• Sabtu, 02 Agustus 2025

Tiket Masuk dan Parkir Mahal, Pengamat: PRL Harus Dikembalikan ke Tujuannya

Senin, 10 Juni 2024 - 18.17 WIB
144

Pengamat Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung (Unila), Asrian Hendy Caya. Foto: Ist.

Sri

Kupastuntas.co, Bandar Lampung - Pekan Raya Lampung (PRL) 2024 dinilai sebagian besar masyarakat menjadi ladang bisnis, sebab tiket masuk dan juga parkirnya terbilang cukup mahal.

Event yang dimulai tanggal 22 Mei hingga 10 Juni, di Stadion Sumpah Pemuda (Pekor) Way Halim itu harus dievaluasi dan dikembalikan ke tujuan awalnya.

Wakil Ketua Umum Bidang Kesehatan Kadin Lampung, Heri Dian menyampaikan, pergelaran PRL 2024 cukup baik dari segi promosi acara.

"Tapi tiket masuk dan parkir relatip mahal. Sehingga ini perlu review tiket karena tujuan PRL sebagai pendukung umkm untuk promosi," ujarnya, Senin (10/6/2024).

Selain itu, adanya UMKM di perhelatan yang diselenggarakan satu tahun itu juga untuk hiburan bagi masyarakat.

"Maka perlu ada temetik produk dan promotion produk," jelasnya.

Seorang pedagang makanan di PRL yang enggan disebut namanya mengaku, omset yang didapat tidak sebanding dengan besarnya kegiatan yang setiap tahun diselenggarakan, dirinya juga menyayangkan mahalnya harga tiket masuk yang mencapai Rp50 Ribu yang membuat pengunjung enggan datang.

"Sepi, lebih sepi dari tahun lalu, tiket masuk mahal, artis itu-itu aja, orang mau datang kesini mikir dua kali, tiket masuk Rp50 Ribu di hari tertentu dan artis ternama, mereka bawa keluarga misalnya 5 orang belum parkir belum mau jajan, sekali masuk harus habis Rp500 ribu cuma mau kesini mana orang mau, sedangkan dihari biasa yang artisnya bukan artis ternama tiket murahpun pengunjung tetap sepi," terangnya.

Baca juga : PRL 2024 Dinilai Salah Konsep, Pedagang Klaim Tak Dapat Untung

Sementara itu, Pengamat Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung (Unila), Asrian Hendi Caya menilai, PRL harus dikembalikan pada tujuan awalnya.

"Tujuannya apakah arena publik atau bisnis atau bahkan private. Kalau dulu kan sarana komunikasi pememerintah dengan masyarakat sehingga stand banyak pemerintahan," ungkapnya.

Hal ini jelasnya, tentu kalau dulu tidak untuk mencari keuntungan, karena panitia nya pemerintah sendiri.

Meskipun yang sekarang pemerintah masih ikut berperan dan menginginkan banyak pengunjung buat sosialisasi.

"Namun dengan pelaksananya oleh pihak ke tiga atau EO, maka sepertinya arahnya bisnis. Kalau bisnis yang penting bukan banyaknya pengunjung tapi siapa yang datang. Artinya mereka yang potensial pembeli," ungkapnya.

Karena jelasnya, EO yang notabennya sebagai lembaga bisnis yang tentunya ingin mencari untung. 

"Karenya hiburan sebagai pilihan untuk menghadirkan pengunjung sekakigus pemasukan denga tarif masuk. Maka hal ini harus dalam keseimbangan kepentingan, tapi memang tidak mudah," tandasnya. (*)