• Kamis, 05 Desember 2024

Jembatan Reyot di Ulusemong Tanggamus, Medan Uji Nyali Warga Demi Bertahan Hidup

Rabu, 09 Oktober 2024 - 11.44 WIB
69

Tampak mobil yang melintas membawa hasil bumi terperosok di Jembatan Way Talang Tupuk, tak pelak kondisi membuat warga harus berjibaku dengan nyawa karena kondisi jembatan yang sudah usang. Foto: Sayuti/Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Tanggamus - Di pelosok Tanggamus, tepatnya di Pekon Ulusemong, Kecamatan Ulubelu, berdiri sebuah jembatan yang menjadi saksi bisu ketangguhan warga dalam menghadapi kerasnya hidup. Jembatan Way Talang Tupuk, satu-satunya akses penghubung antara Ulusemong dan Suoh, Kabupaten Lampung Barat, kini sudah lama terabaikan.

Berdiri rapuh di atas sungai, jembatan ini bukan sekadar lintasan biasa, melainkan tantangan yang dihadapi setiap hari oleh penduduk sekitar dan para pengendara yang melintasinya.

Bayangkan melintasi jembatan kayu yang gelagarnya berkarat, lantainya penuh lubang, dan tanpa pagar pengaman. Setiap kendaraan yang melintas, baik itu mobil pribadi, angkutan hasil bumi, maupun travel, seolah sedang melakukan uji nyali.

Lubang-lubang yang menganga di sepanjang lantai kayu jembatan telah menimbulkan kekhawatiran serius bagi warga.

Tidak sedikit pengendara sepeda motor yang terjatuh ke sungai, terperosok di lubang yang tidak terlihat jelas saat malam atau hujan.

Mobil-mobil kerap kali harus berhenti sejenak, hanya untuk menutup lubang dengan papan seadanya sebelum melanjutkan perjalanan.

Kondisi ini memperlihatkan betapa gentingnya keadaan infrastruktur di wilayah yang menjadi jalur vital bagi banyak orang.

Meski tampak sederhana, Jembatan Way Talang Tupuk memiliki peran penting dalam roda perekonomian lokal. Bagi petani kopi, pisang, sayur-mayur, dan komoditas lainnya, jembatan ini adalah jantung penghubung yang membawa hasil bumi mereka menuju pasar di Tanggamus maupun Suoh (Lampung Barat) atau bahkan lebih jauh, seperti ke Pulau Jawa, khususnya Bandung.

Travel dan truk pengangkut hasil bumi menjadi pemandangan umum di sini, meskipun mereka harus berhadapan dengan kondisi jalan yang jauh dari kata layak.

Jalur ini tidak hanya penting bagi aktivitas pertanian. Banyak pengemudi travel yang melayani rute Liwa-Suoh-Bandung juga menggantungkan kelancaran usaha mereka pada jembatan ini.

Namun, dengan kondisi yang kian memburuk, perjalanan yang mereka lakukan bukan lagi sekadar rutinitas, melainkan sebuah risiko.

Seiring berjalannya waktu, warga Pekon Ulusemong berulang kali bergotong royong memperbaiki jembatan ini. Lantai kayu yang sering patah diganti secara swadaya, namun usaha tersebut tak bertahan lama.

Hujan dan panas yang silih berganti mempercepat kerusakan, menjadikan jembatan kembali berlubang dalam hitungan bulan, bahkan minggu.

Asiri, Kepala Pekon Ulusemong, mengungkapkan keprihatinannya terhadap kondisi jembatan. "Warga beberapa kali mengganti lantai jembatan dengan gotong royong, tapi tidak lama kemudian rusak lagi. Kami sangat berharap pemerintah segera memperbaikinya," ungkapnya.

Baginya, jembatan ini tidak hanya soal infrastruktur, tetapi juga soal keselamatan warga yang setiap hari melintasinya.

Jembatan Way Talang Tupuk kini menjadi simbol keterbatasan pembangunan infrastruktur di daerah pelosok. Namun di balik kerentanannya, tersimpan harapan besar dari warga. Mereka mendambakan kehadiran jembatan beton yang kokoh dan aman.

Anja, salah seorang warga setempat, berharap pemerintah bisa segera membangun jembatan yang lebih kuat. "Kami ingin jembatan beton yang bagus dan tahan lama. Jembatan kayu seperti ini sudah tidak layak, mudah lapuk, dan sangat berbahaya," katanya.

Harapan ini bukan sekadar mimpi kosong. Kondisi lalu lintas yang semakin padat dan kebutuhan akses cepat bagi angkutan hasil bumi membuat warga mendesak agar pemerintah daerah segera mengambil tindakan.

Mereka tidak ingin melihat jembatan ini terus menelan korban, baik dalam bentuk kecelakaan maupun kerugian ekonomi.

Seiring berlalunya waktu, Jembatan Way Talang Tupuk tetap berdiri meski dalam keadaan memprihatinkan. Bagi sebagian orang, jembatan ini mungkin hanyalah struktur usang di pelosok desa. Namun, bagi warga Pekon Ulusemong dan sekitarnya, jembatan ini adalah nadi kehidupan.

Setiap harinya, mereka harus menghadapi risiko yang ada demi melanjutkan aktivitas sehari-hari—ke kebun, pasar, sekolah, atau sekadar menuju tetangga desa.

Kini, bola ada di tangan pemerintah. Apakah mereka akan mendengar keluhan warga dan memberikan solusi nyata berupa jembatan beton yang lebih aman dan modern?

Atau apakah Jembatan Way Talang Tupuk akan terus menjadi pengingat bisu akan keterbatasan pembangunan di daerah terpencil? Warga hanya bisa berharap, agar roda perubahan segera berputar di tempat mereka tinggal. (*)