• Senin, 25 November 2024

Vonis Rendah Jaringan Fredy Pratama, Granat Bandar Lampung: Ciderai Pemberantasan Narkoba

Kamis, 13 Juni 2024 - 15.14 WIB
71

Ketua DPC Granat Bandar Lampung, Gindha Ansori Wayka. Foto: Ist.

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Ringannya vonis terhadap terdakwa Wahyu Wijaya dan Adelia Putri Salma dalam jaringan Fredy Pratama dianggap tidak serius dan tidak memberikan efek jera.

Dimana, Wahyu mendapat vonis dari Majelis Hakim selama 10 bulan penjara di PN Tanjung Karang pada Senin (3/6/2024) lalu.

Lalu, Adelia Putri Salma mendapat vonis dari Majelis Hakim selama 5 Tahun penjara dan barang bukti Toyota Alphard yang seharusnya disita negara dalam putusan Hakim malah dikembalikan kepada terdakwa dengan alasan Fidusia atau masih ada sangkutan dengan pihak leasing.

Hal itu pun menuai banyak komentar dan kritik dari berbagai elemen masyarakat dan pengamat hukum.

Ketua DPC Granat Bandar Lampung, Gindha Ansori Wayka mengatakan, penegakan hukum terhadap narkotika seharusnya maksimal.

"Tentunya dengan memperhatikan dan mempertimbangkan seberapa banyak barang bukti dan seberapa luas jaringan peredarannya dan berapa lama waktu dalam mengedarkan, sehingga penuntutan dan penjatuhan menjadi maksimal," kata Gindha saat dimintai keterangan. Kamis, (13/6/2024).

Dengan vonis rendah tersebut, lanjut Gindha, tentu akan mencederai rasa keadilan terhadap masyarakat dan menimbulkan ketidaksepakatan cara pandang antar sesama penegak hukum.

Oleh karena itu, dirinya pun mendesak di tingkat upaya hukum berikutnya agar diberikan hukuman yang maksimal.

"Vonis rendah terhadap jaringan narkotika adalah alarm bagi kita semua untuk lebih tegas dan bersatu dalam memerangi kejahatan ini," tegasnya.

Sementara itu, Pengamat Hukum UBL, Rifandy Ritonga mengatakan, putusan hakim itu dipandang sebagai langkah mundur dalam upaya pemberantasan narkotika.

"Kita sama-sama tau ini tindak pidana luar biasa (Extra Ordinary Crime) apalagi ini kasus besar jaringan besar," kata Rifandy.

Sekretaris DPD Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) Lampung itu menyayangkan vonis yang tidak seimbang itu akan mempersempit keyakinan publik terhadap perjuangan dan kesungguhan APH dalam memerangi jaringan narkotika.

"Narkotika ini telah merusak generasi muda dan menghancurkan banyak keluarga. Ketika pelaku kejahatan narkotika yang berperan besar dalam distribusi dan penyebaran zat berbahaya ini menerima hukuman yang relatif ringan, pesan yang disampaikan kepada masyarakat menjadi salah," ujarnya.

Menurutnya, vonis yang ringan itu berkesan kejahatan narkotika tidak dianggap serius dan tidak memberikan efek jera.

"Terlebih kepada Aparat Kepolisian yang telah bersusah payah dan berupaya menekan hingga menghilangkan peredaran narkoba termasuk BNN. Ini menimbulkan kesan bahwa kejahatan narkotika tidak dianggap serius dan hukuman yang diterapkan tidak memberikan efek jera," jelasnya.

Untuk diketahui, Wahyu Wijaya ditangkap oleh Mabes Polri dan Polda Lampung di Thailand pada 2023 lalu. Wahyu disebut sebagai orang terdekat dari bandar narkoba jaringan internasional, Fredy Pratama. 

Dimana, berperan sebagai bagian administrasi yang mengurus pembukuan keuangan Fredy Pratama. Selain itu, Wahyu juga bertugas sebagai supir pribadi dari penjahat kelas kakap tersebut. 

Polisi pun melakukan pengembangan dan mengamankan selebgram asal Palembang, Adelia Putri Salma yang berperan menampung uang hasil penjualan narkoba milik suaminya, David alias Kadafi yang terafiliasi oleh jaringan Fredy Pratama.

Dimana, Adelia menampung uang senilai Rp3,67 miliar dari penjualan narkoba suaminya. Selain itu, terdapat beberapa bangunan rumah mewah dan 6 unit mobil yang tergolong cukup mahal Alphard, Jagguar, Mercy, BMW dan beberapa mobil Jepang lainnya. (*)

Editor :