• Minggu, 22 September 2024

Viral Seruan 'Darurat Demokrasi', LDS: Bentuk Keprihatinan Terhadap Kondisi Demokrasi yang Kian Merosot

Rabu, 21 Agustus 2024 - 20.55 WIB
101

Koordinator Bidang Pendidikan dan Pelatihan Lampung Democracy Studies (LDS) Yan Barusal. Foto: Ist

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Seruan 'Darurat Demokrasi' yang dalam beberapa waktu terakhir terus digaungkan mendapat respon dari berbagai pihak, salah satu nya dari Lampung Democracy Studies (LDS) yang menilai hal tersebut sebagai bentuk keprihatinan berbagai pihak terhadap kondisi demokrasi yang kian merosot.

Hal itu disampaikan Koordinator Bidang Pendidikan dan Pelatihan Lampung Democracy Studies (LDS) Yan Barusal, ia menilai keputusan DPR untuk tidak menggunakan putusan MK sebagai rujukan dalam pelaksanaan Pemilu adalah kekeliruan, putusan MK mestinya tidak bisa diganggu gugat.

"Dan itu berlaku sejak diputuskan, sehingga seluruh elemen lembaga pemerintah termasuk DPR harus patuh terhadap putusan tersebut. Ketidakpatuhan terhadap putusan MK merupakan tindakan pengangkangan konstitusi," kata dia kepada Kupastuntas.co, Rabu (21/8/2024).

Ia menegaskan DPR harusnya paham terhadap semua regulasi yang ditetapkan dan jangan mempermainkan konstitusi untuk kepentingan kelompok, sehingga menurutnya seruan darurat demokrasi yang santer terdengar dan digaungkan bukan sekedar teriakan hampa ditengah bisingnya ruang publik.

"Ini adalah refleksi dari keprihatinan mendalam terhadap kondisi demokrasi kita yang kian merosot, ketika kita berbicara tentang demokrasi, bicara tentang kebebasan berekspresi, partisipasi publik, dan transparansi pemerintahan, Namun, apa yang terjadi ketika pilar-pilar ini mulai retak?," ujarnya.

"Lihat bagaimana kebebasan ruang bagi masyarakat semakin dibatasi dan perbedaan pendapat diperlakukan sebagai pengkhianatan, sebuah negara demokratis seharusnya tidak takut pada warga sendiri, melainkan merangkul setiap suara sebagai bagian dari proses pembentukan kebijakan," ujarnya.

Menurutnya seruan darurat demokrasi ini tidak muncul begitu saja, ia lahir dari keresahan rakyat yang merasa aspirasinya tidak lagi didengar, dari mereka yang melihat kepentingan segelintir elit lebih diutamakan ketimbang kesejahteraan umum, kepentingan masyarakat banyak.

"Ketika hukum dan kebijakan cenderung berpihak pada yang kuat dan mengabaikan yang lemah, kita harus bertanya dimana letak keadilan yang sesungguhnya, demokrasi bukan hanya sekadar ritual lima tahunan dalam memilih pemimpin, tetapi itu adalah proses dan praktik sehari-hari," jelasnya.

"Hal itu untuk memastikan bahwa setiap warga negara memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk menentukan arah bangsa, ketika mekanisme demokrasi mulai dicurangi, ketika suara rakyat dimanipulasi, maka inilah saatnya kita mengakui adanya darurat demokrasi," tegasnya.

Ia menambahkan seruan tersebut bukanlah ajakan untuk merusak, melainkan panggilan untuk memperbaiki, sebuah peringatan bahwa masyarakat harus segera bertindak sebelum terlambat, demokrasi, seperti tanaman, butuh dirawat, jika tidak, ia akan layu dan mati.

"Kita semua punya tanggung jawab untuk menjaga agar demokrasi tetap hidup dan sehat, ini bukan hanya tugas pemerintah, tetapi juga setiap individu yang menghargai kebebasan dan keadilan," imbuhnya.

"Seruan darurat demokrasi adalah panggilan untuk kembali ke nilai-nilai dasar yang membentuk bangsa ini, mari kita bersatu untuk memastikan demokrasi kita tidak hanya bertahan, tetapi juga tumbuh subur demi generasi mendatang," pungkasnya. (*)