• Selasa, 22 Oktober 2024

Kanwil Kemenkumham Lampung Dorong UMKM Daftar Hak Paten

Kamis, 20 Juni 2024 - 13.22 WIB
42

Suasana Acara Sosialisasi Pemantauan Potensi Pelanggaran Kekayaan Intelektual dengan tema Peningkatan Edukasi Pemantauan, Pengawasan dan Potensi Pelanggaran Kekayaan Intelektual yang diselenggarakan Kanwil Kemenkumham Lampung, Kamis (20/6/2024). Foto: Suhaili/Kupastuntas.co

Kupastuntas.co, Bandar Lampung – Kantor Wilayah (Kanwil) Kementrian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM) Provinsi Lampung menggelar kegiatan Sosialisasi Pemantauan Potensi Pelanggaran Kekayaan Intelektual dengan tema Peningkatan Edukasi Pemantauan, Pengawasan dan Potensi Pelanggaran Kekayaan Intelektual di Provinsi Lampung dan kegiatan Bimbingan Teknis Penelusuran Paten dan Pemanfaatan Informasi Paten Tahun 2024, Kamis (20/6/2024).

Kepala Kanwil Kementrian Hukum dan HAM Provinsi Lampung, Sorta Delima Lumban Tobing mengatakan bahwa pihaknya mendorong UMKM untuk mengembangkan usahanya tetapi tidak melanggar hak paten atau hak intelektual orang lain.

"Kita dorong UMKM untuk melakukan usahanya tetapi harus dengan koridor tidak melanggar hak paten atau hak intelektual orang lain. Jadi itu yang harus kita berikan sosialisasi supaya masyarakat mendaftarkan hak patennya dan semakin percaya dengan merek itu sehingga akan meningkatkan nilainya," kata dia.

Sorta menjelaskan bahwa Hak Kekayaan Intelektual merupakan hak privat (private rights) masing-masing individu. Namun dalam hal perlindungan dan pemberian jaminan kepastian hukum diperlukan koordinasi, kerjasama, dan kolaborasi yang berkesinambungan baik pemerintah, masyarakat, penegak hukum serta pemilik kekayaan intelektual. "Untuk jangka waktu hak paten ini selama 20 tahun," tegasnya.

Sorta menyebutkan bahwa dewasa ini banyak sekali kasus pelanggaran Kekayaan Intelektual seperti penyalahgunaan merek terdaftar tanpa izin, produk palsu yang dijual menggunakan merek terkenal (KW), plagiasi dibidang karya tulis, penggunaan musik/lagu untuk kepentingan komersil tanpa membayar royalti, dan sebagainya.

"Kekayaan Intelektual (KI) pada hakekatnya sama halnya dengan hak kekayaan kebendaan lainnya yaitu memberikan hak kepada para pencipta atau pemiliknya untuk mendapatkan keuntungan dari investasi dari karya intelektualnya di bidang kekayaan industri dan karya cipta yang disebut Hak Cipta," jelas Sorta.

Kemajuan teknologi digital selain memberikan dampak positif berupa tersedianya media untuk karya cipta yang pada akhirnya menghasilkan kualitas tampilan karya cipta yang baik dan modern. Namun, dampak negatifnya terjadi penyalahgunaan teknologi digital itu oleh pihak-pihak tertentu dengan melakukan praktek-praktek yang bertentangan dengan hukum.

"Pelanggaran Kekayaan Intelektual menjadi mudah karena kemajuan teknologi digital, walaupun akibatnya K.I. di sektor teknologi pun menjadi korban pertama pelanggaran tersebut. Dengan menggunakan komputer, pelanggaran-pelanggaran Kekayaan Intelektual semakin mudah. Komputer mampu menggandakan dan mencetak ditambah dengan kemampuan internet dalam menyajikan informasi menyebabkan praktek penggandaan menjadi semakin mudah pula dilakukan," ungkap dia.

Kondisi pelanggaran Kekayaan Intelektual ini semakin mengkhawatirkan. Sanksi efek jera terhadap pelanggaran Kekayaan Intelektual, pelaku usaha nakal semakin tidak takut dan tidak malu untuk memproduksi, memperdagangkan, memperbanyak, dan menggandakan barang-barang palsu yang jelas-jelas melanggar hak kekayaan Intelektual.

"Kondisi dan situasi ini timbul disebabkan oleh kurangnya kesadaran dan pemahaman masyarakat serta minimnya informasi tentang kekayaan intelektual dan arti pentingnya hak kekayaan intelektual. Untuk mengatasi hal tersebut, perlu dilakukan edukasi dan sosialisasi yang melibatkan  seluruh stakeholder terkait sehingga terbangun persamaan persepsi/pemahaman terhadap pentingnya perlindungan Kekayaan Intelektual sebagai wujud penghargaan inovasi," terangnya.

Pemahaman mengenai Kekayaan Intelektual oleh stakholder dan konsumen menjadi sangat penting sehingga kelak selain mendapatkan nilai ekonomis juga dapat menjadi deteksi dini terhadap pelanggaran Kekayaan Intelektual yang dapat mematikan inovasi masyarakat.

"Harapan kami bagi pengusaha-pengusaha yang baru merintis dapat memahami bahwa arti pentingnya  untuk mendaftarkan Kekayaan Intelektual untuk mendapatkan perlindungan hukum yang maksimal,” jelasnya.

Selain seminar tentang pemantauan potensi pelanggaran kekayaan intelektual, pada hari ini juga diselenggarakan bimbingan teknis penelusuran paten & pemanfaatan informasi paten yang diikuti berbagai entitas perguruan tinggi/ lembaga penelitian. Perguruan Tinggi sebagai Entitas/masyarakat Ilmiah dalam peran dan fungsinya menjadikan insan intelektual dan berintegritas.

Melalui Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu Pendidikan, Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan serta Pengabdian kepada masyarakat, Perguruan Tinggi banyak menghasilkan karya Intelektual, namun masih ada kecenderungan untuk keperluan angka kredit dan akreditasi kampus. Karya Intelektual tersebut mestinya perlu mendapat perlindungan Hukum, misalnya melalui pendaftaran paten, yang pada akhirnya diharapkan ada komersialisasi.

Diharapkan dengan adanya Komersialisasi akan berdampak pada munculnya Inovasi-inovasi yang makin kompetitif. Hal ini akan berkontribusi pada perkembangan perekonomian Nasional maupun lnternasional. Indonesia sebagai negara berkembang harus mampu mengambil langkah-langkah yang tepat untuk dapat mengantisipasi segala perubahan dan perkembangan sehingga tujuan nasional dapat tercapai.

"Salah satu langkah penting yang dilakukan adalah dengan memasyarakatkan dan melindungi kekayaan intelektual," ucapnya.

Saat ini pengetahuan dan kepedulian masyarakat terhadap pentingnya perlindungan Kekayaan Intelektual, khususnya Paten semakin hari semakin membaik, Hal ini dapat dilihat dari jumlah permohonan Paten dari dalam negeri yang semakin bertambah setiap tahunnya. Kenaikan yang cukup signifikan ini menunjukan bahwa keberadaan sistem paten, manfaat dan pentingnya perlindungan invensi semakin meningkat di tanah air.

"Saat ini para peneliti, dosen dan inventor saling berpacu untuk terus menghasilan invensi yang dapat memberikan manfaat. Perlu kami sampaikan juga bahwa permohonan Paten di Provinsi Lampung pada Tahun 2024 ini baru berjumlah 6 (enam) yang terdiri dari 2 (dua) Paten Biasa dan 4 (empat) Paten Sederhana," jelas dia.

Oleh karena itu, dengan diselenggarakannya kegiatan sosialisasi pemantauan potensi pelanggaran Kekayaan Intelektual dan Bimbingan teknis penelusuran paten dan pemanfaatan informasi paten pada hari ini, diharapkan dapat semakin menambah wawasan atau pengetahuan banyak pihak baik sebagai pelaku usaha sektor industri umum/UMKM, aparat penegak hukum, dan instansi terkait.

"Khususnya dalam deteksi awal potensi pelanggaran dibidang Kekayaan Intelektual serta menumbuh-kembangkan semangat para inventor untuk terus berinovasi dan memaksimalkan penelusuran paten yang pada akhirnya akan menjadi invensi yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan berdaya guna dalam masyarakat," paparnya. (**)