• Jumat, 04 Oktober 2024

PK Ditolak MA, Terdakwa Korupsi Prof. Karomani Tetap Divonis 10 Tahun Penjara

Kamis, 03 Oktober 2024 - 15.00 WIB
33

Terdakwa Korupsi terkait kasus suap penerimaan mahasiswa baru (PMB) Unila, Prof. Karomani. Foto: Dok.

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Mahkamah Agung (MA) telah menolak permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan oleh terdakwa korupsi, Prof. Karomani, terkait kasus suap penerimaan mahasiswa baru (PMB) Unila.

Keputusan tersebut disampaikan melalui sistem informasi penelusuran perkara (SIPP) MA pada Kamis (3/10/2024).

"Amar putusan: Tolak," demikian tertulis dalam SIPP, mengenai putusan yang diketuk pada Selasa (24/9/2024) oleh Ketua Majelis Hakim, Dr. Desnayeti.

Permohonan PK ini didaftarkan oleh kuasa hukum Karomani, Ahmad Handoko, pada Rabu, 17 Juli 2024, melalui Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Karang, Bandar Lampung.

Menurut Humas PN Tanjung Karang, Samsumar Hidayat, pihaknya belum menerima salinan resmi dari MA terkait keputusan tersebut.

"Kami belum menerima salinan surat dari MA. Informasi dari Panmud Tipidkor dan penelusuran SIPP menunjukkan bahwa permohonan PK atas nama terpidana Karomani belum diputus," ungkap Samsumar.

Sementara itu, Ahmad Handoko mengaku telah mengetahui status permohonan PK kliennya dan menyatakan hormat terhadap putusan tersebut.

Namun, ia menyayangkan belum mendapatkan penjelasan mengenai pertimbangan majelis hakim dalam menolak PK tersebut.

"Kami menghormati putusan MA. Namun, kami belum mengetahui alasan di balik penolakan ini karena belum menerima salinan putusan," kata Ahmad.

Karomani sebelumnya divonis 10 tahun penjara oleh majelis hakim pada sidang pembacaan vonis di PN Tanjung Karang pada Mei 2023. Ia dinyatakan bersalah atas tindak pidana korupsi dalam kasus suap PMB Unila.

Selain vonis penjara, Karomani juga dijatuhi denda sebesar Rp 400 juta. Jika denda tersebut tidak dibayar, ia akan menjalani tambahan kurungan selama empat bulan.

Majelis hakim juga memerintahkan Karomani untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 8,075 miliar. (*)