang bukan namanya melanggar aturan, seharusnya itu di sosialisasikan agar masyarakat yang kurang paham tidak terjebak," tegas Darusman.

Dia mencontohkan, warganya bernama Ahmad, kWh nya dicabut oleh P2TL sementara kWh yang di pasang Ahamd hasil dari Beli, setelah dicabut suruh beli kWh baru dengan harga 4 juta.

"Warga saya rugi dua kali, kWh lama dirampas terus suruh beli baru, seharusnya PLN beri kebijakan ganti nama dan masyarakat suruh bayar ongkos pemasangan itu baru adil," tegas Darusman. (*)