• Minggu, 24 November 2024

Kejati Lampung Tetapkan 5 Tersangka Dugaan Korupsi SPAM PDAM Way Rilau Bandar Lampung, Kerugian Negara Rp19 Miliar

Kamis, 22 Agustus 2024 - 19.13 WIB
1.6k

Aspidsus Kejati Lampung M Amin (kiri) saat memberikan keterangan kepada awak media, Kamis (22/8/24).

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung menetapkan lima tersangka terkait dugaan tindak pidana korupsi pada pengadaan pemasangan jaringan pipa distribusi sistem penyediaan air minun (SPAM) perusahaan daerah air mineral (PDAM) Way Rilau Bandar Lampung tahun anggaran 2019 dengan total kerugian negara Rp 19 miliar lebih. Hal itu diutarakan Aspidsus Kejati Lampung M Amin, Kamis 22 Agustus 2024.

"Kelima tersangka tersebut adalah DS, SP, S, AH, dan SR, yang masing-masing memiliki peran penting dalam proses pengadaan tersebut. DS, selaku pemilik pekerjaan (beneficial owner) PT Kartika Ekayasa, ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Kepala Kejati Lampung Nomor: Tap-02/L.8/Fd/08/2024," kata M Amin dalam konferensi persnya, Kamis (22/8/24).

SP, yang diduga memanipulasi dokumen penawaran PT Kartika Ekayasa, ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Nomor: Tap-03/L.8/Fd/08/2024. Selain itu, S yang berperan sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) PDAM Wayrilau, juga ditetapkan sebagai tersangka melalui Surat Penetapan Nomor: Tap-04/L.8/Fd/08/2024.

Kemudian AH, Kepala Cabang PT Kartika Ekayasa, turut ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Nomor: Tap-05/L.8/Fd/08/2024, sementara SR, Kepala Bagian Pengadaan Barang dan Jasa Kota Bandar Lampung tahun 2019 (anggota pokja) yang diduga mengkondisikan lelang untuk memenangkan PT Kartika Ekayasa, ditetapkan sebagai tersangka melalui Surat Penetapan Nomor: Tap-06/L.8/Fd/08/2024.

"Dari kelima tersangka, empat di antaranya, yakni SP, S, AH, dan SR, akan dilakukan penahanan di Rumah Tahanan Negara Way Hui, Bandar Lampung, untuk 20 hari ke depan. Sementara itu, DS, yang merupakan pemilik pekerjaan, tidak hadir memenuhi panggilan sebagai saksi yang mana oleh penasihat hukumnya telah menyampaikan surat keterangan bahwa yang bersangkutan saat ini tengah berobat keluar kota," katanya.

M Amin menjelaskan kasus ini bermula pada tahun 2019 ketika PDAM Wayrilau Kota Bandar Lampung melaksanakan kegiatan pengadaan pemasangan jaringan pipa distribusi untuk SPAM Bandar Lampung. Proyek ini dilakukan berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2017 yang mengatur kerjasama antara Pemerintah Kota Bandar Lampung dengan Badan Usaha dalam penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum. Proyek ini memiliki pagu anggaran sebesar Rp 87,15 miliar yang berasal dari penyertaan modal APBD Pemerintah Kota Bandar Lampung Tahun Anggaran 2018.

Dalam proses pengadaan, PT Kartika Ekayasa dinyatakan sebagai pemenang tender dengan nilai kontrak sebesar Rp 71,94 miliar. Kontrak ini ditandatangani pada 23 Desember 2019 antara Kepala Cabang PT Kartika Ekayasa dan PPK PDAM Wayrilau Kota Bandar Lampung.

"Namun, penyidik Kejati Lampung mengungkap adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam pelaksanaan proyek tersebut. Ditemukan indikasi pengkondisian pemenang tender, manipulasi dokumen penawaran, serta pelaksanaan pekerjaan yang tidak sesuai dengan kontrak yang telah disepakati. Akibatnya, terjadi kekurangan volume pekerjaan yang berdampak pada kerugian keuangan negara," jelasnya.

Lanjut M Amin, berdasarkan hasil pemeriksaan kerugian negara akibat proyek ini diperkirakan mencapai Rp 19,8 miliar. Saat ini, penyidik terus mendalami kasus ini dan tidak menutup kemungkinan adanya penambahan tersangka lain yang terlibat dalam perkara ini.

"Penyidik juga telah memeriksa sekitar 40 saksi, termasuk tiga ahli, serta menyita sejumlah barang bukti yang berkaitan dengan tindak pidana tersebut. Kejati Lampung menegaskan komitmennya untuk menuntaskan kasus ini sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku demi menjaga keadilan dan mencegah kerugian lebih lanjut bagi negara," pungkasnya.

Terhadap perbuatan kelima tersangka oleh Kejati Lampung diancam sesuai dengan isi dan ketentuan Pasal 2 dan 3 Undang-Undang tindak pidana korupsi. (*)