• Minggu, 08 September 2024

Eny Retno Yaqut: Perkawinan Anak Mengancam Hak dan Kesehatan

Jumat, 26 Juli 2024 - 18.37 WIB
34

Eny Retno Yaqut menjadi Key Note Speech secara daring melalui aplikasi Zoom dalam seminar bertema "Cegah Kawin Anak untuk Mewujudkan Generasi Berkualitas" yang diselenggarakan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama RI," di SHL Hotel and Resort, Bandar Lampung, Jumat (26/07/2024). Foto: Ist

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Penasehat Darma Wanita Persatuan (DWP) Kementerian Agama RI Eny Retno Yaqut mengungkapkan bahwa perkawinan anak merupakan pelanggaran terhadap hak anak, yang mana anak-anak rentan kehilangan hak kesehatan, pendidikan, serta perlindungan dari eksploitasi. 

“Perkawinan anak, meskipun mengalami penurunan signifikan, angkanya masih cukup tinggi. Jika tidak ditangani dengan serius, akan menimbulkan permasalahan baru, bukan hanya dalam aspek kesehatan dan ekonomi, tetapi juga mental dan psikologi," ungkap Eny Retno Yaqut, saat menjadi Key Note Speech secara daring melalui aplikasi Zoom dalam seminar bertema "Cegah Kawin Anak untuk Mewujudkan Generasi Berkualitas" yang diselenggarakan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama RI," di SHL Hotel and Resort, Bandar Lampung, Jumat (26/07/2024). 

Dalam sambutannya, Eny Retno Yaqut menekankan bahwa perkawinan anak merupakan pelanggaran terhadap hak anak, yang mana anak-anak rentan kehilangan hak kesehatan, pendidikan, serta perlindungan dari eksploitasi.

“Perkawinan anak, meskipun mengalami penurunan signifikan, angkanya masih cukup tinggi. Jika tidak ditangani dengan serius, akan menimbulkan permasalahan baru, bukan hanya dalam aspek kesehatan dan ekonomi, tetapi juga mental dan psikologi,” paparnya.

Lebih lanjut, Eny Yaqut menjelaskan bahwa pernikahan di usia dini dapat berdampak buruk pada kesehatan anak, di mana organ reproduksi belum berkembang sempurna dan secara mental serta fisik belum siap. “Ketidaksiapan menjadi seorang ibu dapat berdampak pada risiko kesehatan ibu, bahkan kematian, serta meningkatkan risiko anak mengalami keterbelakangan mental, gizi buruk, dan stunting,” ungkapnya.

Ia juga menyoroti bahwa di daerah dengan tingkat pernikahan anak yang tinggi, seringkali terkait dengan isu-isu sosial lain seperti angka kelahiran dan kematian yang tinggi, serta tingginya angka perceraian. “Jika belum siap berumah tangga, keluarga mudah mengalami broken home, dan anak-anak yang dilahirkan cenderung memiliki kesehatan yang buruk dan pertumbuhan stunting,” lanjutnya.

Dari segi sosial ekonomi, pasangan yang belum siap menghadapi kehidupan rumah tangga akan mengalami kesulitan beradaptasi di masyarakat. Selain itu, secara psikologis, orang tua muda belum siap memberikan pengasuhan dan kasih sayang yang optimal kepada anak.

“Menjadi orang tua tidak ada sekolah khususnya, perlu persiapan matang. Jika tidak, akan muncul fenomena 'anak gendong anak' karena peran sebagai ibu belum optimal,” pungkasnya.

Seminar ini dihadiri oleh Dirjen Bimas Islam Kemenag RI Kamaruddin Amin, Pj. Gubernur diwakili oleh Asisten Administrasi Umum Senen Mustakim, Kepala KPAI, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Lampung Puji Raharjo, serta pejabat lainnya.

Acara ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan solusi nyata untuk semua pihak dalam upaya mencegah perkawinan anak dan membangun generasi yang berkualitas. Kerjasama antara pemerintah daerah dan Kementerian Agama sangat diperlukan untuk memberikan pemahaman komprehensif tentang lembaga perkawinan kepada remaja usia menikah melalui pendidikan dan masyarakat.

Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama melihat pentingnya penyelenggaraan kegiatan ini sebagai solusi dalam mengatasi meningkatnya angka perkawinan anak di Indonesia. (**)